:::Catatannya The Echo:::

Friday, September 19, 2025

Pengkhianatan dan Bahaya itu adalah...

Siapa yang berbahaya itu?.

Bukan orang kritis terhadapmu dan baik perilakunya setidaknya ilmiahnya namun orang yang menusuk dari belakang yang menggambarkan pengkhianatan atau bermuka dua. Jadi, apa yang terlihat di depan, berbeda dari kenyataan yang ada. Di belakangmu, entah apa yang dipikirkan atau dilakukannya.

Yang kedua :

Orang yang menjilatmu dengan dalih.

Wednesday, September 17, 2025

Rasa Malu itu...

Kalau kita tanya Perbuatan malu itu karena apa? :

Makna psikologis & sosial

Malu biasanya muncul karena:

Norma sosial→ melakukan sesuatu yang tidak sesuai aturan atau kebiasaan masyarakat.

Nilai pribadi → merasa melanggar standar diri sendiri.

Pandangan orang lain → takut dinilai negatif, ditolak, atau dipermalukan.

Budaya → di beberapa masyarakat, rasa malu dianggap mekanisme kontrol sosial yang kuat.

Jadi, perbuatan yang menimbulkan rasa malu biasanya karena ada perbedaan antara apa yang dilakukan dengan apa yang dianggap pantas oleh diri sendiri atau lingkungan.


Kenapa?

Kalau kita lihat dari segi bahasa sehari-hari dan bahasa resmi:

Kenapa

Lebih santai, akrab, dan umum dipakai dalam percakapan sehari-hari.

Kesan: luwes, cair, tapi kadang emosional tergantung intonasi.

Cocok dipakai dalam obrolan informal.


Mengapa

Lebih baku, formal, dan sering dipakai di tulisan resmi, akademis, atau pidato.

Kesan: serius, objektif, netral.

Cocok untuk konteks penelitian, hukum, administrasi, atau pendidikan.

Alternatif lain (tergantung gaya bahasa yang diinginkan):

Apa sebabnya → lebih halus, terkesan sopan.

Bagaimana bisa → agak netral, menekankan proses, bukan hanya alasan.

Apa alasannya → fokus pada dasar atau justifikasi.

Friday, September 12, 2025

Pertanyaan dengan Bagaimana


Kalau pettanyaan "kenapa" itu kausalitas dan bisa menimbulkan efek pidana dan perdata pada akhirmya bagi yang membuat dokumen, itu kuncinya, mulai paham ya.
Oke saya lanjutkan...
Jadi ketika jenisnya adalah deskrifftif analitis, atas dokumen maka kausalitas tidak saya perlukan disini.




Siapa yang membayar Pajak?.

Siaoa yang membayar Pajak?. Wajib Pajak itu sendiri dan penanggung pajak.

Apapun masalah lainnya tidak akan berkaitan terkait pembayaran pajak. Artinya tidak ada beban yang ditanggung oleh orang lain atas peristiwa apapun kecuali pembayar pajak itu sendiri atau penanggung pajak. Orang atau entitas lain selain itu hanya "komentar" dll namun semuanya uang yang dibayarkan ya Wajib Pajak itu sendiri.


Thursday, September 11, 2025

State of The Art : Constitutional Validity→ keabsahan norma menurut UUD 1945. Administrative Ambiguity → konsistensi praktik birokrasi dengan amanat undang-undang

Kerangka Teoritis & State of the Art untuk TAPM  Struktur ini bisa langsung digunakan sebagai bagian tesis/TAPM

Kerangka Teoritis dan State of the Art

 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Implementasi Kebijakan (Matland, 1995)

Model Ambiguity–Conflict (Matland, *Policy Implementation, JPART, 1995) menjelaskan bahwa implementasi kebijakan ditentukan oleh dua dimensi utama:

1. Ambiguity – ketidakjelasan tujuan, instruksi, atau norma kebijakan.

2. Conflict – tingkat pertentangan kepentingan antaraktor dalam implementasi.

Dari dua dimensi ini, Matland memetakan empat tipe implementasi:

* Administrative implementation (low ambiguity–low conflict).

* Political implementation (low ambiguity–high conflict).

* Experimental implementation (high ambiguity–low conflict).

*Symbolic implementation (high ambiguity–high conflict).

Model ini awalnya digunakan dalam kajian implementasi kebijakan publik, terutama birokrasi dan pelayanan masyarakat.

