Diomongin dululah...ditanya-tanya
Ada etikanya
Eko Susilo, S.T, C.FAP, C.RM, C.FLS.. (akademik dan non akademik- 081535327473) Tidak merasa lebih tahu, tapi berusaha untuk tahu itu adalah baik. Anggota IAI, (Anggota IRMAPA/GRC (Indonesia Risk Management Professional Association-Governance, Risk, & Compliance), Anggota IAMI (Institut Akuntan Manajemen Indonesia, Anggota ISI (Ikatan Surveyor Indonesia) : tulisannya : apa aja dalam Catatanku ini
Re-Branding font tulisan Indonesia Maju. Saya merasa "not comfort" mengenai tulisan "Indonesia Maju" dibuat sedemikian rupa. Maka saya berharap ada rebranding ulang mengenai hal tersebut melalui media sosial saya.
Silabus dapat didefinisikan sebagai “garis besar, ringkasan, atau pokok-pokok isi atau materi pelajaran”. Silabus digunakan untuk menyebut suatu produk pengembangan kurikulum berupa penjabaran lebih lanjut dari standar kompetensi dan kemampuan dasar yang ingin dicapai, dan pokok-pokok serta uraian materi yang perlu dipelajari siswa dalam mencapai standar kompetensi dan kemampuan dasar.
Silabus adalah salah satu komponen perangkat pembelajaran dari rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran dengan tema tertentu, yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar yang dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan.
(wikipedia)
Silabus : dulu
Jadi "meremember aja" aja mengenai silabus mata kuliah S-1 saya di UGM, ini dapat postingan dari senior saya (sekarang Dosen di UGM) yaitu mengenai Ilmu Hukum Perdata di tahun 1971.
Ada mata kuliah Ilmu Hukum Perdata I s.d III.
Kalau di zaman saya di Pengantar Ilmu Hukum dan Hukum Agraria 1 s.d III.
Jadi begini ya mengenai KUPON DIGITAL DTP
KUPON DTP : DALAM TINJAUAN ADMINISTRASI TERBATAS
Pajak DTP atau Pajak Ditanggung Pemerintah merupakan pembayaran pajak yang ditanggung pemerintah dengan cara mengakui beban belanja subsidi dan pada saat bersamaan mengakui penerimaan perpajakan dalam jumlah yang sama (in out) (1) . Dengan demikian dikarenakan tidak adanya konsep penerimaan pajak yang merupakan sumber pemasukan ke kas negara maka proses pencatatan dicatat dari sisi pemasukan bersumber bukan dari Wajib Pajak. Ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai hal tersebut menimbulkan beberapa hal yaitu :
Dampak bagi Wajib Pajak adalah adanya pengurangan kewajiban pajak yang seharusnya dibayar. Bahwa pajak yang seharusnya dibayar dan terutang tersebut merupakan penerimaan pajak bagi Pemerintah yang bersumber dari APBN yang dibebankan dalam suatu masa waktu tertentu. Dalam ketentuan yang sampai saat ini ada pengertian mengenai DTP tersebut memberikan dampak "berkurangnya" penerimaan yang "seharusnya" diterima dan tercatat dalam APBN sebagai suatu sumber penerimaan negara dari sektor perpajakan. Bahwa dalam ketentuan yang mengatur mengenai penerimaan negara dalam berbagai jenis pajak yang dapat dibebankan sebagai suatu bentuk subsidi kepada masyarakat mencakup jenis Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai.
Bagaimana suatu Pajak DTP tersebut dicatat dalam sistem administrasi penerimaan pajak?. Ketentuan yang sampai saat dilakukan adalah dengan cara mencatat suatu pengeluaran dari beban APBN dan kemudian dicatat kembali dengan mekanisme pembayaran dengan Surat Setoran Pajak (SSP) dengan dibubuhi stempel atau cap. Bahwa pencatatan bagi Pemerintah bersumber dari pengeluaran yang tercatat di Direktorat Jenderal Perbendaraan Negara sebagai suatu bentuk pencatatan pemasukan dari Pajak DTP sedangkan dari sisi Direktorat Jenderal Pajak merupakan suatu pencatatan dalam bentuk SSP yang isinya merupakan relaisasi penerimaan Pajak yang ditanggung. Lalu bagaimana dari sisi Wajib Pajak?. Apakah dengan memberikan suatu catatan tersebut merupakan proses pencatatan yang dituangkan dalam suatu "bukti" yang mencantumkan nilai pemasukan dalam kas Wajib Pajak karena ditanggung?.
