Kami dan Mereka itu Kita
Aku dan Dia itu Kita
Eko Susilo, S.T, C.FAP, C.RM, C.FLS.. (akademik dan non akademik- 081535327473) Tidak merasa lebih tahu, tapi berusaha untuk tahu itu adalah baik. Anggota IAI, (Anggota IRMAPA/GRC (Indonesia Risk Management Professional Association-Governance, Risk, & Compliance), Anggota IAMI (Institut Akuntan Manajemen Indonesia, Anggota ISI (Ikatan Surveyor Indonesia) : tulisannya : apa aja dalam Catatanku ini
Ketika membaca suatu kalimat, yang dicari adalah isi atau makna, atau maksud dari kalimat tersebut. Saya tidak boleh menggeser isi atau makna atau maksud nya, kecuali mengenai persamaan kata.
====
make a trust that makes calm and relieved in obligation as well as certainty
====
Siapa yang Wajib membubuhkan meterai dalam hal penerimaan uang?.
Jawab : yang menerima uang.titik.
====
say no if no and say yes if yes and not disguise something or regulated or not regulated, can read and interpret, if asking sometimes requires confirmation or just confirming.
That' make Trust.
====
kenapa PNS bisa kurang bayar dalam SPT-nya?.
Kalau bicara soal manfaat atau faedah saja, logikanya khan sederhana, itu jelas apa tidak, manfaatnya bagi siapa?. Siapa yang bertanggung jawab?. Apakah ada unsur paksaan dan lebih etis lagi apakah itu diatur dalam UU dan atau setidaknya apakah ada unsur "kesepakatan". Apakah itu kesepakatan?.
Ya..mufakat diantara yang setuju.
Enggak bisa juga bicara soal manfaat saja trus enggak ngerti juga siapa posisinya, apa dasar hukumnya atau sekedar menjelaskan dengan baik dan sebenarnya.
Apa-apa yang terfikir itu karena berfikir dan logika berfikir (aku).
Apapun itu, saya berkesan dengan sosoknya saat dulu di tahun 2006, saya berkutat di Pasal 10 UU PPh , tapi anyway, saat ini dan dulu saya sebagai konsumen saja mengenai ini :
Begini tertulis dalam Pasal 10 UU PPh tersebut :
"Ketentuan ini mengatur tentang cara penilaian harta, termasuk persediaan, dalam rangka menghitung penghasilan sehubungan dengan penggunaan harta dalam perusahaan, menghitung keuntungan atau kerugian apabila terjadi penjualan atau pengalihan harta, dan penghitungan penghasilan dari penjualan barang dagangan"
Sebagian penjelasanya :
Pada umumnya dalam jual beli harta, harga perolehan harta bagi pihak pembeli adalah harga yang sesungguhnya dibayar dan harga penjualan bagi pihak penjual adalah harga yang sesungguhnya diterima. Termasuk dalam harga perolehan adalah harga beli dan biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh harta tersebut, seperti bea masuk, biaya pengangkutan dan biaya pemasangan.
Dan Pasal 1 angka 18 UU PPN:
Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
Jadi kalau Faktur Pajak itu dipisah antara BKP dan JKP termasuk di dalamnya ada unsur biaya, maka ketentuan tersebut termasuk di dalamnya (sesuai).
Kalau secara teknis menulis, setelah mencantumkan "harga barang" lalu ada option apakah ada biaya sebagaimana dimaksud dalam UU tersebut.
Kalau selama ini dipisah, maka dipastikan merupakan faktur pajak yang terpisah antara harga jual dengan biayanya, tapi apakah saya akan menyebut itu harga jual? Ataulah harga barang tanpa disertai biaya?.
Karena ada kata "dan" dan frasa "termasuk" maka atas penulisan dan prakteknya jika digabung akan menjadi harga jual.
Kalau harga barang + biaya = harga jual, maka saat pembuatan faktur pajaknya akan menjadi dua yaitu atas pengenaan PPN atas harga barang dan PPN atas biaya.
Jika dilakukan secara terpisah maka akan terbit 2 faktur pajak yaitu untuk barang dan biayanya.
Jika hanya dengan mengenakan PPN atas harga barang saja sedangkan atas biaya dibebankan sebagai biaya dalam L/R maka pengenaannya hanya pada pemotongan PPh pasal 23 ke jasa kurir dan PPN (mendapat PM untuk jasa kurir).