 2.1.2 Penerapan Teori dalam Konteks Hukum Tata Negara

Dalam praktik, banyak penelitian menggunakan model Matland untuk kebijakan sosial, pendidikan, dan pelayanan publik (lihat: SpringerLink; Utrecht Law Review). Namun, penerapan ke ranah konstitusional dan administrasi negara masih jarang dilakukan.

Hal ini membuka ruang kontribusi baru: bagaimana model implementasi dapat dipakai untuk mengkaji ambiguitas konstitusional dan praktik administratif dalam pemerintahan.

2.2 Adaptasi Eko Susilo – Teori Ambiguitas–Pertentangan Matland (TAPM)

 2.2.1 Transformasi Teori

Eko Susilo mengadaptasi model Matland dengan memperluas cakupan analisis ke:

Ranah konstitusional-administratif, bukan sekadar kebijakan publik teknis.

Objek kajian: implementasi UU No.39/2008 tentang Kementerian Negara dan problem nomenklatur antara “Departemen” vs “Kementerian”.

*Konteks aktual: permohonan uji materiil di Mahkamah Konstitusi  terkait validitas nomenklatur.

2.2.2 Konsep Baru dalam TAPM

TAPM memperkenalkan dimensi analisis tambahan:

Constitutional Validity→ keabsahan norma menurut UUD 1945.

Administrative Ambiguity → konsistensi praktik birokrasi dengan amanat undang-undang.

Dengan demikian, model tidak lagi hanya ambiguity–conflict, tetapi menjadi ambiguity–conflict–validity.


 2.3.3 Nilai Orisinal TAPM

1. Mengisi gap : antara studi implementasi kebijakan dan studi hukum tata negara.

2. Memperluas domain teori dengan menambahkan dimensi validitas konstitusional.

3. Policy relevance nyata melalui keterkaitan dengan perkara uji materiil di Mahkamah Konstitusi.

4. Membuka kajian baru  dalam bidang *constitutional implementation 


Wednesday, September 10, 2025

Gabungan Model Matland dengan Analisis Konstitusional

Bukti literatur (artikel, buku/jurnal, dan dokumen resmi) yang mendukung kenapa TAPM Eko Susilo bisa diklasifikasikan sebagai “kelas tinggi” (teoretis-kontekstual) dibanding studi lain yang lebih praktis-empiris atau normatif-historis. Saya menyertakan sumber untuk setiap klaim utama sehingga posisi itu dapat diverifikasi.


Inti Argumen : 

  1. Kontribusi teoretis (menggabungkan model Matland dengan analisis konstitusional) memberi bobot akademik tinggi.

    • Matland menjelaskan bagaimana ambiguity dan conflict menentukan sifat implementasi kebijakan; mengaplikasikan model ini pada masalah nomenklatur (validitas konstitusional vs praktik administratif) adalah sumbangan konseptual yang nyata. (Oxford Academic)

  2. Relevansi kebijakan & politik yuridis nyata (UU No.39/2008 + perkara di Mahkamah Konstitusi) menaikkan bobot penelitian secara kontekstual/publik.

    • UU No.39/2008 mengubah nomenklatur; permohonan uji materiil yang diajukan (dan tercatat di MK) menunjukkan isu ini bukan sekadar akademik, melainkan problem hukum-publik aktual. Ini menguatkan nilai policy-relevance TAPM Anda. (Mahkamah Konstitusi RI, MKRI)

  3. Studi empiris (case studies, survei, content analysis) biasanya unggul pada bukti lapangan — sehingga penelitian yang kuat secara empiris ditempatkan berbeda dalam peta klasifikasi.

    • Literatur metode menunjukkan bahwa studi kasus dan penelitian lapangan memberi bukti empiris kuat yang berguna untuk rekomendasi operasional — ini menjelaskan mengapa studi kasus kementerian sering ditempatkan di kelas menengah/terapan. (SpringerLink, Utrecht Law Review)

  4. Penelitian tentang dampak pergantian nama/penamaan organisasi (nomenklatur) menunjukkan perubahan nama berimplikasi pada organisasi dan praktik pemerintahan — jadi konteks TAPM Anda relevan secara internasional.