Kembali pada pengaturan, bahwa pajak yang terutang merupakan pajak yang harus dibayarkan ke Pemerintah dengan jumlah tertentu dengan jenis pajak tertentu. Frasa jumlah adalah suatu keharusan agar dapat tercatat, tercatat dalam administrasi pemerintahan dan administrasi perpajakan Wajib Pajak.
Kupon menurut pengertiannya dalam KBBI adalah surat kecil atau karcis yang dapat ditukarkan dengan barang atau untuk membeli barang dan sebagainya. Diartikan kupon dimaksud bukan merupakan pengertian kupon untuk obligasi. Jadi kupon disini diartikan sebagai suatu surat kecil yang dapat ditukarkan dengan barang atau untuk membeli barang dan sebagainya, Dalam kupon tercantum suatu suatu jumlah pajak yang terutang yang sudah diperhitungkan oleh Wajib Pajak yang kemudian dimintakan melalui suatu aplikasi berbasis web dan mendapatkan validasi tertentu dengan teknologi barcode atau QR Code.
Berlanjut :
(1) catatan mengenai Pajak Ditanggung Pemerintah, bersumber dari
kenapa PNS bisa kurang bayar dalam SPT-nya?.
Ketika membaca suatu kalimat, yang dicari adalah isi atau makna, atau maksud dari kalimat tersebut. Saya tidak boleh menggeser isi atau makna atau maksud nya, kecuali mengenai persamaan kata.
====
make a trust that makes calm and relieved in obligation as well as certainty
====
Siapa yang Wajib membubuhkan meterai dalam hal penerimaan uang?.
Jawab : yang menerima uang.titik.
====
say no if no and say yes if yes and not disguise something or regulated or not regulated, can read and interpret, if asking sometimes requires confirmation or just confirming.
That' make Trust.
====
kenapa PNS bisa kurang bayar dalam SPT-nya?.
Kalau bicara soal manfaat atau faedah saja, logikanya khan sederhana, itu jelas apa tidak, manfaatnya bagi siapa?. Siapa yang bertanggung jawab?. Apakah ada unsur paksaan dan lebih etis lagi apakah itu diatur dalam UU dan atau setidaknya apakah ada unsur "kesepakatan". Apakah itu kesepakatan?.
Ya..mufakat diantara yang setuju.
Enggak bisa juga bicara soal manfaat saja trus enggak ngerti juga siapa posisinya, apa dasar hukumnya atau sekedar menjelaskan dengan baik dan sebenarnya.
Apa-apa yang terfikir itu karena berfikir dan logika berfikir (aku).
Apapun itu, saya berkesan dengan sosoknya saat dulu di tahun 2006, saya berkutat di Pasal 10 UU PPh , tapi anyway, saat ini dan dulu saya sebagai konsumen saja mengenai ini :
Begini tertulis dalam Pasal 10 UU PPh tersebut :
"Ketentuan ini mengatur tentang cara penilaian harta, termasuk persediaan, dalam rangka menghitung penghasilan sehubungan dengan penggunaan harta dalam perusahaan, menghitung keuntungan atau kerugian apabila terjadi penjualan atau pengalihan harta, dan penghitungan penghasilan dari penjualan barang dagangan"
Sebagian penjelasanya :
Pada umumnya dalam jual beli harta, harga perolehan harta bagi pihak pembeli adalah harga yang sesungguhnya dibayar dan harga penjualan bagi pihak penjual adalah harga yang sesungguhnya diterima. Termasuk dalam harga perolehan adalah harga beli dan biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh harta tersebut, seperti bea masuk, biaya pengangkutan dan biaya pemasangan.
Dan Pasal 1 angka 18 UU PPN:
Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
Jadi kalau Faktur Pajak itu dipisah antara BKP dan JKP termasuk di dalamnya ada unsur biaya, maka ketentuan tersebut termasuk di dalamnya (sesuai).
Kalau secara teknis menulis, setelah mencantumkan "harga barang" lalu ada option apakah ada biaya sebagaimana dimaksud dalam UU tersebut.
