:::Catatannya The Echo:::: 11/01/2024 - 12/01/2024

Saturday, November 30, 2024

Matland dan NPM

contoh kasus nyata dari ambiguitas dan konflik terkait teori matland dalam administrasi publik, khususnya dalam konteks perubahan nomenklatur dalam New Public Management (NPM)

Ambiguitas dan Konflik dalam Administrasi Dokumen terkait Perubahan Nomenklatur

Perubahan tata nama dalam suatu organisasi, terutama dalam sektor publik, seringkali memicu berbagai permasalahan, termasuk ambiguitas dan konflik dalam pengelolaan dokumen. Berikut beberapa contoh kasus nyata:

1. Ambiguitas dalam Penentuan Dokumen Arsip

 * Kasus: Setelah perubahan nomenklatur, tidak jelas dokumen mana yang harus diarsipkan dan berapa lama masa retensi yang berlaku. Akibatnya, banyak dokumen penting yang terabaikan atau justru dibuang karena dianggap tidak relevan.

 *Penyebab: Kurangnya panduan yang jelas mengenai kriteria penentuan dokumen arsip setelah perubahan nomenklatur.

2. Konflik dalam Akses Dokumen

 * Kasus: Perubahan nomenklatur menyebabkan perubahan struktur organisasi. Akibatnya terjadilah mengenai siapa saja yang berhak mengakses dokumen tertentu, terutama dokumen yang sebelumnya dikelola oleh unit kerja yang telah dibubarkan atau digabung.

 *Penyebab: Kurangnya kejelasan dalam pembagian tanggung jawab dan akses terhadap dokumen setelah perubahan struktur organisasi.

3. Ambiguitas dalam Format Dokumen

 * Kasus: Setelah perubahan nomenklatur, tidak ada kesepakatan mengenai format dokumen yang harus digunakan. Beberapa unit kerja masih menggunakan format lama, sementara unit kerja lainnya telah beralih ke format baru.

 *Penyebab: Kurangnya standarisasi format dokumen setelah perubahan nomenklatur.

4. Konflik dalam Interpretasi Peraturan

 * Kasus: Perubahan nomenklatur memicu perbedaan penafsiran terhadap peraturan yang berlaku, terutama terkait kewenangan dan tanggung jawab masing-masing unit kerja.

 * Penyebab: Kurangnya sosialisasi dan pelatihan mengenai peraturan baru yang terkait dengan perubahan nomenklatur.

5. Contoh Kasus Nyata (Hipotesis)

 *Perubahan Nomenklatur di Kementerian Pendidikan Nssional:

   * Ambiguitas: Setelah perubahan nomenklatur dari "Departemen" menjadi "Kementerian", baik terjadi pemekaran maupun pembentukan baru, terjadi kebingungan mengenai kewenangan dan tanggung jawab masing-masing direktorat, terutama dalam hal pengelolaan data siswa dan kurikulum.

   *Konflik: Unit kerja yang sebelumnya bertanggung jawab atas data siswa merasa bahwa kewenangan mereka telah berkurang, sehingga terjadi konflik dalam pengelolaan data.

Faktor-faktor Penyebab

 * Kurangnya Perencanaan: Perubahan nomenklatur seringkali dilakukan tanpa perencanaan yang matang, terutama terkait dengan pengelolaan dokumen.

 *Komunikasi yang Tidak Efektif: Kurangnya komunikasi yang jelas antara puncak manajemen dan pegawai mengenai perubahan nomenklatur dan dampaknya terhadap pengelolaan dokumen.

 * Resistensi terhadap Perubahan: Beberapa pegawai mungkin merasa tidak nyaman dengan perubahan dan menolak untuk mengikuti prosedur baru.

 * Sistem Informasi yang Tidak Mendukung: Sistem informasi yang tidak dapat mengakomodasi perubahan nomenklatur dapat memperparah masalah.

