Sebagaimana diketahui bahwa dalam pengaturan yang berlaku yaitu :
- Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2010 tentang Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang dapat dikurangkan dari Penghasilan Bruto
- Peraturan Menteri Kuangan Nomor 254/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pembebanan Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang dapat dikurangkan dari Penghasilan Bruto.
Sebagaimana diketahui Penghasilan bruto adalah jumlah seluruh penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sehubungan dengan pekerjaan, usaha, atau lain-lainya yang menambah pendapatan selama Tahun Pajak yang bersangkutan.
Jika demikian maka atas zakat menurut judul dan pengaturannya adalah :
1. Penghasilan Bruto-Zakat = Penghasilan Setelah Zakat
Jika Wajib Pajak melakukan pembukuan maka susunannya adalah :
1. Peredaran usaha
2. HPP
3. Laba bruto
Nah setelah laba bruto inilah dihitung atas penghasilan brutonya sebelum dikurangi dengan biaya-biaya untuk memperoleh penghasilan netto.
Oleh karena perhitungan penghasilan neto dihitung setelah dikurangi dengan biaya-biaya, maka akan didapatkan penghasilan neto.
Dalam SPT perhitungan zakat dihitung dengan rumus : Penghasilan Neto -Zakat-PTKP
Maka dimanakah relevansinya dengan bahwa Zakat dapat menjadi pengurang penghasilan bruto?.
Tentu akan berbeda jika rumusannya menjadi :
1. Zakat dihitung dari Laba Bruto
2. Penghasilan Neto dihitung dari Laba Bruto -Biaya-Zakat
yang artinya penempatan zakat terletak di halaman lampiran 1 di Surat Pemberitahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi dan tidak terletak di halaman Induk.
Demikian analisis sederhana saya mencermati hal demikian.
Semoga memberikan manfaat yang berarti Demi Kemajuan Indonesia Maju.
No comments:
Post a Comment