:::Catatannya The Echo:::

Monday, December 02, 2024

Penyajian analisa kualitatif dengan gambar, grafik dan chart bagaimana visualisasinya? itu menurut teorinya siapa?.

Penyajian analisis kualitatif menggunakan gambar, grafik, dan chart dalam konteks visualisasi data merupakan teknik yang menggabungkan pemahaman mendalam terhadap fenomena kualitatif dengan representasi visual yang memudahkan pemahaman dan penyampaian informasi. Dalam teori, visualisasi seperti ini sering diterapkan untuk mendukung analisis tematik, interpretasi naratif, atau pengorganisasian data yang lebih kompleks dalam penelitian kualitatif.

Berikut adalah beberapa teori dan konsep yang mendasari penggunaan gambar, grafik, dan chart dalam analisis kualitatif:

1. Teori Visualisasi Data oleh Edward Tufte

Edward Tufte adalah seorang ahli yang dikenal dengan kontribusinya dalam bidang visualisasi data, terutama dalam kualifikasi bagaimana data harus disajikan secara jelas dan efektif. Dalam karyanya yang terkenal, "The Visual Display of Quantitative Information" (1983), Tufte menekankan pentingnya klaritas visual dan penghindaran distorsi dalam presentasi data. Meskipun Tufte lebih dikenal dalam konteks data kuantitatif, prinsip-prinsip visualisasi yang ia tetapkan dapat diterapkan dalam konteks kualitatif, khususnya dalam hal pemilihan bentuk visual yang tepat untuk mengungkapkan tema atau kategori data kualitatif.

Konsep Utama Tufte:

  • Minimalisme: Tufte mengutamakan desain yang sederhana namun efektif, di mana grafik atau diagram hanya memuat elemen yang benar-benar relevan dan menghindari elemen yang tidak perlu.
  • Data-Ink Ratio: Meningkatkan rasio ink (pen) yang digunakan untuk data yang relevan, dan mengurangi elemen yang mengganggu visualisasi.

Aplikasi dalam Analisis Kualitatif:
Menerapkan prinsip-prinsip ini dalam analisis kualitatif, Anda dapat menggunakan visualisasi seperti word cloud, theme maps, atau network diagrams dengan desain yang jelas dan efisien untuk menunjukkan tema-tema yang muncul dari wawancara atau data teks.


2. Teori Analisis Tematik oleh Braun dan Clarke (2006)

Victoria Braun dan Victoria Clarke mengembangkan pendekatan dalam analisis tematik yang menjadi dasar bagi banyak studi kualitatif. Dalam karya mereka, "Using thematic analysis in psychology" (2006), mereka menyarankan proses identifikasi, analisis, dan pelaporan tema-tema yang muncul dalam data kualitatif. Meskipun mereka tidak secara eksplisit mengembangkan teknik visualisasi, namun banyak praktik visualisasi yang dapat diterapkan dalam mengorganisasi hasil analisis tematik.

Konsep Utama Braun dan Clarke:

  • Identifikasi Tema: Temuan-temuan dalam data kualitatif diorganisir ke dalam tema atau kategori.
  • Penggunaan Visualisasi: Tema-tema ini dapat divisualisasikan menggunakan teknik seperti theme maps, conceptual diagrams, atau network analysis untuk menunjukkan hubungan antar tema.

Aplikasi dalam Analisis Kualitatif:
Anda bisa membuat theme network diagram yang menggambarkan hubungan antar tema atau sub-tema yang ditemukan dalam wawancara, dan menyajikan grafik batang atau pie chart untuk menunjukkan frekuensi atau distribusi tema yang muncul.


3. Teori Interpretasi Visual oleh Paul Duro (2011)

Paul Duro, dalam karyanya "The Interpretation of Visual Data", membahas bagaimana gambar dan visual dapat digunakan sebagai data dalam penelitian kualitatif. Duro mengusulkan agar gambar, diagram, atau grafik bukan hanya digunakan untuk menyederhanakan data kuantitatif tetapi juga untuk menambah kedalaman dan makna dalam data kualitatif.

Konsep Utama Duro:

  • Visual sebagai Data: Gambar dan grafik dapat berfungsi sebagai representasi dari makna atau narrative yang lebih dalam, bukan hanya statistik atau angka.
  • Analisis Visual: Penelitian kualitatif bisa mendapatkan manfaat dari penggunaan gambar dan grafik untuk menggali makna, konteks, dan interpretasi dari data.

Aplikasi dalam Analisis Kualitatif:
Dalam konteks analisis kualitatif, ini bisa melibatkan penggunaan mind maps, flowcharts, atau network diagrams yang menggambarkan dinamika antar konsep atau tema dalam data kualitatif, serta bagaimana mereka saling terhubung dan berkembang.


4. Teori Analisis Jaringan Sosial oleh Wasserman dan Faust (1994)

Wasserman dan Faust dalam buku mereka "Social Network Analysis: Methods and Applications" (1994) mengembangkan teori mengenai analisis jaringan sosial (SNA), yang sangat berguna untuk menganalisis hubungan antar elemen dalam data kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, teori ini dapat digunakan untuk menggambarkan hubungan atau interaksi antar tema atau kategori yang ditemukan dalam wawancara, diskusi kelompok, atau teks lainnya.

Konsep Utama Wasserman dan Faust:

  • Jaringan Relasional: Analisis data kualitatif dapat diperkaya dengan menggambarkan hubungan antar elemen atau tema dalam jaringan yang saling terhubung.
  • Visualisasi Jaringan: Diagram jaringan, seperti network maps atau node-link diagrams, dapat digunakan untuk menunjukkan bagaimana tema-tema atau kategori yang berbeda saling terhubung.