Solusi

 * Perencanaan yang Matang: Melakukan perencanaan yang matang sebelum melakukan perubahan nomenklatur, termasuk menyusun pedoman pengelolaan dokumen yang baru.

 * Komunikasi yang Efektif: Melakukan sosialisasi dan pelatihan kepada seluruh pegawai mengenai perubahan nomenklatur dan dampaknya terhadap pekerjaan mereka.

 * Standarisasi Prosedur: Menetapkan standar prosedur yang jelas untuk pengelolaan dokumen setelah perubahan nomenklatur.

 * Pengembangan Sistem Informasi: Memastikan bahwa sistem informasi yang digunakan dapat mendukung perubahan nomenklatur.

Kesimpulan

Perubahan nomenklatur dalam administrasi publik dapat memicu berbagai masalah, termasuk ambiguitas dan konflik dalam pengelolaan dokumen. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan perencanaan yang matang, komunikasi yang efektif, dan dukungan dari seluruh pihak yang terlibat.

Apakah Anda ingin membahas lebih lanjut tentang topik ini? Misalnya, Anda bisa bertanya tentang:

 * Studi kasus lebih spesifik dari lembaga pemerintah tertentu

 * Solusi teknologi untuk mengatasi masalah administrasi dokumen setelah perubahan nomenklatur

 * Dampak jangka panjang dari ambiguitas dan konflik dalam administrasi dokumen.


NPM dengan Ambiguitas dan Konflik Matland

Contoh kasus nyata dari ambiguitas dan konflik dalam administrasi dokumen akibat perubahan nomenklatur dalam konteks New Public Management (NPM):

Contoh Kasus Ambiguitas

 * Perubahan Nama Jabatan:

   * Kasus: Sebuah lembaga pemerintah mengubah nomenklatur jabatan dari "Kepala Bagian" menjadi "Manajer Divisi". Namun, tidak ada pedoman yang jelas mengenai perubahan tugas dan tanggung jawab yang terkait dengan perubahan nomenklatur ini.

   * Ambiguitas: Ketidakjelasan ini menyebabkan kebingungan antara para pegawai mengenai tugas dan wewenang mereka, serta dapat menghambat koordinasi kerja.

 * Perubahan Nama Dokumen:

   * Kasus: Sebuah organisasi yang mengubah nama dokumen "Laporan Bulanan" menjadi "Laporan Kinerja Bulanan". Namun, tidak ada penjelasan yang rinci mengenai perubahan isi dan format laporan tersebut.

   * Ambiguitas: Ketidakjelasan ini dapat menyebabkan kesalahan dalam penyusunan laporan dan kesulitan dalam melakukan analisis data.

 * Perubahan Sistem Pengarsipan:

   * Kasus: Sebuah lembaga pemerintah mengadopsi sistem pengarsipan elektronik yang baru, namun tidak semua pegawai memahami cara menggunakan sistem tersebut.

   * Ambiguitas: Ketidakpahaman ini dapat menyebabkan kesalahan dalam pengarsipan dokumen dan kesulitan dalam menemukan dokumen yang dibutuhkan.

Contoh Kasus Konflik

 * Konflik antara Sistem Lama dan Baru:

   * Kasus: Sebuah organisasi masih menggunakan sistem pengarsipan manual secara paralel dengan sistem elektronik yang baru. Hal ini menyebabkan duplikasi data dan kesulitan dalam mengelola dokumen.

   * Konflik: Konflik ini dapat menimbulkan inefisiensi dan meningkatkan risiko kehilangan data.

 * Konflik antara Unit Kerja:

   * Kasus: Perubahan nomenklatur menyebabkan perubahan dalam pembagian tugas dan tanggung jawab antar unit kerja. Namun, tidak semua unit kerja menyetujui perubahan tersebut, sehingga terjadi konflik kepentingan.

   * Konflik: Konflik ini dapat menghambat kerjasama antar unit kerja dan menghambat tercapainya tujuan organisasi.