Kalau selama ini dipisah, maka dipastikan merupakan faktur pajak yang terpisah antara harga jual dengan biayanya, tapi apakah saya akan menyebut itu harga jual? Ataulah harga barang tanpa disertai biaya?.
Karena ada kata "dan" dan frasa "termasuk" maka atas penulisan dan prakteknya jika digabung akan menjadi harga jual.
Kalau harga barang + biaya = harga jual, maka saat pembuatan faktur pajaknya akan menjadi dua yaitu atas pengenaan PPN atas harga barang dan PPN atas biaya.
Jika dilakukan secara terpisah maka akan terbit 2 faktur pajak yaitu untuk barang dan biayanya.
Jika hanya dengan mengenakan PPN atas harga barang saja sedangkan atas biaya dibebankan sebagai biaya dalam L/R maka pengenaannya hanya pada pemotongan PPh pasal 23 ke jasa kurir dan PPN (mendapat PM untuk jasa kurir).
Lalu apakah bisa "harga barang =harga jual?". , menurut saya tidak karena frasa "dan" frasa "termasuk" dan frasa "seharusnya" untuk barang-barang dan jasa tertentu.
Tentu akan berbeda jika langkahnya adalah :
1. Menentukan harga barang
2. Menentukan apakah ada biaya terkait barang yang dijual
3. Menjumlahkan harga barang dan biayanya
Jika tidak, apakah ada unsur kesepakatan saat dilakukan transaksi dan memastikan mengenai biaya-biaya tersebut.
Lalu bagaimana?.
Ya......Disesuaikan Saja.
Kalau saya, sebenarnya saat saya membeli barang, urusan biaya bukan merupakan urusan saya karena harga sudah ditetapkan saat barang tersebut dijual atau jasa tersebut diserahkan (udah ada formula Selling Pricenya) atau bagaimana kalau mengenai pencatatan dalam dokumen yang dibuat "baku" antara harga barang dan biaya yang melekat (produksi dan distribusi) dengan UU dengan contoh yang jelas.
Jadi begitu ya kira-kira...!
Terima kasih sebelum dan sesudahnya
Thanks before and after
how to make use of a good area naming to carry out the function ?. A certain area usually consists of a regency, city and / or municipality. The regional unit performs functions as coordinated by a wider area. In order to facilitate the subordinate and coordinating functions, the 'control' of areas in charge of several regencies or cities or municipalities uses their functions in a broader unit. why is that ?. To facilitate the framework of 'unification' of the regions referred to in functions (me-aku).
Webinar = Web by Seminar or Web on Seminar or Web Seminar
Seminar Web : Seminar dalam Web atau Seminar melalui Web
Ya udahlah...apa daya. Siap dilaksanakan, nanti suatu saat akan berbeda masalahnya karena sesuatu yang akan datang itu berawal dari saat ini.
Penggunaan kata kenapa, dalam menulis saya cenderung tidak saya gunakan karena jika berkaitan dengan perbuatan atau peristiwa maka saya memerlukan Subyeknya untuk diketahui, disangkakan atau melakukan evaluasi. Jika pada benda atau hasil dari suatu perbuatan itu, saya cenderung menggunakan "bagaimana" dan dikaitkan teori atau rujukan, maka saya lebih menggunakan kata "bagaimana" kenapa demikian? Karena hal tersebut lebih leluasa sesuai tujuan saya.
Jika saya menggunakan kata "kenapa" waduh apalagi di-statistikkan, waduh.....menurut saya itu akan kompleks dan berat dan tidak logis jika kata kenapa dikaitkan dengan "rumus-rumus" dalam suatu aplikasi kecuali sudah ada fenomena yang sudah ada kesepakatannya dan subyek sudah dianggap sebagai objek. Misalnya fenomena alam. Pertanyaaan kenapa cendrung digunakan.
Amat sangat tidak logis perbuatan orang banyak atau perbuatan seseorang lalu dihitung dengan software atau aplikasi.
Menurut KKBI :
ba·gai·ma·na pron 1 kata tanya untuk menanyakan cara, perbuatan (lazimnya diikuti kata cara): -- caranya membeli buku dari luar negeri?; 2 kata tanya untuk menanyakan akibat suatu tindakan: -- kalau dia lari nanti?; 3 kata tanya untuk meminta pendapat dari kawan bicara (diikuti kata kalau): -- kalau kita pergi ke Puncak?; 4 kata tanya untuk menanyakan penilaian atas suatu gagasan: -- pendapatmu?;
ke·na·pa pron cak kata tanya untuk menanyakan sebab atau alasan; mengapa: -- mereka berani melawan orang kuat itu?