Aplikasi dalam Analisis Kualitatif:
Anda dapat membuat conceptual network diagrams untuk menggambarkan hubungan antara tema utama atau sub-tema dalam hasil wawancara. Ini bisa memperlihatkan bagaimana satu tema saling berinteraksi dengan yang lainnya.


5. Teori Konstruksi Makna oleh Charmaz (2006)

Kathy Charmaz adalah tokoh penting dalam pendekatan Grounded Theory yang menekankan bagaimana makna dibangun dari data kualitatif secara induktif. Dalam Grounded Theory (terutama dalam edisi revisinya, 2006), dia mengemukakan pentingnya penafsiran data melalui proses analisis yang sistematis. Visualisasi dapat digunakan untuk menyusun konsep-konsep yang muncul dalam penelitian dan menggambarkan hubungan antara kategori dan sub-kategori.

Konsep Utama Charmaz:

  • Konstruksi Makna: Data kualitatif tidak hanya dianalisis untuk menemukan tema, tetapi juga untuk memahami bagaimana makna dibangun dari interaksi dan persepsi individu.
  • Diagram Konseptual: Untuk menunjukkan bagaimana kategori atau konsep berinteraksi, diagram konseptual atau flow diagrams dapat digunakan.

Aplikasi dalam Analisis Kualitatif:
Diagram atau chart bisa digunakan untuk menggambarkan alur konstruksi makna yang dihasilkan dari analisis wawancara atau observasi, serta untuk menggambarkan hubungan antara kategori yang ditemukan dalam proses pengkodean data.


Kesimpulan:

Teori-teori utama yang menjadi dasar untuk visualisasi analisis kualitatif ini berasal dari berbagai bidang seperti visualisasi data, analisis tematik, analisis jaringan sosial, dan Grounded Theory. Konsep-konsep ini memberikan panduan tentang bagaimana gambar, grafik, dan chart dapat digunakan untuk menyajikan temuan-temuan dari data kualitatif dalam bentuk yang lebih mudah dipahami. Teknik-teknik visualisasi yang digunakan dalam analisis kualitatif tidak hanya membantu dalam menyusun data tetapi juga memperjelas hubungan dan pola dalam data yang tidak terstruktur.

Jadi, meskipun tidak ada satu teori yang secara eksplisit mengatur visualisasi dalam analisis kualitatif, penggunaan visualisasi yang baik didasarkan pada prinsip-prinsip yang dijelaskan oleh tokoh-tokoh seperti Edward Tufte, Braun dan Clarke, Paul Duro, dan Wasserman dan Faust, yang masing-masing berfokus pada cara data (baik kuantitatif maupun kualitatif) dapat disajikan secara visual agar lebih mudah dipahami dan dianalisis.

Sunday, December 01, 2024

Ketentuan Peralihan : Waktu, Dokumen dan Kewenangan

 Ingat Periodisasi Dokumen negara daei tahun 2002 sampai dengan tahun 2010.....apakah sesuai Pasal 17 UUD 1945 dan amandemen keempat?.

Remember....



 
https://www.linkedin.com/posts/eko-susilo-2755a1118_peralihan-soal-dokumen-dan-produk-lainnya-ugcPost-7024054580808212481-AV19?utm_source=social_share_video_v2&utm_medium=android_app&utm_campaign=copy_link



Tentu, mari kita bahas lebih lanjut tentang ketentuan pelestarian, khususnya yang berkaitan dengan waktu, dokumen, dan kewenangan.

Ketentuan Peralihan: Jembatan Menuju Sistem Baru

Ketentuan pelestarian adalah aturan khusus yang mengatur masa transisi dari suatu sistem hukum atau pemerintahan ke sistem yang baru. Aturan ini sangat penting karena berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan masa lalu dengan masa depan, memastikan kelancaran proses pelestarian, dan memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat.

Aspek-Aspek Penting dalam Kondisi Peralihan

 * Waktu:

   * Periode Transisi : Menentukan jangka waktu berlakunya ketentuan pelestarian. Periode ini bisa singkat atau panjang, tergantung pada kompleksitas perubahan yang dilakukan.

   * Titik Awal dan Akhir : Menentukan kapan ketentuan pelestarian mulai berlaku dan kapan berakhir.

   * Penyesuaian: adanya penyesuaian terhadap jangka waktu yang telah ditetapkan, jika diperlukan.

 * Dokumen:

   * Validitas Dokumen Lama: Menentukan status legalitas dokumen-dokumen yang dibuat sebelum berlakunya aturan baru.

   * Proses Adaptasi: mengatur bagaimana dokumen-dokumen lama dapat disesuaikan agar sesuai dengan aturan baru.

   * Dokumen Baru: Menetapkan format dan persyaratan untuk pembuatan dokumen-dokumen baru.

 * Kewenangan:

   * Pembagian Kewenangan: Mengatur pembagian kewenangan antara lembaga negara lama dan lembaga negara baru selama masa transisi.

   * Penyesuaian Tugas dan Fungsi: Menentukan tugas dan fungsi baru bagi lembaga negara yang ada, atau membentuk lembaga negara baru.

   * Proses Pengalihan Aset: mengatur proses pengalihan aset dan kewajiban dari lembaga negara lama ke lembaga negara baru.