 * Konflik antara Kebijakan Pusat dan Daerah:

   * Kasus: Pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan baru mengenai nomenklatur jabatan, namun pemerintah daerah mengalami kesulitan dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut karena kondisi lokal yang berbeda-beda.

   * Konflik: Konflik ini dapat menyebabkan ketidaksesuaian antara kebijakan pusat dan kebutuhan daerah.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ambiguitas dan Konflik

 * Kurangnya Komunikasi: Komunikasi yang tidak efektif antara manajemen dan pegawai mengenai perubahan nomenklatur.

 *Pelatihan yang Tidak Memadai: Pegawai tidak memberikan pelatihan yang cukup untuk memahami dan menerapkan perubahan.

 * Resistensi terhadap Perubahan: Beberapa pegawai mungkin merasa tidak nyaman dengan perubahan dan menolak menerima perubahan tersebut.

 * Sistem Informasi yang Tidak Terintegrasi: Perubahan nomenklatur dapat mengganggu integrasi sistem informasi yang sudah ada.

Implikasi bagi Praktik Administrasi Dokumen

 *Komunikasi yang Efektif: Manajemen perlu berkomunikasi secara terbuka dan transparan mengenai alasan dan tujuan perubahan nomenklatur.

 * Pelatihan yang Komprehensif: Memberikan pelatihan yang komprehensif kepada semua pegawai yang terlibat dalam proses perubahan.

 * Transisi yang Bertahap: Melakukan perubahan secara bertahap untuk mengurangi dampak negatif terhadap kinerja organisasi.

 *Evaluasi Berkala: Melakukan evaluasi secara berkala terhadap dampak perubahan nomenklatur dan melakukan penyesuaian jika diperlukan.

Kesimpulan

Perubahan nomenklatur dalam konteks NPM dapat menimbulkan ambiguitas dan konflik dalam administrasi dokumen. Dengan memahami akar penyebab masalah dan menerapkan solusi yang tepat, organisasi dapat meminimalkan dampak negatif dari perubahan tersebut dan meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan dokumen.




Wednesday, November 27, 2024

2 Penyajian Rasio Keuangan : Tujuan Komersial dan Tujuan Fiskal


 2 Penyajian Rasio Keuangan : Tujuan Komersial dan Tujuan Fiskal.

Karena ada koreksi fiskal positif dan koreksi fiskal negatif, tentu akan memberikan hasil berbeda.

Laporan keuangan komersial yang lebih sering digunakan untuk menghitung rasio keuangan.

Mengapa laporan keuangan komersial?

 * Standarisasi: Laporan keuangan komersial disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang telah diakui secara umum. Standarisasi ini memungkinkan pelaporan kinerja antar perusahaan dan memudahkan analisis.

 * Kelengkapan informasi: Laporan keuangan komersial menyajikan informasi yang lebih lengkap dan rinci dibandingkan laporan keuangan fiskal. Informasi ini sangat penting untuk menghitung berbagai jenis rasio keuangan yang digunakan untuk menyiarkan berbagai aspek kinerja perusahaan.

 * Tujuan penggunaan: Rasio keuangan umumnya digunakan oleh berbagai pihak seperti investor, kreditur, manajemen, dan analis untuk menghasilkan kinerja perusahaan secara keseluruhan. Laporan keuangan komersial memberikan data yang lebih relevan untuk tujuan ini.

Laporan keuangan fiskal lebih fokus pada perhitungan pajak. Meskipun laporan ini juga berisi informasi keuangan, namun penyajiannya disesuaikan dengan ketentuan perpajakan dan tidak selalu optimal untuk analisis keuangan.

Kapan laporan keuangan fiskal digunakan untuk menghitung rasio?

Dalam beberapa kasus, laporan keuangan fiskal mungkin digunakan untuk menghitung rasio tertentu, terutama jika informasi yang diperlukan tidak tersedia dalam laporan keuangan komersial. Namun, hasil analisis yang diperoleh dari laporan keuangan fiskal mungkin tidak sebanding dengan hasil analisis yang diperoleh dari laporan keuangan komersial.