Lalu apakah bisa "harga barang =harga jual?". , menurut saya tidak karena frasa "dan" frasa "termasuk" dan frasa "seharusnya" untuk barang-barang dan jasa tertentu.
Tentu akan berbeda jika langkahnya adalah :
1. Menentukan harga barang
2. Menentukan apakah ada biaya terkait barang yang dijual
3. Menjumlahkan harga barang dan biayanya
Jika tidak, apakah ada unsur kesepakatan saat dilakukan transaksi dan memastikan mengenai biaya-biaya tersebut.
Lalu bagaimana?.
Ya......Disesuaikan Saja.
Kalau saya, sebenarnya saat saya membeli barang, urusan biaya bukan merupakan urusan saya karena harga sudah ditetapkan saat barang tersebut dijual atau jasa tersebut diserahkan (udah ada formula Selling Pricenya) atau bagaimana kalau mengenai pencatatan dalam dokumen yang dibuat "baku" antara harga barang dan biaya yang melekat (produksi dan distribusi) dengan UU dengan contoh yang jelas.
Jadi begitu ya kira-kira...!
Terima kasih sebelum dan sesudahnya
Thanks before and after
how to make use of a good area naming to carry out the function ?. A certain area usually consists of a regency, city and / or municipality. The regional unit performs functions as coordinated by a wider area. In order to facilitate the subordinate and coordinating functions, the 'control' of areas in charge of several regencies or cities or municipalities uses their functions in a broader unit. why is that ?. To facilitate the framework of 'unification' of the regions referred to in functions (me-aku).
Webinar = Web by Seminar or Web on Seminar or Web Seminar
Seminar Web : Seminar dalam Web atau Seminar melalui Web
Ya udahlah...apa daya. Siap dilaksanakan, nanti suatu saat akan berbeda masalahnya karena sesuatu yang akan datang itu berawal dari saat ini.
Penggunaan kata kenapa, dalam menulis saya cenderung tidak saya gunakan karena jika berkaitan dengan perbuatan atau peristiwa maka saya memerlukan Subyeknya untuk diketahui, disangkakan atau melakukan evaluasi. Jika pada benda atau hasil dari suatu perbuatan itu, saya cenderung menggunakan "bagaimana" dan dikaitkan teori atau rujukan, maka saya lebih menggunakan kata "bagaimana" kenapa demikian? Karena hal tersebut lebih leluasa sesuai tujuan saya.
Jika saya menggunakan kata "kenapa" waduh apalagi di-statistikkan, waduh.....menurut saya itu akan kompleks dan berat dan tidak logis jika kata kenapa dikaitkan dengan "rumus-rumus" dalam suatu aplikasi kecuali sudah ada fenomena yang sudah ada kesepakatannya dan subyek sudah dianggap sebagai objek. Misalnya fenomena alam. Pertanyaaan kenapa cendrung digunakan.
Amat sangat tidak logis perbuatan orang banyak atau perbuatan seseorang lalu dihitung dengan software atau aplikasi.
Menurut KKBI :
ba·gai·ma·na pron 1 kata tanya untuk menanyakan cara, perbuatan (lazimnya diikuti kata cara): -- caranya membeli buku dari luar negeri?; 2 kata tanya untuk menanyakan akibat suatu tindakan: -- kalau dia lari nanti?; 3 kata tanya untuk meminta pendapat dari kawan bicara (diikuti kata kalau): -- kalau kita pergi ke Puncak?; 4 kata tanya untuk menanyakan penilaian atas suatu gagasan: -- pendapatmu?;
ke·na·pa pron cak kata tanya untuk menanyakan sebab atau alasan; mengapa: -- mereka berani melawan orang kuat itu?
Saya mau menulis soal ini saja hari ini :
Sederhana saja :
Kondisi Pertama
Dasar Hukum :
1. UU A stdtd UU Cipta Kerja
A dinyatakan tidak dicabut
Kondisi kedua :
Dasar Hukum
1. UU A
2. UU Cipta Kerja
Kondisi ketiga
Dasar hukum
1. UU A stdd UU Cipta Kerja
Karena UU A tidak dicabut dan UU Cipta Kerja terdiri dari berbagai perubahan UU kenapa tidak ditulis masing-masing saja?.