Contoh Penerapan Ketentuan Peralihan

 *Perubahan Undang-Undang: Ketika sebuah undang-undang baru disetujui, seringkali terdapat ketentuan-ketentuan yang mengatur bagaimana aturan lama dan baru diterapkan secara bersamaan selama jangka waktu tertentu. Misalnya, aturan pelestarian dapat mengatur bagaimana perizinan yang sudah diterbitkan berdasarkan undang-undang lama tetap berlaku, atau bagaimana penyelesaian yang diselesaikan berjalan berdasarkan undang-undang yang berlaku.

 *Pembentukan Pemerintahan Baru: setelah terjadi perubahan rezim, ketentuan-ketentuan pemeliharaan akan mengatur bagaimana kekuasaan dialihkan dari pemerintah lama ke pemerintah baru, bagaimana anggota kabinet diangkat, dan bagaimana lembaga-lembaga negara diorganisasi ulang.

Pentingnya Ketentuan Peralihan yang Baik

Ketentuan pelestarian yang baik memiliki beberapa manfaat, antara lain:

 * Menghindari Kekosongan Hukum: menolak tidak ada batasan hukum selama masa transisi.

 * Memberikan Kepastian Hukum: Memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang berkepentingan.

 * Meminimalkan Konflik: Mencegah terjadinya konflik akibat hukum.

 * Memudahkan Proses Transisi: Memudahkan proses transisi dari satu sistem ke sistem yang lain.

Kesimpulan

Ketentuan pelestarian merupakan bagian yang sangat penting dalam setiap proses perubahan hukum atau pemerintahan. Dengan merencanakan ketentuan pelestarian yang baik, kita dapat memastikan bahwa proses transisi berjalan lancar dan tidak menimbulkan masalah baru.


Vergeven

 Penggunaan Cap Kementerian dalam Dokumen Negara

Pertanyaan mengenai kesalahan penggunaan cap kementerian dalam dokumen negara merupakan pertanyaan yang menarik. Untuk menjawabnya secara tepat, perlu kita lihat dari beberapa sudut pandang:

1. Fungsi Cap Kementerian:

 * Otentikasi: Cap kementerian berfungsi sebagai tanda pengesahan atau autentikasi bahwa dokumen tersebut dikeluarkan oleh lembaga negara yang bersangkutan.

 * Identitas: Cap juga menunjukkan identitas lembaga negara yang mengeluarkan dokumen tersebut.

 * Kewenangan: Penggunaan cap menunjukkan bahwa pejabat yang menandatangani dokumen tersebut memiliki kewenangan untuk mengeluarkan dokumen tersebut atas nama lembaga negara.

2. Kesalahan Penggunaan Cap:

Kesalahan penggunaan cap kementerian dapat terjadi dalam berbagai bentuk, antara lain:

 * Penyalahgunaan: Penggunaan cap untuk memalsukan dokumen atau untuk tujuan yang tidak sah.

 * Kesalahan teknis: Kesalahan dalam pembuatan cap, seperti kesalahan penulisan nama lembaga atau jabatan.

 * Penggunaan cap yang tidak sesuai dengan prosedur: Penggunaan cap di luar kewenangan atau tanpa persetujuan yang sah.

3. Implikasi Hukum:

Penggunaan cap kementerian yang keliru dapat menimbulkan berbagai implikasi hukum, seperti:

 * Tindak pidana pemalsuan dokumen: Bagi pihak yang dengan sengaja memalsukan atau menggunakan cap palsu.

 * Pelanggaran disiplin PNS: Bagi pegawai negeri yang menyalahgunakan wewenang dalam penggunaan cap.

 * Batilnya suatu tindakan hukum: Dokumen yang menggunakan cap palsu atau tidak sah dapat dinyatakan batal secara hukum.

4. Pencegahan Kesalahan Penggunaan Cap:

Untuk mencegah kesalahan penggunaan cap, perlu dilakukan beberapa upaya, antara lain:

 * Pengamanan cap: Cap harus disimpan di tempat yang aman dan hanya dapat diakses oleh orang yang berwenang.

 * Prosedur penggunaan cap yang jelas: Penetapan prosedur yang jelas mengenai penggunaan cap, termasuk siapa yang berwenang menggunakan cap dan untuk tujuan apa.

 * Pengawasan penggunaan cap: Melakukan pengawasan secara berkala terhadap penggunaan cap.

 * Sanksi yang tegas: Penetapan sanksi yang tegas bagi pihak yang melanggar aturan penggunaan cap.

Kesimpulan:

Penggunaan cap kementerian merupakan hal yang sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Kesalahan dalam penggunaan cap dapat berdampak serius, baik bagi individu maupun bagi negara. Oleh karena itu, perlu adanya upaya yang serius untuk mencegah terjadinya kesalahan penggunaan cap.

Apakah Anda ingin mengetahui lebih lanjut mengenai aspek hukum terkait penggunaan cap kementerian atau contoh kasus penggunaan cap yang keliru?

Catatan: Informasi di atas bersifat umum dan dapat berbeda tergantung pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di masing-masing negara atau lembaga.

Kata kunci: cap kementerian, dokumen negara, kesalahan administratif, tindak pidana, pemalsuan dokumen, autentikasi.


Implikasi : dokumen

 Tentu, mari kita bahas lebih lanjut tentang penerapan prinsip substansi over form dalam kasus ijazah atau dokumen surat keputusan yang salah.

Prinsip Substance over form dan Dokumen Keliru

Prinsip substansi atas bentuk dalam konteks administrasi publik menekankan pada esensi atau tujuan dari suatu tindakan atau dokumen, bukan hanya pada bentuk formalnya. Ketika kita berbicara tentang ijazah atau surat keputusan yang salah, prinsip ini dapat diterapkan dalam beberapa situasi.