    • Kajian internasional tentang politik perubahan nama unit pemerintahan menemukan dampak pada struktur, identitas, dan praktik birokrasi — mendukung alasan bahwa analisis nomenklatur memiliki “akibat nyata” (bukan sekadar terminologi). (Wiley Online Library)

  5. Gabungan: jika karya bersifat teoritis kuat + relevan kebijakan (MK/UU) → dikategorikan lebih tinggi secara akademik daripada kajian yang hanya normatif/deskriptif; namun tanpa bukti lapangan, masih kalah dengan studi empiris murni pada ranah evidence.

    • Literatur metode menegaskan nilai tinggi gabungan teori + bukti empiris; studi yang hanya konseptual kuat secara teoritis tapi miskin bukti lapangan tetap bernilai tinggi (contribution to theory), namun akan lebih “komprehensif” bila dilengkapi data empiris. (Oxford Academic, SpringerLink)


Kesimpulan berbasis bukti

Berdasarkan literatur di atas:

  • TAPM Eko Susilo = Kelas Tinggi (Teoretis-Kontekstual) — karena (a) memberikan kontribusi teoritis dengan menerapkan ambiguity model Matland pada masalah konstitusional-administratif, dan (b) isu yang dikaji berimpak hukum-publik (UU 39/2008 dan perkara di MK). (Oxford Academic, Mahkamah Konstitusi RI)

  • TAPM masih bisa ditingkatkan menjadi “kelas komprehensif” (teori + empiris setara) apabila menambah bukti lapangan (wawancara, survei, content analysis). Literatur metode dan studi kasus menunjukkan bahwa penambahan bukti empiris meningkatkan bobot rekomendasi kebijakan dan penerimaan praktis di kalangan pembuat kebijakan. (SpringerLink, Utrecht Law Review)


Sumber utama yang saya pakai (pilihan representatif & dapat diverifikasi)

  • Matland, R. E. (1995). The Ambiguity-Conflict Model of Policy Implementation. J. Public Admin. Research & Theory. (Oxford Academic)

  • UU No.39/2008 tentang Kementerian Negara & dokumentasi terkait (resume/berita Mahkamah Konstitusi tentang permohonan Eko Susilo). (MKRI, Mahkamah Konstitusi RI)

  • Yesilkagit, K. (2022). What's in a name? The politics of name changes inside ... (kajian tentang dampak perubahan nama unit pemerintahan). (Wiley Online Library)

  • Ridder, H. G. (2017). The theory contribution of case study research designs (pembahasan peran studi kasus dalam kontribusi teori). (SpringerLink)

  • Christensen, J. (2024). Comparing ministerial evidence cultures: a quantitative analysis (contoh bagaimana studi empiris kementerian memetakan bukti/kultur penelitian kementerian). (Oxford Academic)

Catatan: Memilih sumber yang mewakili klaim-kunci: (1) model teoretis yang dipakai; (2) bukti hukum/politik nyata di Indonesia; (3) literatur metodologi yang menjelaskan nilai teori vs empiris; dan (4) kajian internasional tentang perubahan nama organisasi pemerintahan.



Infografis Ketetapan Uji Materi -Eko Susilo ke Mahkamah Konstitusi

 



Sumber : https://berkas.dpr.go.id/puspanlakuu/infografis/infografis-public-397.pdf?



Sunday, September 07, 2025

Ambiguitas Administratif-Konstitusional


 




Sumber : olah AI dengan prompt sendiri

 

Pertanyaan Penelitian : Kualitatif

Dalam penelitian kualitatif,  jenis pertanyaan penelitian biasanya diarahkan untuk memahami makna, proses, pengalaman, atau fenomena secara mendalam, bukan untuk mengukur atau menguji hipotesis seperti pada penelitian kuantitatif.

Berikut beberapa jenis pertanyaan penelitian kualitatif:

1. Pertanyaan Deskriptif

   * Fokus: menggambarkan fenomena, situasi, atau pengalaman.

   * Contoh: Bagaimana pengalaman guru dalam mengajar di daerah terpencil?

2. Pertanyaan Eksploratif

   * Fokus: menggali makna atau konsep yang belum banyak diteliti.

   * Contoh: Apa makna “kepuasan kerja” bagi tenaga kesehatan di puskesmas pedesaan?

3. Pertanyaan Interpretatif

   * Fokus: menafsirkan makna, simbol, atau wacana.