Kenapa demikian?. Karena jika ada perubahan di UU yang tidak diubah oleh UU Cipta Kerja maka secara leluasa akan dapat berubah dan akan ada ruang gerak, jika ditulis sesuai kondisi Pertama maka UU A sudah dikunci atau tertutup kecuali UU Cipta Kerja mengubahnya.
Ada materi yang tidak diubah oleh UU Cipta Kerja namun sesuai perkembangan zaman maka UU A dapat diubah.
Apakah sebagai omnibus law, UU Cipta Kerja akan 'selalu" berubah?. Tentu saja tidak karena sebagai kumpulan dari berbagai UU yang diubah maka yang berubah adalah yang diubah saat itu dan saat nanti jika diubah tapi khan ada tapinya.
Kalaupun UU Cipta Kerja diubah, belum tentu mengubah UU A, jadi ini akan bias. Bias maksud saya adalah bagaimana menuliskannya yang dalam tulisan tersebut tentu ada maknanya....(tekstual ke kontekstual).
Kalau di uraian baru ditulis, UU A jo UU Cipta Kerja , bukannya begitu?. Tapi kalau di penulisan dasar hukum, maka ditulis masing-masing atau UU A jo (bertalian dengan) UU Cipta Kerja.
Kondisi ketiga..., kenapa karena UU A tidak dicabut.
Begitulah kira2...oke!!!
Attitude merupakan salah satu mengenai suatu adab, namun ketika suatu hal tertentu, bisa saja attitude yang berkurang karena harus bergerak (aku)
Apa yang membuat seseorang khawatir ditagih-tagih?. Karena tahu riwayat tagihan dan kewajibannya.
Udah deh....dipublish dengan akun sendiri setiap bulannya aja deh.
Dan tertulis di batas atas dan bawah garis lurus tersebut adalah :
Alhamdulillah sehat
Dan sehat bersama keluarga saya.
Bismillahirrahmannirrahim, dengan sehat tersebut saya dapat "bekerja", "berbakti" dan "berupaya untuk esok hari yang lebih baik dan cerah"...
Selamat Tahun Baru 2021
Menkeu Selandia Baru adalah seorang sarjana Politik.
Menkeu Spanyol adalah seorang sarjana Kedokteran dan Bedah.
Menkeu Denmark adalah seorang Sarjana Politik.
Menkeu Amerika adalah politikus dan pengacara.
Menkeu Australia adalah ekonom dan hukum.
Menkeu India adalah seorang politikus dan sejarah.
Menkeu Belanda : Dijsselbloem masuk ke sekolah dasar Katolik Roma di Son en Breugel dan sekolah menengah Katolik Roma Eckartcollege (1978–1985) di Eindhoven.[1] Ia mempelajari ekonomi agribudaya di Universitas Wageningen (1985–1991), utamanya dalam bidang ekonomi bisnis, kebijakan agribudaya, dan sejarah sosial dan ekonomi,[2] yang membuatnya mendapatkan gelar akademik ingenieur pada 1991.
Menkeu Kanada adalah seorang sarjana seni dan sastra rusia.
Menkeu Perancis adalah seorang sarjana sastra.
Menkeu Jepang seorang sarjana hukum.
Menkeu Polandia adalah seorang Sarjana Sejarah.
Menkeu Italia adalah seorang Sarjana Sastra dan Filologi.
Menkeu Papua New Ginea adalah seorang sarjana seni.
Sumber : berbagai sumber
Iman, Sehat, bahagia, Aman dan Aamiin.
Pertama, shiddiq yang artinya jujur (Kejujuran adalah sikap utama yang selalu dipegang)
Kedua, amanah (mampu menjalankan sekaligus menjaga kepercayaan yang diembankan di pundak secara profesional)
Pertanyaan menurut maksudnya antara lain :
1. pertanyaan permintaan (compliance question),
2. pertanyaan retoris (rhetorical question), pertanyaan mengarahkan atau menuntun (prompting question),
3. pertanyaan menggali (probing question).