Kapan Prinsip Substance over Form Berlaku dalam Kasus Ijazah atau Surat Keputusan Keliru?

 * Kesalahan Administratif Minor: Jika kesalahan dalam ijazah atau surat keputusan hanya bersifat administratif dan tidak mengubah substansi hak atau kewajiban seseorang, maka prinsip substansi over form dapat diterapkan. Misalnya, kesalahan penulisan nama tengah atau tanggal lahir yang tidak mengubah identitas seseorang secara signifikan.

 * Kesalahan yang Dapat Dibetulkan: Jika kesalahan dalam dokumen dapat dengan mudah dibetulkan melalui prosedur yang ada, maka prinsip ini dapat menjadi dasar untuk mempercepat proses pembetulan tanpa harus membuat dokumen baru secara keseluruhan.

 * Situasi Darurat: Dalam situasi darurat, seperti bencana alam atau konflik, pemerintah dapat mengeluarkan dokumen sementara atau surat keterangan yang tidak sesuai dengan format resmi, asalkan dokumen tersebut dapat membuktikan identitas atau status seseorang.

Syarat Penerapan

 * Tidak Merugikan Pihak Lain: Pembetulan atau penerimaan dokumen yang salah tidak boleh merugikan pihak ketiga.

 * Terdapat Bukti yang Cukup: Harus ada bukti yang cukup untuk menunjukkan bahwa kesalahan tersebut bersifat administratif dan tidak disengaja.

 * Tidak Melanggar Peraturan: Pembetulan atau penerimaan dokumen harus sesuai dengan peraturan-undangan yang berlaku.

Contoh Kasus

 * Ijazah : Seorang lulusan salah mengeja nama perguruan tinggi dalam ijazahnya. Jika kesalahan ini tidak mengubah status akademiknya, maka perguruan tinggi dapat mengeluarkan surat keterangan untuk mengkonfirmasi bahwa yang bersangkutan memang merupakan lulusan dari perguruan tinggi tersebut.

 * Surat Keputusan: Terdapat kesalahan dalam penulisan nomor surat keputusan perekrutan pegawai negeri sipil. Jika kesalahan ini tidak mempengaruhi status kepegawaian seseorang, maka dapat dilakukan pembetulan administrasi.

Mengapa Prinsip Ini Penting?

 * Efisiensi: Prinsip ini dapat mempercepat proses administrasi dan mengurangi penyesuaian.

 * Keadilan: Prinsip ini mencegah seseorang dirugikan karena kesalahan administratif yang tidak disengaja.

 * Fleksibilitas: Prinsip ini memberikan kenyamanan dalam menghadapi situasi yang tidak terduga.

Namun, perlu diingat bahwa:

 * Kesalahan Materil: Kesalahan yang bersifat material atau substansial, seperti kesalahan dalam menentukan kualifikasi atau jabatan seseorang, tidak dapat dibenarkan dengan prinsip substansi di atas bentuk.

 * Penyalahgunaan: Prinsip ini tidak boleh disalahgunakan untuk memalsukan dokumen atau menghindari tanggung jawab hukum.

Kesimpulan

Prinsip substance over form dalam konteks ijazah atau surat keputusan bertujuan untuk memberikan solusi yang pragmatis dan adil terhadap kesalahan-kesalahan administratif. Penerapan prinsip ini harus dilakukan dengan hati-hati dan mempertimbangkan kepentingan semua pihak yang terkait.

Apakah Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut mengenai topik ini?

Anda mungkin tertarik untuk mengetahui:

 * Perbedaan antara kesalahan administratif dan kesalahan material dalam dokumen.

 * Prosedur pembetulan dokumen yang keliru di Indonesia.

 * Implikasi hukum dari penggunaan dokumen yang keliru.


Tentu, mari kita bedah perbedaan antara kesalahan administratif dan kesalahan material dalam dokumen ijazah, serta bagaimana cara membetulkannya dan implikasi hukumnya.

Perbedaan Kesalahan Administratif dan Kesalahan Material dalam Ijazah

 * Kesalahan Administratif:

   * Kesalahan kecil yang tidak mengubah substansi atau isi utama ijazah.

   * Contoh: kesalahan penulisan nama, tanggal lahir, atau gelar, kesalahan pengetikan nomor seri ijazah.

   * Tidak mempengaruhi keabsahan ijazah secara keseluruhan.

 * Kesalahan Material:

   * Kesalahan yang mengubah substansi atau isi utama ijazah.

   * Contoh: kesalahan dalam penulisan nama perguruan tinggi, jurusan, atau nilai akhir yang dapat mempengaruhi kelulusan.

   * Dapat meragukan keabsahan ijazah dan berdampak pada pengakuan terhadap kualifikasi akademik seseorang.

Pembetulan Dokumen yang Keliru

Prosedur pembetulan dokumen yang keliru umumnya melibatkan:

 * Permohonan Pembetulan:

   * Pemilik ijazah mengajukan permohonan secara tertulis kepada lembaga penerbit ijazah (universitas/sekolah).

   * Permohonan harus disertai dengan bukti-bukti yang mendukung, seperti akta kelahiran atau kartu identitas.

 * Verifikasi:

   * Lembaga penerbit akan melakukan verifikasi terhadap data yang ada dan membandingkannya dengan data asli.

 * Penerbitan Surat Keterangan Pembetulan:

   * Jika kesalahan terbukti bersifat administratif, lembaga penerbit akan mengeluarkan surat keterangan pembetulan yang menyatakan bahwa data yang benar adalah sesuai dengan yang tercantum dalam surat keterangan tersebut.