   * Contoh: Bagaimana simbol-simbol budaya digunakan dalam upacara pernikahan Jawa?

4. Pertanyaan Proses

   * Fokus: memahami dinamika, interaksi, atau tahapan suatu fenomena.

   * Contoh: Bagaimana proses pengambilan keputusan dalam rapat komunitas adat?

5. Pertanyaan Naratif / Biografis

   * Fokus: pengalaman hidup individu atau kelompok.

   * Contoh: Bagaimana kisah hidup seorang perajin batik dalam mempertahankan tradisi keluarga?

6. Pertanyaan Fenomenologis

   * Fokus: makna pengalaman hidup seseorang terkait fenomena tertentu.

   * Contoh: Bagaimana pengalaman pasien kanker dalam menghadapi stigma sosial?

7. Pertanyaan Etnografis

   * Fokus: praktik, budaya, atau interaksi dalam komunitas.

   * Contoh: Bagaimana praktik gotong royong dijalankan dalam komunitas nelayan di pesisir       Sulawesi?

8. Pertanyaan Grounded Theory

   * Fokus: menghasilkan teori dari data lapangan.

   * Contoh: Bagaimana pola adaptasi UMKM terhadap digitalisasi pasca-pandemi?

9. Pertanyaan Studi Kasus

   * Fokus: mendalami kasus tertentu secara kontekstual.

   * Contoh: Bagaimana implementasi kebijakan pajak daerah di Kabupaten X?

10. Pertanyaan Evaluatif Kualitatif

    * Fokus: menilai dampak program atau kebijakan dari perspektif partisipan.

    * Contoh: Bagaimana pandangan masyarakat tentang efektivitas program bantuan sosial di desa mereka?


Friday, August 22, 2025

Bobot : Simple Additive Weighting (SAW) + Smart-C

🎯 Studi Kasus: Evaluasi Pegawai dengan SMART-C

📌 Kriteria dan Bobot:

Kriteria Jenis Bobot
C1 – Kedisiplinan Benefit 0.2
C2 – Kualitas Kerja Benefit 0.3
C3 – Kerjasama Tim Benefit 0.2
C4 – Kehadiran Benefit 0.1
C5 – Waktu Penyelesaian Cost 0.2
Total 1.0

👤 Data Pegawai:

Pegawai Kedisiplinan (1–10) Kualitas Kerja (1–100) Kerjasama Tim (1–10) Kehadiran (%) Penyelesaian (hari)
A 9 85 8 95 4
B 7 90 9 98 5
C 8 80 7 92 3

✳️ Langkah 1: Skor Utility (0–100)

Kita konversi nilai aktual ke skala utility 0–100, berdasarkan min dan max tiap kriteria.

Rumus:

  • Benefit:

    Uij=xijxminxmaxxmin×100U_{ij} = \frac{x_{ij} - x_{\text{min}}}{x_{\text{max}} - x_{\text{min}}} \times 100
  • Cost:

    Uij=xmaxxijxmaxxmin×100U_{ij} = \frac{x_{\text{max}} - x_{ij}}{x_{\text{max}} - x_{\text{min}}} \times 100

🔢 Hasil Skor Utility:

Pegawai C1 (9–7) C2 (90–80) C3 (9–7) C4 (98–92) C5 (3–5) Cost
A (9–7)/(9–7) = 100 (85–80)/(10) = 50 (8–7)/2 = 50 (95–92)/6 = 50 (5–4)/2 = 50
B (7–7)/2 = 0 (90–80)/10 = 100 (9–7)/2 = 100 (98–92)/6 = 100 (5–5)/2 = 0
C (8–7)/2 = 50 (80–80)/10 = 0 (7–7)/2 = 0 (92–92)/6 = 0 (5–3)/2 = 100

(semua hasil dikalikan 100)


Pegawai C1 C2 C3 C4 C5
A 100 50 50 50 50
B 0 100 100 100 0
C 50 0 0 0 100

✳️ Langkah 2: Normalisasi Utility (0–1)

Bagi semua nilai dengan 100.