Dalam sumber lainnya diketahui bahwa kalimat tanya terbagi atas :
Dari berbagai sumber
Jadi begini ya mengenai KUPON DIGITAL DTP
KUPON DTP : DALAM TINJAUAN ADMINISTRASI TERBATAS
Pajak DTP atau Pajak Ditanggung Pemerintah merupakan pembayaran pajak yang ditanggung pemerintah dengan cara mengakui beban belanja subsidi dan pada saat bersamaan mengakui penerimaan perpajakan dalam jumlah yang sama (in out) (1) . Dengan demikian dikarenakan tidak adanya konsep penerimaan pajak yang merupakan sumber pemasukan ke kas negara maka proses pencatatan dicatat dari sisi pemasukan bersumber bukan dari Wajib Pajak. Ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai hal tersebut menimbulkan beberapa hal yaitu :
Dampak bagi Wajib Pajak adalah adanya pengurangan kewajiban pajak yang seharusnya dibayar. Bahwa pajak yang seharusnya dibayar dan terutang tersebut merupakan penerimaan pajak bagi Pemerintah yang bersumber dari APBN yang dibebankan dalam suatu masa waktu tertentu. Dalam ketentuan yang sampai saat ini ada pengertian mengenai DTP tersebut memberikan dampak "berkurangnya" penerimaan yang "seharusnya" diterima dan tercatat dalam APBN sebagai suatu sumber penerimaan negara dari sektor perpajakan. Bahwa dalam ketentuan yang mengatur mengenai penerimaan negara dalam berbagai jenis pajak yang dapat dibebankan sebagai suatu bentuk subsidi kepada masyarakat mencakup jenis Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai.
Bagaimana suatu Pajak DTP tersebut dicatat dalam sistem administrasi penerimaan pajak?. Ketentuan yang sampai saat dilakukan adalah dengan cara mencatat suatu pengeluaran dari beban APBN dan kemudian dicatat kembali dengan mekanisme pembayaran dengan Surat Setoran Pajak (SSP) dengan dibubuhi stempel atau cap. Bahwa pencatatan bagi Pemerintah bersumber dari pengeluaran yang tercatat di Direktorat Jenderal Perbendaraan Negara sebagai suatu bentuk pencatatan pemasukan dari Pajak DTP sedangkan dari sisi Direktorat Jenderal Pajak merupakan suatu pencatatan dalam bentuk SSP yang isinya merupakan relaisasi penerimaan Pajak yang ditanggung. Lalu bagaimana dari sisi Wajib Pajak?. Apakah dengan memberikan suatu catatan tersebut merupakan proses pencatatan yang dituangkan dalam suatu "bukti" yang mencantumkan nilai pemasukan dalam kas Wajib Pajak karena ditanggung?.
Kembali pada pengaturan, bahwa pajak yang terutang merupakan pajak yang harus dibayarkan ke Pemerintah dengan jumlah tertentu dengan jenis pajak tertentu. Frasa jumlah adalah suatu keharusan agar dapat tercatat, tercatat dalam administrasi pemerintahan dan administrasi perpajakan Wajib Pajak.
Kupon menurut pengertiannya dalam KBBI adalah surat kecil atau karcis yang dapat ditukarkan dengan barang atau untuk membeli barang dan sebagainya. Diartikan kupon dimaksud bukan merupakan pengertian kupon untuk obligasi. Jadi kupon disini diartikan sebagai suatu surat kecil yang dapat ditukarkan dengan barang atau untuk membeli barang dan sebagainya, Dalam kupon tercantum suatu suatu jumlah pajak yang terutang yang sudah diperhitungkan oleh Wajib Pajak yang kemudian dimintakan melalui suatu aplikasi berbasis web dan mendapatkan validasi tertentu dengan teknologi barcode atau QR Code.
Berlanjut :
(1) catatan mengenai Pajak Ditanggung Pemerintah, bersumber dari
- VISI -
Menjadi Mitra Tepercaya Pembangunan Bangsa untuk Menghimpun Penerimaan Negara melalui Penyelenggaraan Administrasi Perpajakan yang Efisien, Efektif, Berintegritas, dan Berkeadilan dalam rangka mendukung Visi Kementerian Keuangan: "Menjadi Pengelola Keuangan Negara untuk Mewujudkan Perekonomian Indonesia yang Produktif, Kompetitif, Inklusif dan Berkeadilan".