   * Surat keterangan ini kemudian dapat digunakan sebagai pengganti ijazah yang keliru untuk keperluan tertentu.

 * Penerbitan Ijazah Baru (jika diperlukan):

   * Dalam beberapa kasus, terutama untuk kesalahan material yang signifikan, lembaga penerbit mungkin akan mengeluarkan ijazah baru dengan data yang telah diperbaiki.

Implikasi Hukum Penggunaan Dokumen yang Keliru

 * Tindak Pidana Pemalsuan Dokumen: Jika seseorang sengaja memalsukan atau mengubah isi dokumen ijazah, maka dapat dikenai sanksi pidana pemalsuan dokumen.

 * Pelanggaran Sumpah Jabatan: Bagi pejabat yang bertanggung jawab atas penerbitan ijazah, kesalahan material yang disengaja dapat dianggap sebagai pelanggaran sumpah jabatan.

 * Kehilangan Kepercayaan: Penggunaan dokumen yang keliru dapat mengakibatkan hilangnya kepercayaan terhadap seseorang, terutama dalam konteks pekerjaan atau pendidikan.

 * Pembatalan Hasil Seleksi: Dalam proses seleksi pekerjaan atau pendidikan, penggunaan dokumen yang keliru dapat menyebabkan pembatalan hasil seleksi.

Penting untuk diingat:

 * Segera Lakukan Pembetulan: Semakin cepat kesalahan ditemukan dan diperbaiki, semakin baik.

 * Konsultasikan dengan Lembaga Penerbit: Tanyakan prosedur pembetulan yang berlaku di lembaga penerbit ijazah Anda.

 * Simpan Bukti: Simpan semua dokumen yang terkait dengan proses pembetulan sebagai bukti.

Kesimpulan

Kesalahan dalam dokumen ijazah dapat menimbulkan berbagai masalah, baik secara administratif maupun hukum. Oleh karena itu, penting untuk memahami perbedaan antara kesalahan administratif dan kesalahan material, serta prosedur pembetulan yang tepat. Dengan demikian, Anda dapat menghindari masalah yang tidak diinginkan di kemudian hari.

Apakah Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut mengenai topik ini?

Anda mungkin tertarik untuk mengetahui:

 * Bagaimana cara membuktikan bahwa kesalahan dalam ijazah bersifat administratif?

 * Apa saja dokumen yang diperlukan untuk mengajukan permohonan pembetulan ijazah?

 * Apa saja sanksi yang dapat diberikan kepada lembaga penerbit ijazah jika ditemukan kesalahan dalam penerbitan ijazah?



Saturday, November 30, 2024

Matland dan NPM

contoh kasus nyata dari ambiguitas dan konflik terkait teori matland dalam administrasi publik, khususnya dalam konteks perubahan nomenklatur dalam New Public Management (NPM)

Ambiguitas dan Konflik dalam Administrasi Dokumen terkait Perubahan Nomenklatur

Perubahan tata nama dalam suatu organisasi, terutama dalam sektor publik, seringkali memicu berbagai permasalahan, termasuk ambiguitas dan konflik dalam pengelolaan dokumen. Berikut beberapa contoh kasus nyata:

1. Ambiguitas dalam Penentuan Dokumen Arsip

 * Kasus: Setelah perubahan nomenklatur, tidak jelas dokumen mana yang harus diarsipkan dan berapa lama masa retensi yang berlaku. Akibatnya, banyak dokumen penting yang terabaikan atau justru dibuang karena dianggap tidak relevan.

 *Penyebab: Kurangnya panduan yang jelas mengenai kriteria penentuan dokumen arsip setelah perubahan nomenklatur.

2. Konflik dalam Akses Dokumen

 * Kasus: Perubahan nomenklatur menyebabkan perubahan struktur organisasi. Akibatnya terjadilah mengenai siapa saja yang berhak mengakses dokumen tertentu, terutama dokumen yang sebelumnya dikelola oleh unit kerja yang telah dibubarkan atau digabung.

 *Penyebab: Kurangnya kejelasan dalam pembagian tanggung jawab dan akses terhadap dokumen setelah perubahan struktur organisasi.

3. Ambiguitas dalam Format Dokumen

 * Kasus: Setelah perubahan nomenklatur, tidak ada kesepakatan mengenai format dokumen yang harus digunakan. Beberapa unit kerja masih menggunakan format lama, sementara unit kerja lainnya telah beralih ke format baru.

 *Penyebab: Kurangnya standarisasi format dokumen setelah perubahan nomenklatur.

4. Konflik dalam Interpretasi Peraturan

 * Kasus: Perubahan nomenklatur memicu perbedaan penafsiran terhadap peraturan yang berlaku, terutama terkait kewenangan dan tanggung jawab masing-masing unit kerja.

 * Penyebab: Kurangnya sosialisasi dan pelatihan mengenai peraturan baru yang terkait dengan perubahan nomenklatur.

5. Contoh Kasus Nyata (Hipotesis)

 *Perubahan Nomenklatur di Kementerian Pendidikan Nssional:

   * Ambiguitas: Setelah perubahan nomenklatur dari "Departemen" menjadi "Kementerian", baik terjadi pemekaran maupun pembentukan baru, terjadi kebingungan mengenai kewenangan dan tanggung jawab masing-masing direktorat, terutama dalam hal pengelolaan data siswa dan kurikulum.

   *Konflik: Unit kerja yang sebelumnya bertanggung jawab atas data siswa merasa bahwa kewenangan mereka telah berkurang, sehingga terjadi konflik dalam pengelolaan data.