Saya mau menulis soal ini saja hari ini :
Sederhana saja :
Kondisi Pertama
Dasar Hukum :
1. UU A stdtd UU Cipta Kerja
A dinyatakan tidak dicabut
Kondisi kedua :
Dasar Hukum
1. UU A
2. UU Cipta Kerja
Kondisi ketiga
Dasar hukum
1. UU A stdd UU Cipta Kerja
Karena UU A tidak dicabut dan UU Cipta Kerja terdiri dari berbagai perubahan UU kenapa tidak ditulis masing-masing saja?.
Kenapa demikian?. Karena jika ada perubahan di UU yang tidak diubah oleh UU Cipta Kerja maka secara leluasa akan dapat berubah dan akan ada ruang gerak, jika ditulis sesuai kondisi Pertama maka UU A sudah dikunci atau tertutup kecuali UU Cipta Kerja mengubahnya.
Ada materi yang tidak diubah oleh UU Cipta Kerja namun sesuai perkembangan zaman maka UU A dapat diubah.
Apakah sebagai omnibus law, UU Cipta Kerja akan 'selalu" berubah?. Tentu saja tidak karena sebagai kumpulan dari berbagai UU yang diubah maka yang berubah adalah yang diubah saat itu dan saat nanti jika diubah tapi khan ada tapinya.
Kalaupun UU Cipta Kerja diubah, belum tentu mengubah UU A, jadi ini akan bias. Bias maksud saya adalah bagaimana menuliskannya yang dalam tulisan tersebut tentu ada maknanya....(tekstual ke kontekstual).
Kalau di uraian baru ditulis, UU A jo UU Cipta Kerja , bukannya begitu?. Tapi kalau di penulisan dasar hukum, maka ditulis masing-masing atau UU A jo (bertalian dengan) UU Cipta Kerja.
Kondisi ketiga..., kenapa karena UU A tidak dicabut.
Begitulah kira2...oke!!!
Attitude merupakan salah satu mengenai suatu adab, namun ketika suatu hal tertentu, bisa saja attitude yang berkurang karena harus bergerak (aku)
Apa yang membuat seseorang khawatir ditagih-tagih?. Karena tahu riwayat tagihan dan kewajibannya.
Udah deh....dipublish dengan akun sendiri setiap bulannya aja deh.
Dan tertulis di batas atas dan bawah garis lurus tersebut adalah :
Alhamdulillah sehat
Dan sehat bersama keluarga saya.
Bismillahirrahmannirrahim, dengan sehat tersebut saya dapat "bekerja", "berbakti" dan "berupaya untuk esok hari yang lebih baik dan cerah"...
Selamat Tahun Baru 2021
Menkeu Selandia Baru adalah seorang sarjana Politik.
Menkeu Spanyol adalah seorang sarjana Kedokteran dan Bedah.
Menkeu Denmark adalah seorang Sarjana Politik.
Menkeu Amerika adalah politikus dan pengacara.
Menkeu Australia adalah ekonom dan hukum.
Menkeu India adalah seorang politikus dan sejarah.
Menkeu Belanda : Dijsselbloem masuk ke sekolah dasar Katolik Roma di Son en Breugel dan sekolah menengah Katolik Roma Eckartcollege (1978–1985) di Eindhoven.[1] Ia mempelajari ekonomi agribudaya di Universitas Wageningen (1985–1991), utamanya dalam bidang ekonomi bisnis, kebijakan agribudaya, dan sejarah sosial dan ekonomi,[2] yang membuatnya mendapatkan gelar akademik ingenieur pada 1991.
Menkeu Kanada adalah seorang sarjana seni dan sastra rusia.
Menkeu Perancis adalah seorang sarjana sastra.
Menkeu Jepang seorang sarjana hukum.
Menkeu Polandia adalah seorang Sarjana Sejarah.
Menkeu Italia adalah seorang Sarjana Sastra dan Filologi.
Menkeu Papua New Ginea adalah seorang sarjana seni.
Sumber : berbagai sumber
Iman, Sehat, bahagia, Aman dan Aamiin.