- MISI -
- TUJUAN -
Untuk mewujudkan visi dan misinya, Direktorat Jenderal Pajak menyelaraskan tujuan Kementerian Keuangan dengan menetapkan tujuan Direktorat Jenderal Pajak periode 2020 - 2024 yaitu:
Daya laku surat keputusan diatur dalam pasal 57 Nomor 30 Tahun 2014. Daya laku berkenaan dengan kapan surat keputusan berlaku secara yuridis.
Daya ikat berkaitan dengan kapan surat keputusan diumumkan atau diterimanya surat keputusan oleh pihak yang dituju dalam surat keputusan.
kontekstual/kon·teks·tu·al/ /kontékstual/ a berhubungan dengan konteks
tekstual : isi suatu teks secara keseluruhan
Kontekstual dan Tekstual merupakan suatu gabungan yang sepatutnya dipahami. Tidaklah berimbang hanya dari satu sisi saja, namun dalam hal apa hal tersebut ditemukan dan diimplementasikan. Mengerti konteks tapi yakin pada tekstual adalah semestinya. Mengerti konteks tetapi tidak mengindahkan tekstual, ibarat berjalan tidak tahu arah.
Assalamu'alaikum.... Kini @zerlyn.shop menjual berbagai kebutuhan muslim/ah, kami mengambil dari brand yg high quality juga premium. Insya Allaah kedepannya akan semakin luas jaringannya, mohon doanya yaa.. produk yg kami jual 100% original, kami tidak berani menjual produk yg kw ataupun fake.. Alhamdulillaah, kami RESELLER & AFFILIATE RESMI beberapa brand seperti @purnamasaridevi_dress @hijabalila @muslimahbeautycare.id @wm_premium @taqychansaffron barakallaahufiikum 😊💕
https://shopee.co.id/zerlynda?fbclid=IwAR00otLG80s5jcXCJOFKXYQ2ojvyg6XkcD-96LB8mFii0dSq3Kb5TNuMhWE
termasuk/ter·ma·suk/ v 1 sudah masuk; 2 terhitung; tergolong;
Antara lain
antara/an·ta·ra/ 1 n jarak (ruang, jauh) di sela-sela dua benda: tiang yang satu dengan yang lain -- nya 4 m; 2 n waktu yang menyelang dua saat atau peristiwa; selang: tidak berapa lama -- nya, berangkatlah ia; 3 n di tengah dua benda (orang, tempat, batas, dan sebagainya): ia berjalan di -- dua orang pengawal; 4 n di tengah-tengah dua waktu (peristiwa, bilangan, bobot): kerajaan itu ditaklukkan -- tahun 1774 dan 1778; 5 n dalam kelompok (himpunan, golongan): ada beberapa orang di -- mereka yang terlibat dalam peristiwa pembunuhan itu; hal itu sebaiknya dibicarakan -- kita saja; 6 p sementara; dalam pada itu: ingat -- belum kena; -- itu insaflah ia; 7 n tengah-tengah atau pertengahan dua waktu (peristiwa); 8 a tidak jauh dari; dekat dengan: ia pun sampailah pada -- pasar; 9 p cak lebih kurang; kira-kira: -- seratus orang residivis telah diamankan;dekat tak tercapai, jauh tak -- , pb sesuatu yang dekat dengan kita, tetapi tidak dapat kita ambil karena tiada upaya;
Yaitu :
yaitu/ya·i·tu/ p kata penghubung yang digunakan untuk memerinci keterangan kalimat; yakni: yang pergi tahun ini dua orang, -- dia dan saya
Tulisan-tulisan
:
1.
Pengaturan Tentang Wajib Pajak Meninggal
Dunia
2.
Nominal Tax Pendapat lain dalam
Perpajakan di Indonesia
3.
Eskalasi Subyek Pajak
4.
Rasio Pajak Dalam Range
aku tidak pernah pergi.
Adanya aku di masa depan.
Aku akan selalu menjadi....(hari esok).
Aku tidak pernah menunjukkannya pada siapapun dan aku tidak akan pernah...(karena belum terjadi).
Walaupun begitu mereka yang hidup dan bernafas percaya padaku...(ada harapan).
Ada disana tetapi tidak pernah ada dan akan selalu begitu...(disambut datangnya dan pergi entah kemana).