Faktor-faktor Penyebab

 * Kurangnya Perencanaan: Perubahan nomenklatur seringkali dilakukan tanpa perencanaan yang matang, terutama terkait dengan pengelolaan dokumen.

 *Komunikasi yang Tidak Efektif: Kurangnya komunikasi yang jelas antara puncak manajemen dan pegawai mengenai perubahan nomenklatur dan dampaknya terhadap pengelolaan dokumen.

 * Resistensi terhadap Perubahan: Beberapa pegawai mungkin merasa tidak nyaman dengan perubahan dan menolak untuk mengikuti prosedur baru.

 * Sistem Informasi yang Tidak Mendukung: Sistem informasi yang tidak dapat mengakomodasi perubahan nomenklatur dapat memperparah masalah.

Solusi

 * Perencanaan yang Matang: Melakukan perencanaan yang matang sebelum melakukan perubahan nomenklatur, termasuk menyusun pedoman pengelolaan dokumen yang baru.

 * Komunikasi yang Efektif: Melakukan sosialisasi dan pelatihan kepada seluruh pegawai mengenai perubahan nomenklatur dan dampaknya terhadap pekerjaan mereka.

 * Standarisasi Prosedur: Menetapkan standar prosedur yang jelas untuk pengelolaan dokumen setelah perubahan nomenklatur.

 * Pengembangan Sistem Informasi: Memastikan bahwa sistem informasi yang digunakan dapat mendukung perubahan nomenklatur.

Kesimpulan

Perubahan nomenklatur dalam administrasi publik dapat memicu berbagai masalah, termasuk ambiguitas dan konflik dalam pengelolaan dokumen. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan perencanaan yang matang, komunikasi yang efektif, dan dukungan dari seluruh pihak yang terlibat.

Apakah Anda ingin membahas lebih lanjut tentang topik ini? Misalnya, Anda bisa bertanya tentang:

 * Studi kasus lebih spesifik dari lembaga pemerintah tertentu

 * Solusi teknologi untuk mengatasi masalah administrasi dokumen setelah perubahan nomenklatur

 * Dampak jangka panjang dari ambiguitas dan konflik dalam administrasi dokumen.


NPM dengan Ambiguitas dan Konflik Matland

Contoh kasus nyata dari ambiguitas dan konflik dalam administrasi dokumen akibat perubahan nomenklatur dalam konteks New Public Management (NPM):

Contoh Kasus Ambiguitas

 * Perubahan Nama Jabatan:

   * Kasus: Sebuah lembaga pemerintah mengubah nomenklatur jabatan dari "Kepala Bagian" menjadi "Manajer Divisi". Namun, tidak ada pedoman yang jelas mengenai perubahan tugas dan tanggung jawab yang terkait dengan perubahan nomenklatur ini.

   * Ambiguitas: Ketidakjelasan ini menyebabkan kebingungan antara para pegawai mengenai tugas dan wewenang mereka, serta dapat menghambat koordinasi kerja.

 * Perubahan Nama Dokumen:

   * Kasus: Sebuah organisasi yang mengubah nama dokumen "Laporan Bulanan" menjadi "Laporan Kinerja Bulanan". Namun, tidak ada penjelasan yang rinci mengenai perubahan isi dan format laporan tersebut.

   * Ambiguitas: Ketidakjelasan ini dapat menyebabkan kesalahan dalam penyusunan laporan dan kesulitan dalam melakukan analisis data.

 * Perubahan Sistem Pengarsipan:

   * Kasus: Sebuah lembaga pemerintah mengadopsi sistem pengarsipan elektronik yang baru, namun tidak semua pegawai memahami cara menggunakan sistem tersebut.

   * Ambiguitas: Ketidakpahaman ini dapat menyebabkan kesalahan dalam pengarsipan dokumen dan kesulitan dalam menemukan dokumen yang dibutuhkan.

Contoh Kasus Konflik

 * Konflik antara Sistem Lama dan Baru:

   * Kasus: Sebuah organisasi masih menggunakan sistem pengarsipan manual secara paralel dengan sistem elektronik yang baru. Hal ini menyebabkan duplikasi data dan kesulitan dalam mengelola dokumen.

   * Konflik: Konflik ini dapat menimbulkan inefisiensi dan meningkatkan risiko kehilangan data.

 * Konflik antara Unit Kerja:

   * Kasus: Perubahan nomenklatur menyebabkan perubahan dalam pembagian tugas dan tanggung jawab antar unit kerja. Namun, tidak semua unit kerja menyetujui perubahan tersebut, sehingga terjadi konflik kepentingan.

   * Konflik: Konflik ini dapat menghambat kerjasama antar unit kerja dan menghambat tercapainya tujuan organisasi.

 * Konflik antara Kebijakan Pusat dan Daerah:

   * Kasus: Pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan baru mengenai nomenklatur jabatan, namun pemerintah daerah mengalami kesulitan dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut karena kondisi lokal yang berbeda-beda.

   * Konflik: Konflik ini dapat menyebabkan ketidaksesuaian antara kebijakan pusat dan kebutuhan daerah.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ambiguitas dan Konflik

 * Kurangnya Komunikasi: Komunikasi yang tidak efektif antara manajemen dan pegawai mengenai perubahan nomenklatur.

 *Pelatihan yang Tidak Memadai: Pegawai tidak memberikan pelatihan yang cukup untuk memahami dan menerapkan perubahan.