Pegawai C1 C2 C3 C4 C5
A 1.0 0.5 0.5 0.5 0.5
B 0.0 1.0 1.0 1.0 0.0
C 0.5 0.0 0.0 0.0 1.0

✳️ Langkah 3: Hitung Skor Akhir SMART-C

Gunakan:

Vi=(wjUij)V_i = \sum (w_j \cdot U_{ij})

Pegawai A:

VA=(0.21.0)+(0.30.5)+(0.20.5)+(0.10.5)+(0.20.5)=0.2+0.15+0.1+0.05+0.1=0.6V_A = (0.2 \cdot 1.0) + (0.3 \cdot 0.5) + (0.2 \cdot 0.5) + (0.1 \cdot 0.5) + (0.2 \cdot 0.5) = 0.2 + 0.15 + 0.1 + 0.05 + 0.1 = **0.6**

Pegawai B:

VB=(0.20.0)+(0.31.0)+(0.21.0)+(0.11.0)+(0.20.0)=0.0+0.3+0.2+0.1+0.0=0.6V_B = (0.2 \cdot 0.0) + (0.3 \cdot 1.0) + (0.2 \cdot 1.0) + (0.1 \cdot 1.0) + (0.2 \cdot 0.0) = 0.0 + 0.3 + 0.2 + 0.1 + 0.0 = **0.6**

Pegawai C:

VC=(0.20.5)+(0.30.0)+(0.20.0)+(0.10.0)+(0.21.0)=0.1+0.0+0.0+0.0+0.2=0.3V_C = (0.2 \cdot 0.5) + (0.3 \cdot 0.0) + (0.2 \cdot 0.0) + (0.1 \cdot 0.0) + (0.2 \cdot 1.0) = 0.1 + 0.0 + 0.0 + 0.0 + 0.2 = **0.3**


✅ Hasil Akhir (SMART-C Score):

Pegawai Skor Akhir
A 0.6
B 0.6
C 0.3

🏆 Kesimpulan:

  • Pegawai A dan B memiliki skor SMART-C yang sama tinggi.

  • Jika perusahaan ingin memilih satu, bisa lanjut dengan:

    • Kriteria tambahan,

    • Penilaian langsung manajer (tiebreak),

    • Preferensi strategi SDM (misal lebih mengutamakan kualitas kerja atau kedisiplinan).


🎯 Studi Kasus: Evaluasi Kinerja Pegawai

Misalnya kamu ingin memilih pegawai terbaik bulan ini berdasarkan kriteria:

📌 Kriteria:

  1. Kedisiplinan (C1) – Benefit

  2. Kualitas Kerja (C2) – Benefit

  3. Kerjasama Tim (C3) – Benefit

  4. Kehadiran (C4) – Benefit

  5. Waktu Penyelesaian Tugas (C5) – Cost (semakin cepat semakin baik)


🧮 Bobot Kriteria:

Kriteria Bobot
Kedisiplinan (C1) 0.2
Kualitas Kerja (C2) 0.3
Kerjasama Tim (C3) 0.2
Kehadiran (C4) 0.1
Waktu Penyelesaian (C5) 0.2
Total 1.0

👤 Alternatif Pegawai:

Pegawai Kedisiplinan (1-10) Kualitas Kerja (1-100) Kerjasama Tim (1-10) Kehadiran (%) Waktu Penyelesaian (hari)
A 9 85 8 95 4
B 7 90 9 98 5
C 8 80 7 92 3

✳️ Langkah 1: Normalisasi

Kriteria Benefit:

rij=xijmax(xij)r_{ij} = \frac{x_{ij}}{\max(x_{ij})}

Kriteria Cost:

rij=min(xij)xijr_{ij} = \frac{\min(x_{ij})}{x_{ij}}
Pegawai C1 C2 C3 C4 C5
A 9/9 = 1.00 85/90 = 0.944 8/9 = 0.889 95/98 = 0.969 3/4 = 0.75
B 7/9 = 0.778 90/90 = 1.00 9/9 = 1.00 98/98 = 1.00 3/5 = 0.6
C 8/9 = 0.889 80/90 = 0.889 7/9 = 0.778 92/98 = 0.939 3/3 = 1.00

Catatan: Untuk C5 (Waktu Penyelesaian, cost), nilai minimum = 3 hari.