Apakah aku?.
Aku adalah "........."
Apa yang disebut dengan peraturan pelaksanaan dari UU?.
Peraturan pelaksanaan dari UU adalah Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri dan Peraturan Direktur Jenderal dan peraturan pelaksanaan dalam bentuk surat edaran dan surat.
Apa isinya?.
Isinya adalah mandatori dari UU dan implementasi dari materi tersurat dalam pasal-pasalnya.
Apakah boleh membuat norma baru selain yang tercakup dalam UU?.
Boleh sepanjang terkait hal teknis mengenai teknologi informasi (tata caranya, alatnya, dan sumber dayanya), SDM dan Dana.
Jadi sebaiknya yang demikian ya, kira-kira begitu.
Kalau melanggar, disebut apa ya?.
Itu pelanggaran, kalau secara jamak disebut dengan "bertentangan dengan ketentuan diatasnya".
Kenapa demikian?.
Karena norma hukumnya sudah dalam bentuk UU, bukan lagi dalam bentuk kajian atau diskusi atau pendapat hukum.
Boleh tidak menguji?.
Boleh, dapat perorangan atau secara berkelompok (class action).
Apakah instansi pelaksana dari UU boleh menguji?.
Boleh, sepanjang.......(ini saya ragu ini).
Kenapa ragu?
Karena dalam pembentukan UU ada yang disebut dengan usul prakarsa (bersumber dari instansi terkait) dan inisiatif anggota DPR.
Teori dalam masalah dalam administrasi publik :
GEMA PAJAK - Gotong Royong Bersama Pajak
GEMA KEMENKEU-Gotong Royong Bersama Kemenkeu
Loyalitas Kami Bukan ke Pimpinan-.....(saya tambahi tapi ke Negara)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebijakan adalah rangkaian
konsep dan asas yang menjadi garis dan dasar rencana
dalam pelaksanaan pekerjaan, kepemimpinan, serta cara bertindak
(tentang perintah, organisasi, dan sebagainya).
Apakah kebijakan harus tertulis?.
Harus.
Karena yang namanya konsep harus
dituangkan dalam tulisan dalam bentuk perintah, uraian dan atau
petunjuk.
Bagaimana memahami perintah?.
Perintah yang terkait dengan ketentuan dan metode bekerja, dapat saja dilakukan secara lisan karena prosedurnya sudah dibakukan atau secara tersirat ada dalam prosedur tersebut.
Pegawai ASN melaksanakan kebijakan yang
ditetapkan oleh pimpinan Instansi Pemerintah. Pegawai
ASN berfungsi sebagai:
1. pelaksana kebijakan publik;
2. pelayan publik; dan
3. perekat dan pemersatu bangsa.
(UU ASN)
Menurut Teorinya bahwa yang disebut dengan pengembangan suatu produk (apapun
bentuk produknya) adalah :
Bagaimana dengan sektor Pemerintahan?.
Sebenarnya dalam batasan tertentu suatu
produk Pemerintahan, produk atau jasa yang dihasilkan adalah hal yang sama,
jika disebut suatu pengembangan, proses untuk mengembangkan itu setidaknya
terdiri atas memperbaiki yang sudah ada, atau memperluas hal yang dilakukan,
menambah hal baru atau jangkauan, atau membandingkan dengan hal-hal yang diatur
dan secara luas mengembangkan dengan memperluas cakupan kegiatan yang sudah
ada.
Apakah ada Teori yang lain?.
Sumber : http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/petunjuk_praktis/197
Dalam berbahasa sehari-hari ungkapan atas nama sering kita temukan. Namun, pemakaiannya sering kurang tepat. Perhatikan kalimat berikut.
(1) Pada kesempatan ini saya atas nama Bupati Wanasari dan atas nama pribadi menyampaikan ucapan belasungkawa atas meninggal-nya Bapak Subrata.
Pada kalimat (1) bupati berbicara sebagai pejabat dan sebagai pribadi. Yang perlu dicatat ialah bahwa yang berbicara adalah bupati sendiri, tidak mewakili orang lain. Dalam pembicaraannya, baik sebagai bupati maupun sebagai pribadi, digunakan ungkapan atas nama. Tepatkah penggunaan ungkapan tersebut?