Pertama, shiddiq yang artinya jujur (Kejujuran adalah sikap utama yang selalu dipegang)
Kedua, amanah (mampu menjalankan sekaligus menjaga kepercayaan yang diembankan di pundak secara profesional)
Pertanyaan menurut maksudnya antara lain :
1. pertanyaan permintaan (compliance question),
2. pertanyaan retoris (rhetorical question), pertanyaan mengarahkan atau menuntun (prompting question),
3. pertanyaan menggali (probing question).
Dalam sumber lainnya diketahui bahwa kalimat tanya terbagi atas :
Dari berbagai sumber
Jadi begini ya mengenai KUPON DIGITAL DTP
KUPON DTP : DALAM TINJAUAN ADMINISTRASI TERBATAS
Pajak DTP atau Pajak Ditanggung Pemerintah merupakan pembayaran pajak yang ditanggung pemerintah dengan cara mengakui beban belanja subsidi dan pada saat bersamaan mengakui penerimaan perpajakan dalam jumlah yang sama (in out) (1) . Dengan demikian dikarenakan tidak adanya konsep penerimaan pajak yang merupakan sumber pemasukan ke kas negara maka proses pencatatan dicatat dari sisi pemasukan bersumber bukan dari Wajib Pajak. Ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai hal tersebut menimbulkan beberapa hal yaitu :
Dampak bagi Wajib Pajak adalah adanya pengurangan kewajiban pajak yang seharusnya dibayar. Bahwa pajak yang seharusnya dibayar dan terutang tersebut merupakan penerimaan pajak bagi Pemerintah yang bersumber dari APBN yang dibebankan dalam suatu masa waktu tertentu. Dalam ketentuan yang sampai saat ini ada pengertian mengenai DTP tersebut memberikan dampak "berkurangnya" penerimaan yang "seharusnya" diterima dan tercatat dalam APBN sebagai suatu sumber penerimaan negara dari sektor perpajakan. Bahwa dalam ketentuan yang mengatur mengenai penerimaan negara dalam berbagai jenis pajak yang dapat dibebankan sebagai suatu bentuk subsidi kepada masyarakat mencakup jenis Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai.
Bagaimana suatu Pajak DTP tersebut dicatat dalam sistem administrasi penerimaan pajak?. Ketentuan yang sampai saat dilakukan adalah dengan cara mencatat suatu pengeluaran dari beban APBN dan kemudian dicatat kembali dengan mekanisme pembayaran dengan Surat Setoran Pajak (SSP) dengan dibubuhi stempel atau cap. Bahwa pencatatan bagi Pemerintah bersumber dari pengeluaran yang tercatat di Direktorat Jenderal Perbendaraan Negara sebagai suatu bentuk pencatatan pemasukan dari Pajak DTP sedangkan dari sisi Direktorat Jenderal Pajak merupakan suatu pencatatan dalam bentuk SSP yang isinya merupakan relaisasi penerimaan Pajak yang ditanggung. Lalu bagaimana dari sisi Wajib Pajak?. Apakah dengan memberikan suatu catatan tersebut merupakan proses pencatatan yang dituangkan dalam suatu "bukti" yang mencantumkan nilai pemasukan dalam kas Wajib Pajak karena ditanggung?.
Kembali pada pengaturan, bahwa pajak yang terutang merupakan pajak yang harus dibayarkan ke Pemerintah dengan jumlah tertentu dengan jenis pajak tertentu. Frasa jumlah adalah suatu keharusan agar dapat tercatat, tercatat dalam administrasi pemerintahan dan administrasi perpajakan Wajib Pajak.
Kupon menurut pengertiannya dalam KBBI adalah surat kecil atau karcis yang dapat ditukarkan dengan barang atau untuk membeli barang dan sebagainya. Diartikan kupon dimaksud bukan merupakan pengertian kupon untuk obligasi. Jadi kupon disini diartikan sebagai suatu surat kecil yang dapat ditukarkan dengan barang atau untuk membeli barang dan sebagainya, Dalam kupon tercantum suatu suatu jumlah pajak yang terutang yang sudah diperhitungkan oleh Wajib Pajak yang kemudian dimintakan melalui suatu aplikasi berbasis web dan mendapatkan validasi tertentu dengan teknologi barcode atau QR Code.