✳️ Langkah 2: Hitung Skor Akhir (SAW)

Vi=(wjrij)V_i = \sum (w_j \cdot r_{ij})

Pegawai A:

VA=(0.21.00)+(0.30.944)+(0.20.889)+(0.10.969)+(0.20.75)=0.2+0.2832+0.1778+0.0969+0.15=0.9079V_A = (0.2 \cdot 1.00) + (0.3 \cdot 0.944) + (0.2 \cdot 0.889) + (0.1 \cdot 0.969) + (0.2 \cdot 0.75) = 0.2 + 0.2832 + 0.1778 + 0.0969 + 0.15 = **0.9079**

Pegawai B:

VB=(0.20.778)+(0.31.00)+(0.21.00)+(0.11.00)+(0.20.6)=0.1556+0.3+0.2+0.1+0.12=0.8756V_B = (0.2 \cdot 0.778) + (0.3 \cdot 1.00) + (0.2 \cdot 1.00) + (0.1 \cdot 1.00) + (0.2 \cdot 0.6) = 0.1556 + 0.3 + 0.2 + 0.1 + 0.12 = **0.8756**

Pegawai C:

VC=(0.20.889)+(0.30.889)+(0.20.778)+(0.10.939)+(0.21.00)=0.1778+0.2667+0.1556+0.0939+0.2=0.8939V_C = (0.2 \cdot 0.889) + (0.3 \cdot 0.889) + (0.2 \cdot 0.778) + (0.1 \cdot 0.939) + (0.2 \cdot 1.00) = 0.1778 + 0.2667 + 0.1556 + 0.0939 + 0.2 = **0.8939**

✅ Hasil Akhir:

Pegawai Skor SAW Ranking
A 0.9079 🥇 1
C 0.8939 🥈 2
B 0.8756 🥉 3

🏆 Kesimpulan:

Pegawai A memiliki skor tertinggi berdasarkan metode SAW dan layak dinobatkan sebagai pegawai terbaik bulan ini.



Studi Kasus: Memilih Laptop Terbaik

Kriteria:

  1. Harga (C1) – Cost

  2. RAM (C2) – Benefit

  3. Kapasitas SSD (C3) – Benefit

  4. Daya Tahan Baterai (jam) (C4) – Benefit

🧮 Bobot Kriteria:

Kriteria Bobot
Harga (C1) 0.3
RAM (C2) 0.25
SSD (C3) 0.25
Baterai (C4) 0.2
Total 1.0

💻 Alternatif Laptop:

Laptop Harga (juta) RAM (GB) SSD (GB) Baterai (jam)
A 10 16 512 8
B 8 8 256 6
C 12 32 1024 10

Langkah 1: Normalisasi

Kriteria Cost (Harga):

rij=min(x)xijmin(8,10,12)=8r_{ij} = \frac{\min(x)}{x_{ij}} \Rightarrow \min(8, 10, 12) = 8

Kriteria Benefit (RAM, SSD, Baterai):

rij=xijmax(x)r_{ij} = \frac{x_{ij}}{\max(x)}

Matriks Normalisasi:

Laptop C1 (Harga) C2 (RAM) C3 (SSD) C4 (Baterai)
A 8/10 = 0.80 16/32 = 0.50 512/1024 = 0.50 8/10 = 0.80
B 8/8 = 1.00 8/32 = 0.25 256/1024 = 0.25 6/10 = 0.60
C 8/12 = 0.667 32/32 = 1.00 1024/1024 = 1.00 10/10 = 1.00

Langkah 2: Hitung Skor Akhir

Vi=(wjrij)V_i = \sum (w_j \cdot r_{ij})

Laptop A:

VA=(0.30.80)+(0.250.50)+(0.250.50)+(0.20.80)=0.24+0.125+0.125+0.16=0.65V_A = (0.3 \cdot 0.80) + (0.25 \cdot 0.50) + (0.25 \cdot 0.50) + (0.2 \cdot 0.80) = 0.24 + 0.125 + 0.125 + 0.16 = **0.65**

Laptop B:

VB=(0.31.00)+(0.250.25)+(0.250.25)+(0.20.60)=0.30+0.0625+0.0625+0.12=0.545V_B = (0.3 \cdot 1.00) + (0.25 \cdot 0.25) + (0.25 \cdot 0.25) + (0.2 \cdot 0.60) = 0.30 + 0.0625 + 0.0625 + 0.12 = **0.545**

Laptop C:

VC=(0.30.667)+(0.251.00)+(0.251.00)+(0.21.00)=0.2001+0.25+0.25+0.2=0.9001V_C = (0.3 \cdot 0.667) + (0.25 \cdot 1.00) + (0.25 \cdot 1.00) + (0.2 \cdot 1.00) = 0.2001 + 0.25 + 0.25 + 0.2 = **0.9001**

Hasil Akhir (Ranking):

Laptop Skor Akhir
C 0.9001
A 0.65
B 0.545

🏆 Kesimpulan:

Laptop C adalah pilihan terbaik berdasarkan metode Simple Additive Weighting (SAW) karena memiliki skor tertinggi.


