Eko Susilo, S.T, C.FAP, C.RM, C.FLS.. (akademik dan non akademik- 081535327473)
Tidak merasa lebih tahu, tapi berusaha untuk tahu itu adalah baik.
Anggota IAI, (Anggota IRMAPA/GRC (Indonesia Risk Management Professional Association-Governance, Risk, & Compliance), Anggota IAMI (Institut Akuntan Manajemen Indonesia, Anggota ISI (Ikatan Surveyor Indonesia) : tulisannya : apa aja dalam Catatanku ini
Produk itu ada : barang atau jasa bagi Pemerintahan.
Jadi kalau saya lebih tertarik ke demikian karena endingnya adalah demikian, kualitas produknya, bukan ke cenderung proses layanannya. End Servicenya.
Kalau layanan dilayani oleh petugas yang baik, ramah, empati dsb pun, jika end servicesnya tidak berkualitas, apakah tetap "puas", tentu tidak khan?.
Itu persepsi saya ya.
Pemahaman "yang penting khan", hasilnya?.
Hasil yang mana?.
Khan saya sudah bilang, hasilnya "tidak sesuai".
Ah...itu khan mencari kesalahan?.
Kesalahan apa?. Saya mencari kesesuaian dalam meneliti dari suatu masalah, masalah publik.
Kalau soal uji pengaruh, apakah saya juga tidak bilang, itu mencari kesalahan?. Karena pengaruh dibuat sampel ke masing-masing responden yang isi pertanyaaanya juga "cenderung mencari kekeliruan, mencari kesesuaian antara realita dengan konsep, antara ide dengan realitas?.
Apakah itu bukan kesalahan juga?.
Bahkan dalam survei yang sifatnya uji pengaruh itu kalau dipahami, bukan asal contreng dalam mengisi lembar kuesioner baik online atau manualpun, sama.. ya sama tujuannya, hanya pendekatannya yang berbeda, kuanti atau kuali.
Jadi, mbok menghargai sajalah, itu penelitian dan penelitian itu oleh saya, sendiri lagi dengan sampel responden terpilih.
Beda tentunya kalau soal proyek yang ada agenda settingnya, agenda kebijakan.
Saya lebih ke "produk end user yang saya teliti dengan basis hulunya dulu bukan ke hilirnya" ternyata kecenderungan saya meneliti, bukan ke arah bagaimana layanan karena keramahan, kepuasan pelanggan karena sikap (social).
Sederhana saja, saya deskriptifkan.
Itu sajaa.....so simple gitulah....
Enggak saya bertele-tele dengan SmartPLS dari Prof. Imam Ghozali dan Creswell sebagai pedoman.
Saya ambil deskriftifnya Prof. Imam Ghozali dan Creswell...jadi itulah "kebenaran ilmiahnya" bukan kebenaran sejati,...uji soal kualitatif deskriftifnya saya dan bukan soal kuantitatifnya.
Jadi mbok yao, saya sudah 19 tahun berkecimpung soal administratif dan soal "cap atau stempel" yang menurut saya ada soal "konsep ketidakcermatan atau ketidaktelitian" yang membuat sesuatu menjadi :
1. Meragukan
2. Ketidaksesuaian
3. Potensi materi digugat
4. Produk yang penting
Just simple khan?.
Ya....
Dalam prakteknya, bisa tidak "nyaman" kalau bicara soal produk, dan saya base regelling dan bukan besichkingnya.
Background ilmu S-1 saya?.
Saya S-1 background Sarjana Teknik, yang dalam kurikulum 2000 saya, ada pelajaran Pengantar Ilmu Hukum, Hukum Agraria 1 s.d III , ada Amdal dan Penilaian Properti dll. Kalau saya dosen, mungkin bisa linier, saya PNS, bisa campuran dan campuran itu lebih baik menurut saya, S-1 Teknik, S-2 nya Hukum atau Ilmu Sosial dll
Dan saya ikut di beberapa seminar di bidang Akuntansi di Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), FMI (forum manajemen Indonesia), Irmapa, GRC dan juga beberapa kali ikutan acara, Bapak Novri Susan , S.Sos, M.A, Phd dan Prof. Sugiyono secara webinar mengenai bagaimana kualitatif itu...demi menguatkan penelitian saya.
