Kerangka Teoritis & State of the Art untuk TAPM Struktur ini bisa langsung digunakan sebagai bagian tesis/TAPM
Kerangka Teoritis dan State of the Art
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Implementasi Kebijakan (Matland, 1995)
Model Ambiguity–Conflict (Matland, *Policy Implementation, JPART, 1995) menjelaskan bahwa implementasi kebijakan ditentukan oleh dua dimensi utama:
1. Ambiguity – ketidakjelasan tujuan, instruksi, atau norma kebijakan.
2. Conflict – tingkat pertentangan kepentingan antaraktor dalam implementasi.
Dari dua dimensi ini, Matland memetakan empat tipe implementasi:
* Administrative implementation (low ambiguity–low conflict).
* Political implementation (low ambiguity–high conflict).
* Experimental implementation (high ambiguity–low conflict).
*Symbolic implementation (high ambiguity–high conflict).
Model ini awalnya digunakan dalam kajian implementasi kebijakan publik, terutama birokrasi dan pelayanan masyarakat.
2.1.2 Penerapan Teori dalam Konteks Hukum Tata Negara
Dalam praktik, banyak penelitian menggunakan model Matland untuk kebijakan sosial, pendidikan, dan pelayanan publik (lihat: SpringerLink; Utrecht Law Review). Namun, penerapan ke ranah konstitusional dan administrasi negara masih jarang dilakukan.
Hal ini membuka ruang kontribusi baru: bagaimana model implementasi dapat dipakai untuk mengkaji ambiguitas konstitusional dan praktik administratif dalam pemerintahan.
2.2 Adaptasi Eko Susilo – Teori Ambiguitas–Pertentangan Matland (TAPM)
2.2.1 Transformasi Teori
Eko Susilo mengadaptasi model Matland dengan memperluas cakupan analisis ke:
Ranah konstitusional-administratif, bukan sekadar kebijakan publik teknis.
Objek kajian: implementasi UU No.39/2008 tentang Kementerian Negara dan problem nomenklatur antara “Departemen” vs “Kementerian”.
*Konteks aktual: permohonan uji materiil di Mahkamah Konstitusi terkait validitas nomenklatur.
2.2.2 Konsep Baru dalam TAPM
TAPM memperkenalkan dimensi analisis tambahan:
Constitutional Validity→ keabsahan norma menurut UUD 1945.
Administrative Ambiguity → konsistensi praktik birokrasi dengan amanat undang-undang.
Dengan demikian, model tidak lagi hanya ambiguity–conflict, tetapi menjadi ambiguity–conflict–validity.
2.3.3 Nilai Orisinal TAPM
1. Mengisi gap : antara studi implementasi kebijakan dan studi hukum tata negara.
2. Memperluas domain teori dengan menambahkan dimensi validitas konstitusional.
3. Policy relevance nyata melalui keterkaitan dengan perkara uji materiil di Mahkamah Konstitusi.
4. Membuka kajian baru dalam bidang *constitutional implementation
No comments:
Post a Comment