 * Resistensi terhadap Perubahan: Beberapa pegawai mungkin merasa tidak nyaman dengan perubahan dan menolak menerima perubahan tersebut.

 * Sistem Informasi yang Tidak Terintegrasi: Perubahan nomenklatur dapat mengganggu integrasi sistem informasi yang sudah ada.

Implikasi bagi Praktik Administrasi Dokumen

 *Komunikasi yang Efektif: Manajemen perlu berkomunikasi secara terbuka dan transparan mengenai alasan dan tujuan perubahan nomenklatur.

 * Pelatihan yang Komprehensif: Memberikan pelatihan yang komprehensif kepada semua pegawai yang terlibat dalam proses perubahan.

 * Transisi yang Bertahap: Melakukan perubahan secara bertahap untuk mengurangi dampak negatif terhadap kinerja organisasi.

 *Evaluasi Berkala: Melakukan evaluasi secara berkala terhadap dampak perubahan nomenklatur dan melakukan penyesuaian jika diperlukan.

Kesimpulan

Perubahan nomenklatur dalam konteks NPM dapat menimbulkan ambiguitas dan konflik dalam administrasi dokumen. Dengan memahami akar penyebab masalah dan menerapkan solusi yang tepat, organisasi dapat meminimalkan dampak negatif dari perubahan tersebut dan meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan dokumen.




Wednesday, November 27, 2024

2 Penyajian Rasio Keuangan : Tujuan Komersial dan Tujuan Fiskal


 2 Penyajian Rasio Keuangan : Tujuan Komersial dan Tujuan Fiskal.

Karena ada koreksi fiskal positif dan koreksi fiskal negatif, tentu akan memberikan hasil berbeda.

Laporan keuangan komersial yang lebih sering digunakan untuk menghitung rasio keuangan.

Mengapa laporan keuangan komersial?

 * Standarisasi: Laporan keuangan komersial disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang telah diakui secara umum. Standarisasi ini memungkinkan pelaporan kinerja antar perusahaan dan memudahkan analisis.

 * Kelengkapan informasi: Laporan keuangan komersial menyajikan informasi yang lebih lengkap dan rinci dibandingkan laporan keuangan fiskal. Informasi ini sangat penting untuk menghitung berbagai jenis rasio keuangan yang digunakan untuk menyiarkan berbagai aspek kinerja perusahaan.

 * Tujuan penggunaan: Rasio keuangan umumnya digunakan oleh berbagai pihak seperti investor, kreditur, manajemen, dan analis untuk menghasilkan kinerja perusahaan secara keseluruhan. Laporan keuangan komersial memberikan data yang lebih relevan untuk tujuan ini.

Laporan keuangan fiskal lebih fokus pada perhitungan pajak. Meskipun laporan ini juga berisi informasi keuangan, namun penyajiannya disesuaikan dengan ketentuan perpajakan dan tidak selalu optimal untuk analisis keuangan.

Kapan laporan keuangan fiskal digunakan untuk menghitung rasio?

Dalam beberapa kasus, laporan keuangan fiskal mungkin digunakan untuk menghitung rasio tertentu, terutama jika informasi yang diperlukan tidak tersedia dalam laporan keuangan komersial. Namun, hasil analisis yang diperoleh dari laporan keuangan fiskal mungkin tidak sebanding dengan hasil analisis yang diperoleh dari laporan keuangan komersial.

Kesimpulan

Secara umum, laporan keuangan komersial adalah dasar yang lebih baik untuk menghitung rasio keuangan karena keseragaman, kelengkapan informasi, dan relevansi dengan tujuan analisis keuangan.


Saturday, November 23, 2024

Belajar dari Kuno ke Masa Depan: liturgy tax

 Belajar dari Kuno ke Masa Depan: pajak liturgi.


Paradok : sesuatu yang sukarela menjadi wajib

Thursday, November 21, 2024

"Pemulusan Skala Likert" mengacu pada teknik yang digunakan untuk meningkatkan kejelasan atau interpretasi data yang dikumpulkan melalui skala Likert

" kalau hal itu ekstrim...misal apakah dokumen itu penting atau tidak?. Atau Apakah layanan itu cepat atau lambat ?.

rentang 1-5 cukup mewakili.

Mengacu pada teknik yang digunakan untuk meningkatkan kejelasan atau interpretasi data yang dikumpulkan melalui skala Likert.

Pengelompokan (Pengelompokan atau Pengkodean Ulang)

  • Apa: Gabungkan rentang nilai menjadi kategori yang lebih kecil.
  • Bagaimana:
    • Contoh:
      • Rendah (1–3)
      • Sedang (4–7)
      • Tinggi (8–10)
  • Tujuan: Menyederhanakan interpretasi data dan mengurangi noise (data bising).
  • Keuntungan: Lebih mudah mengidentifikasi tren umum dalam data.


Terkait detail sifat, penggunaan data dan sejenisnya penggunaan skala 1-10 lebih tepat dari sisi ädjustment"nya dibandingkan dengan skala 1-5.

Skala Likert 1–10: Layanan

1 = Sangat Tidak Puas (Pengalaman sangat buruk, jauh di bawah harapan).
2 = Tidak Puas Sekali (Pengalaman buruk, banyak masalah besar).
3 = Tidak Puas (Ada beberapa masalah yang mengganggu).
4 = Hampir Tidak Puas (Hampir buruk, tetapi masih bisa diterima).
5 = Netral (Tidak ada masalah besar, tetapi tidak memuaskan).
6 = Cukup Puas (Ada sedikit kekurangan, tapi keseluruhan baik).
7 = Puas (Layanan sesuai harapan).
8 = Sangat Puas (Pengalaman yang baik dengan hanya kekurangan kecil).
9 = Luar Biasa Puas (Hampir sempurna, sangat menyenangkan).
10 = Sempurna (Tidak ada masalah, pengalaman yang benar-benar luar biasa).