Duh.....
Attitude, duh....sebagai murid saya terapkan dan saya pegang pesan orang tua saya.
Bukan masalah besar atau masalah kecil, dalam administrasi publik, yang jadi masalah adalah persoalan yang jadi masalah, karena mengatur soal publik. Jadi masalahnya terletak pada fundamental administrasinya, isinya dan tata caranya, sekali lagi bukan ukuran berapa size moneynya, tapi efeknya, nilai historinya dan base publiknya.
Tentu beda kalau itu soal besichking.
Kalau bisa diubah atau dibetulkan, kenapa tidak?.
Sekali lagi, kuncinya ada pada peralihan, emergency exit law nya .. ya.
Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat menunjukkan bukti bahwa Pajak telah dibayar.
Penjelasan:
Sesuai dengan prinsip beban pembayaran pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pada pembeli atau konsumen barang atau penerima jasa. Oleh karena itu sudah seharusnya apabila pembeli atau konsumen barang dan penerima jasa bertanggung jawab renteng atas pembayaran pajak yang terutang apabilan ternyata bahwa pajak yang terutang tersebut tidak dapat ditagih kepada penjual atau pemberi jasa dan pembeli atau penerima jasa tidak dapat menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual atau pemberi jasa.
Ora diajak dipanggil atau diperintah yo Menenglah nang kursi karo moco ayat kursi lungguh nang kursi lawas dan nonton Youtubenya yang baru live yaitu Close The Door dengan tamu Menko Marinves.
Jadi kalau ditanya, kok tidak kesana, yo bingung, lha ora ngerti ki.
"kekeliruan antar manusia terkait hubungan horisontal itu "dapat selesai' diperbaiki dengan maaf memaafkan, namun adanya kekeliruan terkait ketik mengetik, keputusan kebijakan atau hal terkait di dalamnya itu sulit (lama tidaknya waktu) dan tidak terkesan adanya saling memaafkan namun soal pembiaran atau apatis...ada istilah ah...yang penting khan......nah itu dia... (khan kepentingan..)."....
Mencari Artikel pada Jurnal, bukan mencari Jurnal, lalu mencaro artikel karena soal relevansi itu "agak sulit" dan tidak efektif.
Kalau mencari Jurnal, apakah dalam jurnal tersebut ada artikel yang terkait?.
Jurnal umumnya muncul dalam satuan bulan okelah. Kalau begitu, kalau tidak ada, maka dalam Jurnal A, akan mencari Jurnal B dalam series tertentu (volume I, II, III dst, terdiri atas bulan, tahùn) dan seterusnya.
Jadi, udahlah, bukan mencari Jurnal, tapi artikel dalam Jurnal...entah Jurnal A, Jurnal B atau Jurnal C dll
Apa sih arti Jurnal?.
Jurnal adalah majalah yang khusus memuat artikel dalam satu bidang ilmu tertentu.
Nah begitu khan?.
Tentu berbeda kalau mencari Buku?. Iya khan?.
Buku adalah lembar kertas yang berjilid, berisi tulisan.
Lalu artikel itu apa?.merupakan suatu karya tulis yang ditulis secara lengkap. Tentu dengan format yang ditentukan.
Nomor saya hanya di Nomor : 081535327473 dan 081558035995, selain nomor tersebut diatas, bukan nomor saya dan dipastikan bukan saya, jika ada pihak-pihak yang mengatasnamakan saya, mohon untuk menghubungi saya. Terima kasih.
Jika ada pihak-pihak yang mengatasnakan tersebut, untuk berhati-hati untuk dan atas kepentingan apapun.
Dengan demikian, jika ada hal kejadian tersebut, mohon bantuannya untuk menghubungi saya.
Ya, kalau diakumulasi dan pakaian itu sampai sekarang masih ada dan dipakai untuk aktivitassampai saat ini, itu merupakan harta lho di PPS...
Kecil sekali?.
Kalau 5 tahunan,misalnya?.