Kesimpulan

Secara umum, laporan keuangan komersial adalah dasar yang lebih baik untuk menghitung rasio keuangan karena keseragaman, kelengkapan informasi, dan relevansi dengan tujuan analisis keuangan.


Saturday, November 23, 2024

Belajar dari Kuno ke Masa Depan: liturgy tax

 Belajar dari Kuno ke Masa Depan: pajak liturgi.


Paradok : sesuatu yang sukarela menjadi wajib

Thursday, November 21, 2024

"Pemulusan Skala Likert" mengacu pada teknik yang digunakan untuk meningkatkan kejelasan atau interpretasi data yang dikumpulkan melalui skala Likert

" kalau hal itu ekstrim...misal apakah dokumen itu penting atau tidak?. Atau Apakah layanan itu cepat atau lambat ?.

rentang 1-5 cukup mewakili.

Mengacu pada teknik yang digunakan untuk meningkatkan kejelasan atau interpretasi data yang dikumpulkan melalui skala Likert.

Pengelompokan (Pengelompokan atau Pengkodean Ulang)

  • Apa: Gabungkan rentang nilai menjadi kategori yang lebih kecil.
  • Bagaimana:
    • Contoh:
      • Rendah (1–3)
      • Sedang (4–7)
      • Tinggi (8–10)
  • Tujuan: Menyederhanakan interpretasi data dan mengurangi noise (data bising).
  • Keuntungan: Lebih mudah mengidentifikasi tren umum dalam data.


Terkait detail sifat, penggunaan data dan sejenisnya penggunaan skala 1-10 lebih tepat dari sisi ädjustment"nya dibandingkan dengan skala 1-5.

Skala Likert 1–10: Layanan

1 = Sangat Tidak Puas (Pengalaman sangat buruk, jauh di bawah harapan).
2 = Tidak Puas Sekali (Pengalaman buruk, banyak masalah besar).
3 = Tidak Puas (Ada beberapa masalah yang mengganggu).
4 = Hampir Tidak Puas (Hampir buruk, tetapi masih bisa diterima).
5 = Netral (Tidak ada masalah besar, tetapi tidak memuaskan).
6 = Cukup Puas (Ada sedikit kekurangan, tapi keseluruhan baik).
7 = Puas (Layanan sesuai harapan).
8 = Sangat Puas (Pengalaman yang baik dengan hanya kekurangan kecil).
9 = Luar Biasa Puas (Hampir sempurna, sangat menyenangkan).
10 = Sempurna (Tidak ada masalah, pengalaman yang benar-benar luar biasa).

Skala Likert 1–10: Produk
1 = Sama sekali tidak penting.
2 = Sangat tidak penting.
3 = Tidak penting.
4 = Hampir tidak penting.
5 = Netral.
6 = Agak penting.
7 = Cukup penting.
8 = Sangat penting.
9 = Hampir sangat penting.
10 = Sangat esensial/tidak bisa hidup tanpanya.

Keunggulan Granularitas pada Skala 1–10

  1. Nuansa Lebih Banyak: Responden bisa menyampaikan preferensi atau penilaian dengan lebih detail. Contoh: Responden merasa layanan cukup baik (6) tapi belum memuaskan sepenuhnya (tidak memilih 7 atau 8).
  2. Data Lebih Akurat: Memungkinkan analisis yang lebih detail, seperti mengidentifikasi perbedaan kecil antara kelompok. Contoh: Rata-rata kepuasan kelompok A adalah 6.3, sementara kelompok B adalah 7.1.



Wednesday, November 13, 2024

cerdas, bodoh, licik, dan cerdik

Orang pintar tidak akan membodohi orang lain tapi bermanfaat bagi orang lain, kalau orang "merasa pintar" cenderung akan merasa lebih...padahal tidak.