Friday, August 15, 2025

SPT rugi = tidak ada, namun disebut dengan Rugi Fiskal yang artinya bukan "merugi" secara pengahsilan neto namun karena adanya koreksi fiskal.

Lapkeu Rugi → SPT Lebih Bayar

Lapkeu Rugi → SPT Nihil

-----------------------------------------

Lapkeu Neto → SPT bisa LB 

Lapkeu Neto → SPT bisa KB

Lapkeu Neto → SPT bisa Nihil

Lapkeu Neto → Rugi Fiskal (karena koreksi fiskal)


Thursday, August 14, 2025

Biaya Gaji Direktur dan Prive : Efisiensi yang akan datang

Sesuai Pasal 9 ayat (1) huruf j UU PPh, biaya yang tak dapat dibiayakan adalah gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham

Untuk efisiensi maka atas gaji Direktur dengan mekanisme prive setiap bulannya agar efisiensi untuk melakukan koreksi koreksi fiskal.

ketentuan di Pasal 9 ayat (1) huruf j UU PPh berlaku umum untuk semua bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak berbadan hukum sesuai kriteria yang disebutkan — termasuk usaha jasa konstruksi — selama bentuk usahanya adalah persekutuan, firma, atau CV yang modalnya tidak terbagi atas saham.
  • Jika usaha jasa konstruksi berbentuk PT → gaji direksi/komisaris bisa dibiayakan sesuai ketentuan.
  • Jika berbentuk CV, firma, atau persekutuan → gaji yang dibayarkan kepada pemilik atau sekutu tetap tidak boleh menjadi biaya, walaupun bekerja aktif dalam proyek konstruksi.
  • Alasannya: anggota dianggap pemilik modal sekaligus penerima laba, sehingga imbalan kerja mereka dianggap bagian dari laba, bukan beban.

1. Gaji untuk Direktur di Usaha Jasa Konstruksi

  • Kalau bentuk usahanya PT (Perseroan Terbatas):

    Gaji yang dibayarkan kepada direktur (yang juga pemegang saham) dapat dibiayakan sepanjang yang bersangkutan statusnya adalah pegawai tetap/organ perusahaan dan masuk dalam penghasilan yang dipotong PPh 21.
    → Jadi tidak perlu koreksi fiskal, karena biaya tersebut deductible menurut Pasal 6 UU PPh, bukan termasuk Pasal 9.

  • Kalau bentuk usahanya Firma, CV, atau persekutuan:
    Sesuai Pasal 9 ayat (1) huruf j UU PPh, gaji yang dibayarkan kepada sekutu atau anggota (termasuk direktur bila dia pemilik modal) tidak dapat menjadi biaya.
    → Maka harus dilakukan koreksi fiskal positif atas gaji yang dibayarkan kepada direktur/pemilik.

2. Konteks Jasa Konstruksi

  • Tidak ada pengecualian khusus untuk sektor jasa konstruksi terkait perlakuan gaji direktur.

  • Yang membedakan hanyalah bentuk badan usahanya.

3. Ringkasnya

  • PT jasa konstruksi → gaji direktur = biaya (deductible), tidak koreksi fiskal.

  • Firma/CV jasa konstruksi → gaji direktur = tidak boleh dibiayakan, wajib koreksi fiskal positif.

Wednesday, August 13, 2025

Das Sein and Das Solen Amplop : konsepnya adalah no regret.

Das Sein : selisih lebih amplop kondangan

Das Solen : kondangan adalah niat bersykur berbagi kebahagian maka tidak ada asas timbal balik

Das Sein : selisih lebih amplop kondangan

Das Solen : kondangan adalah niat bersykur berbagi kebahagian maka tidak ada asas timbal balik.

1. Das Sein (fakta empiriknya)

Fenomena yang terjadi adalah selisih lebih amplop kondangan — artinya jumlah uang yang diterima dari tamu undangan pada acara pernikahan atau hajatan lebih besar dari jumlah uang yang pernah diberikan  di acara serupa sebelumnya. Ini murni observasi keadaan apa adanya, tanpa penilaian norma.