1 orang beli pakaian, sepatu, tas dll dengan anggaran : 3.000.000 setahunnya , kalau 5 tahun berarti ada 15.000.000
15.000.000 kalau di deklarasi dengan tarif 12% maka akan ketemu di angka 1.800.000, kalau ada sebanyak 1.000 maka akan ketemu 1.800.000.000, wuih banyak juga ya. Kalau ada 1 juta orang, maka akan ketemu 1.800.000.000.000, wuih ada 1,8 T dari pakaian saja.
Watuk itu bisa disembuhkan dan ada obatnya, kalau watak?.
kalau watak?, Watak adalah sifat batin yang mempengaruhi segenap pikiran, perilaku, budi pekerti, dan tabiat yang dimiliki manusia atau makhluk hidup lainnya (para ahli).
Saya menyebutnya dengan PSEUDO Tax. Ada juga asset not full controled itu di Pseudo Asset berdasarkan ....jdedwardword. In oracle saat.... Pseudo Aset(asset not full controlled) Iuran Bapertarum dan Iuran BPJS, Dana Pensiun @Eko Susiloh
"Orang hanya bisa mengevaluasi diri sendiri di masa lalu di masa kini dan merencanakan untuk masa depan, karena esok hari tidak ada yang tahu kecuali rencana itu sendiri dan Allah SWT"...quote this day.
Yang tidak itu adalah selalu terjebak atau terlena dimasa lalu, karena itu tinggal kenangan baik manis atau pahit.
....Terhadap berbagai varian sebagaimana diuraikan di atas,
kami berpendapat bahwa jangka waktu paling lambat 2 (dua) tahun
telah cukup memadai untuk melakukan perubahan UU PPP. Hal ini
diperlukan untuk menjamin kepastian hukum dan kemanfaatan
dalam penyusunan undang-undang dengan menggunakan metode
omnibus di masa mendatang. Sebab, berdasarkan perkembangan
dan kebutuhan hukum saat ini, terdapat beberapa isu ketatanegaraan yang memerlukan akselerasi pengambilan
kebijakan dengan mengutamakan harmonisasi dan sinkronisasi
peraturan perundang-undangan seperti pemindahan ibu kota
negara dan perpajakan".
Karena tidak mempersoalkan materi maka atas materi yang sudah ada di jadikan PERPPU. jadi safe dan nyaman dah....jadi pasti gitu lho....oke deh beibeh.
……..yang memerlukan akselerasi pengambilan kebijakan dengan mengutamakan harmonisasi dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan seperti pemindahan ibu kota negara dan perpajakan.
Harmonisasi peraturan perundang-undangan dapat diartikan sebagai suatu proses penyelarasan atau penyerasian peraturan perundang-undangan yang hendak atau sedang disusun, agar peraturan perundang-undangan yang dihasilkan sesuai prinsip-prinsip hukum dan peraturan perundang-undangan yang baik.
Sinkronisasi hukum adalah penyelarasan dan penyerasian berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan peraturan perundang-undangan yang telah ada dan yang sedang disusun yang mengatur suatu bidang tertentu.
Menurut saya diperlukan PERPPU untuk saat ini karena diperlukan landasan yang dipandang oleh MK sebagai suatu hal diperlukan karena kebutuhan.
Agar koheren dengan Indonesia sebagai Negara dengan landasan hukumnya, saya mengusulkan untuk merefleksi kembali ketentuan yang diatur dalam Tap MPRS No.XX//MPRS/1966 jo TAP MPR No.V/MPR/1973 sepanjang belum dicabut dan jika mungkin di rebuild kembali sebagai landasan dan tidak berpedoman pada "paham" apakah ini kontinental ataukah anglo saxon. Kajian tersebut akan memberikan arah sebagaimana yang diatur dalam UUD 1945 menurut kewenangan. Dan tidak dikaitkan dengan rezim tapi berpedoman pada "apa yang hukum negara ini atur" dan tidak terkait dengan politik praktis.
harus
dengantegasberdasardan bersumberpada peraturanperundanganyanglebihtinggi.
TAP MPR NOMOR III TAHUN 2000 TENTANG SUMBER HUKUM DAN TATA
URUTAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KETETAPAN MAJELIS
PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR III/MPR/2000