Skala Likert 1–10: Produk
1 = Sama sekali tidak penting.
2 = Sangat tidak penting.
3 = Tidak penting.
4 = Hampir tidak penting.
5 = Netral.
6 = Agak penting.
7 = Cukup penting.
8 = Sangat penting.
9 = Hampir sangat penting.
10 = Sangat esensial/tidak bisa hidup tanpanya.

Keunggulan Granularitas pada Skala 1–10

  1. Nuansa Lebih Banyak: Responden bisa menyampaikan preferensi atau penilaian dengan lebih detail. Contoh: Responden merasa layanan cukup baik (6) tapi belum memuaskan sepenuhnya (tidak memilih 7 atau 8).
  2. Data Lebih Akurat: Memungkinkan analisis yang lebih detail, seperti mengidentifikasi perbedaan kecil antara kelompok. Contoh: Rata-rata kepuasan kelompok A adalah 6.3, sementara kelompok B adalah 7.1.



Wednesday, November 13, 2024

cerdas, bodoh, licik, dan cerdik

Orang pintar tidak akan membodohi orang lain tapi bermanfaat bagi orang lain, kalau orang "merasa pintar" cenderung akan merasa lebih...padahal tidak.

Orang cerdas itu lebih obyektif dan bukan asumsi dan emosional menilai orang lain...(anonim).

Yang bodoh bisa menjadi pintar dan licik, dan yang cerdas bisa menjadi licik dan bodoh juga (anonin).

Berikut adalah perbedaan antara cerdas , bodoh , licik , dan cerdik dalam hal karakteristik dan cara berpikir:     

  1. Cerdas

    • Pengertian : Cerdas adalah kemampuan berpikir cepat, logis, dan tepat dalam menyelesaikan masalah atau mengambil keputusan. Orang yang cerdas umumnya memiliki daya analisis yang tinggi, dapat memproses informasi dengan baik, dan memahami berbagai situasi dengan cepat.
    • Contoh : Seseorang yang mampu memahami konsep yang rumit, memberikan solusi yang efektif, dan berpikir kreatif adalah contoh orang yang cerdas.
  2. Bodoh

    • Pengertian : Bodoh berarti kurangnya kemampuan atau kesulitan dalam memahami, menganalisis, atau memecahkan masalah. Istilah ini sering dikaitkan dengan seseorang yang cenderung lambat memahami atau membuat kesalahan dalam hal-hal sederhana.
    • Contoh : Seseorang yang kesulitan memahami instruksi yang jelas atau berulang kali melakukan kesalahan dalam tugas yang sederhana sering dianggap bodoh, meskipun istilah ini tidak tepat digunakan karena bisa merugikan orang.
  3. menjilat

    • Pengertian : Licik adalah sifat seseorang yang cerdas, tetapi cenderung manipulatif dan tidak jujur ​​​​untuk keuntungan pribadi. Mereka pandai memanfaatkan situasi atau orang lain, namun dengan cara yang kurang etis.
    • Contoh : Orang yang memutarbalikkan fakta atau memanfaatkan kelemahan orang lain untuk mencapai tujuan sering kali dianggap licik.
  4. Cerdik

    • Pengertian : Cerdik mengacu pada kepintaran yang fleksibel dan kreatif dalam menemukan solusi, sering kali dengan cara yang tidak terduga atau di luar kebiasaan. Namun berbeda dengan licik, cerdik biasanya tidak mengandung niat buruk atau manipulasi.
    • Contoh : Seseorang yang menemukan cara baru untuk menyelesaikan masalah tanpa merugikan orang lain, seperti memanfaatkan benda di sekitarnya untuk memperbaiki sesuatu, bisa dianggap cerdik.

Sunday, November 10, 2024

Reversal Write Off

Semestinya di ketentuan sebelum peralihan :

Jika dalam perikatan terdapat penyelesaian atas piutang dapat dibukukan kembali dan dicatat sebagaimana kaidah akuntansi yang berlaku secara umum.

Semestinya ada pasal yang mengatur reversal write off untuk akomodir "perikatan" yang belum selesai.

Ikhlas dibayar.

Bowo dan Gie...Soe Hok Gie...: Dalam Catatan Harian Seorang Demonstran

https://youtube.com/clip/Ugkx64RdsUo2SZeis0XLxyXcppJnC_FEEFsJ?si=wyu-pBWGOLVKkmVZ 

Bowo dan Soe Hok Gie..dalam buku Catatan Harian Seorang Demonstran.



Thursday, November 07, 2024

Saya pengen ada acara : Pajak 24 Jam atau 48 Jam

Saya pengen ada acara : Pajak 24 Jam atau 48 Jam ..eh tital 24 jam atau 48 jam.

Khusus membahas PMK, atau Per Dirjen yang terbit dalam waktu dekat ini dan di kupas tuntas serentak melalui media Youtube atau Televisi dalam rangka peralihan dan gencar di media-media.

Live streaming dan atau media cetak serentak.

Metode Range : Analisis : Cara Sederhana tapi Ampuh Menilai Kesehatan Keuangan Industri dan Perdagangan

Metode Range: Cara Sederhana tapi Ampuh Menilai Kesehatan Keuangan Industri dan Perdagangan Oleh: Eko Susilo, S.T., M.A.P. Email: ekosu...