Berlanjut :
(1) catatan mengenai Pajak Ditanggung Pemerintah, bersumber dari
- VISI -
Menjadi Mitra Tepercaya Pembangunan Bangsa untuk Menghimpun Penerimaan Negara melalui Penyelenggaraan Administrasi Perpajakan yang Efisien, Efektif, Berintegritas, dan Berkeadilan dalam rangka mendukung Visi Kementerian Keuangan: "Menjadi Pengelola Keuangan Negara untuk Mewujudkan Perekonomian Indonesia yang Produktif, Kompetitif, Inklusif dan Berkeadilan".
- MISI -
- TUJUAN -
Untuk mewujudkan visi dan misinya, Direktorat Jenderal Pajak menyelaraskan tujuan Kementerian Keuangan dengan menetapkan tujuan Direktorat Jenderal Pajak periode 2020 - 2024 yaitu:
Daya laku surat keputusan diatur dalam pasal 57 Nomor 30 Tahun 2014. Daya laku berkenaan dengan kapan surat keputusan berlaku secara yuridis.
Daya ikat berkaitan dengan kapan surat keputusan diumumkan atau diterimanya surat keputusan oleh pihak yang dituju dalam surat keputusan.
kontekstual/kon·teks·tu·al/ /kontékstual/ a berhubungan dengan konteks
tekstual : isi suatu teks secara keseluruhan
Kontekstual dan Tekstual merupakan suatu gabungan yang sepatutnya dipahami. Tidaklah berimbang hanya dari satu sisi saja, namun dalam hal apa hal tersebut ditemukan dan diimplementasikan. Mengerti konteks tapi yakin pada tekstual adalah semestinya. Mengerti konteks tetapi tidak mengindahkan tekstual, ibarat berjalan tidak tahu arah.
Assalamu'alaikum.... Kini @zerlyn.shop menjual berbagai kebutuhan muslim/ah, kami mengambil dari brand yg high quality juga premium. Insya Allaah kedepannya akan semakin luas jaringannya, mohon doanya yaa.. produk yg kami jual 100% original, kami tidak berani menjual produk yg kw ataupun fake.. Alhamdulillaah, kami RESELLER & AFFILIATE RESMI beberapa brand seperti @purnamasaridevi_dress @hijabalila @muslimahbeautycare.id @wm_premium @taqychansaffron barakallaahufiikum 😊💕
https://shopee.co.id/zerlynda?fbclid=IwAR00otLG80s5jcXCJOFKXYQ2ojvyg6XkcD-96LB8mFii0dSq3Kb5TNuMhWE
termasuk/ter·ma·suk/ v 1 sudah masuk; 2 terhitung; tergolong;
Antara lain
antara/an·ta·ra/ 1 n jarak (ruang, jauh) di sela-sela dua benda: tiang yang satu dengan yang lain -- nya 4 m; 2 n waktu yang menyelang dua saat atau peristiwa; selang: tidak berapa lama -- nya, berangkatlah ia; 3 n di tengah dua benda (orang, tempat, batas, dan sebagainya): ia berjalan di -- dua orang pengawal; 4 n di tengah-tengah dua waktu (peristiwa, bilangan, bobot): kerajaan itu ditaklukkan -- tahun 1774 dan 1778; 5 n dalam kelompok (himpunan, golongan): ada beberapa orang di -- mereka yang terlibat dalam peristiwa pembunuhan itu; hal itu sebaiknya dibicarakan -- kita saja; 6 p sementara; dalam pada itu: ingat -- belum kena; -- itu insaflah ia; 7 n tengah-tengah atau pertengahan dua waktu (peristiwa); 8 a tidak jauh dari; dekat dengan: ia pun sampailah pada -- pasar; 9 p cak lebih kurang; kira-kira: -- seratus orang residivis telah diamankan;dekat tak tercapai, jauh tak -- , pb sesuatu yang dekat dengan kita, tetapi tidak dapat kita ambil karena tiada upaya;
Yaitu :
yaitu/ya·i·tu/ p kata penghubung yang digunakan untuk memerinci keterangan kalimat; yakni: yang pergi tahun ini dua orang, -- dia dan saya
Tabel Perbandingan Metode dalam Administrasi Publik Pendekatan Metode Deskripsi Kelebihan Kelemahan Relevansi dalam Administrasi Publik Sk...