Orang cerdas itu lebih obyektif dan bukan asumsi dan emosional menilai orang lain...(anonim).

Yang bodoh bisa menjadi pintar dan licik, dan yang cerdas bisa menjadi licik dan bodoh juga (anonin).

Berikut adalah perbedaan antara cerdas , bodoh , licik , dan cerdik dalam hal karakteristik dan cara berpikir:     

  1. Cerdas

    • Pengertian : Cerdas adalah kemampuan berpikir cepat, logis, dan tepat dalam menyelesaikan masalah atau mengambil keputusan. Orang yang cerdas umumnya memiliki daya analisis yang tinggi, dapat memproses informasi dengan baik, dan memahami berbagai situasi dengan cepat.
    • Contoh : Seseorang yang mampu memahami konsep yang rumit, memberikan solusi yang efektif, dan berpikir kreatif adalah contoh orang yang cerdas.
  2. Bodoh

    • Pengertian : Bodoh berarti kurangnya kemampuan atau kesulitan dalam memahami, menganalisis, atau memecahkan masalah. Istilah ini sering dikaitkan dengan seseorang yang cenderung lambat memahami atau membuat kesalahan dalam hal-hal sederhana.
    • Contoh : Seseorang yang kesulitan memahami instruksi yang jelas atau berulang kali melakukan kesalahan dalam tugas yang sederhana sering dianggap bodoh, meskipun istilah ini tidak tepat digunakan karena bisa merugikan orang.
  3. menjilat

    • Pengertian : Licik adalah sifat seseorang yang cerdas, tetapi cenderung manipulatif dan tidak jujur ​​​​untuk keuntungan pribadi. Mereka pandai memanfaatkan situasi atau orang lain, namun dengan cara yang kurang etis.
    • Contoh : Orang yang memutarbalikkan fakta atau memanfaatkan kelemahan orang lain untuk mencapai tujuan sering kali dianggap licik.
  4. Cerdik

    • Pengertian : Cerdik mengacu pada kepintaran yang fleksibel dan kreatif dalam menemukan solusi, sering kali dengan cara yang tidak terduga atau di luar kebiasaan. Namun berbeda dengan licik, cerdik biasanya tidak mengandung niat buruk atau manipulasi.
    • Contoh : Seseorang yang menemukan cara baru untuk menyelesaikan masalah tanpa merugikan orang lain, seperti memanfaatkan benda di sekitarnya untuk memperbaiki sesuatu, bisa dianggap cerdik.

Sunday, November 10, 2024

Reversal Write Off

Semestinya di ketentuan sebelum peralihan :

Jika dalam perikatan terdapat penyelesaian atas piutang dapat dibukukan kembali dan dicatat sebagaimana kaidah akuntansi yang berlaku secara umum.

Semestinya ada pasal yang mengatur reversal write off untuk akomodir "perikatan" yang belum selesai.

Ikhlas dibayar.

Bowo dan Gie...Soe Hok Gie...: Dalam Catatan Harian Seorang Demonstran

https://youtube.com/clip/Ugkx64RdsUo2SZeis0XLxyXcppJnC_FEEFsJ?si=wyu-pBWGOLVKkmVZ 

Bowo dan Soe Hok Gie..dalam buku Catatan Harian Seorang Demonstran.



Thursday, November 07, 2024

Saya pengen ada acara : Pajak 24 Jam atau 48 Jam

Saya pengen ada acara : Pajak 24 Jam atau 48 Jam ..eh tital 24 jam atau 48 jam.

Khusus membahas PMK, atau Per Dirjen yang terbit dalam waktu dekat ini dan di kupas tuntas serentak melalui media Youtube atau Televisi dalam rangka peralihan dan gencar di media-media.

Live streaming dan atau media cetak serentak.

Santunan Kematian

Santunan Kematian : Santunan Kematian Apakah diatur dalam UU APBN?. Selain yang diatur dalam UU mengenai BPJS dan Jaminan Sosial yang ada, a...