2. Das Sollen (norma yang seharusnya)

Secara etika sosial, kondangan dianggap niat bersyukur dan berbagi kebahagiaan, bukan transaksi ekonomi. Jadi tidak ada asas timbal balik yang mengharuskan jumlah amplop harus setara dengan yang pernah diberikan. Das Sollen ini merefleksikan nilai moral dan budaya — bahwa kondangan adalah bentuk dukungan, doa, dan silaturahmi, bukan hitung-hitungan untung-rugi.

Kalaupun dihitung untuk hitungan efisiensi. Kelebihan merupakan ekspektasi yang tidak diharapkan atas rasa syukur.

Jadi itu adalah konsepnya adalah no regret.

Monday, August 11, 2025

Normalisasi dan Bobot

Hitungan Bobot dan Nilai berbobot secara manual dari data 20 pegawai
Langkah Perhitungan:
1.  Menentukan Bobot
  • Misal bobot diambil secara proporsional dari total target semua pegawai (bisa juga dari kriteria lain). 
  •  Rumus : Bobot=Target Pegawai/Total Target Semua Pegawai\
  •  Nilai Berbobot=Normalisasi×Bobot
  • Total bobot akan = 1,000000.
2.  Menghitung Nilai Berbobot :  Rumus: Normalisasi = Aktual ÷ Target.

Pegawai

Target

Aktual

Normalisasi

Bobot (6 desimal)

Nilai Berbobot (6 desimal)

P1

223

160

0.717040

0.058906

0.042231

P2

123

100

0.813008

0.045603

0.037025

P3

184

194

1.054348

0.062151

0.065460

P4

152

141

0.927632

0.055317

0.051283

P5

281

263

0.935946

0.050673

0.047445

P6

248

233

0.939516

0.060170

0.056560

P7

136

123

0.904412

0.067973

0.061470

P8

239

215

0.899580

0.046960

0.042264

P9

226

249

1.101770

0.058082

0.064027

P10

101

84

0.831683

0.050059

0.041649

P11

90

80

0.888889

0.052041

0.046254

P12

221

236

1.067873

0.065291

0.069643

P13

128

107

0.835938

0.043003

0.035942

P14

176

187

1.062500

0.067217

0.071440

P15

110

95

0.863636

0.043849

0.037873

P16

188

207

1.101064

0.063221

0.069183

P17

160

153

0.956250

0.048938

0.046755

P18

276

244

0.884058

0.048106

0.042512

P19

142

115

0.809859

0.055623

0.045052

P20

174

162

0.931034

0.055457

0.051637


3. Kontribusi (%) dan contoh 2 hitungan manual 
Tabel dengan Kontribusi (%)

Pegawai

Target

Aktual

Normalisasi

Bobot (6 desimal)

Nilai Berbobot (6 desimal)

Kontribusi (%)

P1

223

160

0.717040

0.058906

0.042231

4.22%

P2

123

100

0.813008

0.045603

0.037025

3.70%

P3

184

194

1.054348

0.062151

0.065460

6.55%

P4

152

141

0.927632

0.055317

0.051283

5.13%

P5

281

263

0.935946

0.050673

0.047445

4.74%

...

...

...

...

...

...

...

P20

174

162

0.931034

0.055457

0.051637

5.16%

Kontribusi (%) = Nilai Berbobot × 100
Contoh Hitungan Manual
Kita ambil P1 dan P3:
Data P1  
1.            Normalisasi :  160/223=0.717040
2.            Bobot :  Total target semua pegawai = 3783 adalah 223/3783=0.058906
3.            Nilai Berbobot : 0.71/7040×0.058906=0.042231
4.            Kontribusi (%) : 0.042231×100=4.22%
Data P3 
1.            Normalisasi = 194/184=1.054348
2.            Bobot = 184/3783=0.062151
3.            Nilai Berbobot = 1.054348×0.062151=0.065460
4.            Kontribusi (%) = 0.065460×100=6.55%
 

Pengkhianatan dan Bahaya itu adalah...

Siapa yang berbahaya itu?. Bukan orang kritis terhadapmu dan baik perilakunya setidaknya ilmiahnya namun orang yang menusuk dari belakang ya...