Di dalam kamus dinyatakan bahwa ungkapan atas nama berarti 'sebagai
wakil, perintah, atau atas kuasa orang lain'. Karena dalam kalimat (1) bupati itu sendiri yang berbicara atau tidak mewakilkannya kepada orang lain, pemakaian ungkapan atas nama itu tidak tepat. Sebagai penggantinya, digunakan kata selaku atau sebagai sehingga kalimat (1) dapat diperbaiki menjadi sebagai berikut.
Jika yang berbicara bukan bupati, melainkan orang yang mewakili bupati, pemakaian atas nama kalimat (I) sudah tepat. Akan tetapi, atas nama untuk diri pribadi tidak tepat. Dalam kalimat itu tetap digunakan kata selaku/sebagai sehingga kalimat perbaikannya sebagai berikut.
Pemakaian ungkapan atas nama yang benar juga dapat dilihat di bawah ini.
(2) Atas nama ahli waris, saya mengucapkan terima kasih atas semua bantuan yang Bapak/lbu berikan. Ungkapan terima kasih seperti kalimat (2) disampaikan tidak hanya selaku pribadi, tetapi juga selaku wakil ahli waris. Dia berbicara mewakili ahli warisnya.
Daya serap hasil membaca dan paham tetap saja berbeda dibandingkan dengan menyerap lawan bicara karena tingkat kemampuan diukur dari kemampuan menyerap dan menyampaikan dan bukan mengimbangi.
Demikian harap maklum, demikian harap menjadi perhatiannya, Salam sejahtera
Demikian harap maklum = So please understand
Demikian harap menjadi perhatiannya =
So hope it becomes his attention
Salam sejahtera = best regards
Thank you for your attention and cooperation
UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1997 TENTANG DOKUMEN PERUSAHAAN
Jadi begini ya, ceritanya...
Pada suatu waktu dahulu kala....dimana ada suatu niat dan itikad yang baik dan diimplementasikan dengan baik, maka...
Kalau kita bicara mengenai subyek pajak, maka akan menemui yang disebut dengan istilah orang pribadi, badan, bendahara dan pihak ketiga.
Pihak-pihak tersebut bisa menjadi Wajib Pajak secara sendiri dan bisa menjadi pihak sebagai pemotong atau pemungut pajak dan pihak terkait.
Siapa pihak terkait tersebut?. Yaitu pihak-pihak yang terkait dengan Wajib Pajak tersebut terkait dengan pemotongan dan atau pemungutan pajak.
Terkait dengan pemotongan atau pemungutan disini diartikan bisa berdiri sebagai :
1. yang memotong pajak
2. yang memungut pajak
3. yang dipotong pajaknya
4. yang dipungut pajaknya
Pihak terkait tersebut diluar unsur subyek pajak yang sudah ada dan selain yang ada diatur sesuai ketentuan domestik UU Perpajakan atau UU Lainnya yang terkait (UU Kependudukan, UU terkait dengan Keimigrasian, UU terkait dengan Perdagangan dll).
Apakah pihak terkait memiliki kewenangan sesuai dengan yang dimiliki oleh orang pribadi, badan dan bendahara yang ada?. sudah tentu tidak kecuali UU atau Peraturan Pemerintah mengecualikan dan menyebut lain selain yang sudah diatur.
Demikianlah kira-kira.
Peraturan perundang-undangan perpajakan yang dibuat pada zaman pemerintahan penjajahan Belanda adalah antara lain : Aturan Bea Meterai Tahun 1921, Ordonansi Pajak Perseroan Tahun 1925, Ordonansi Pajak Kekayaan Tahun 1932, Ordonansi Pajak Pendapatan Tahun 1944.
Meskipun terhadap berbagai peraturan perundang-undangan perpajakan sisa-sisa kolonial tersebut telah beberapa kali dilakukan upaya perubahan dan penyesuaian, namun karena berbeda falsafah yang melatar belakanginya, serta sistem yang melekat kepada undang-undang tersebut, maka sepanjang perpajakan dilandasi ketentuan-ketentuan perundang-undangan tersebut, belumlah bisa memenuhi fungsinya sebagai sarana yang dapat menunjang cita-cita Bangsa dan Pembangunan Nasional yang sedang dilaksanakan sekarang ini.
Memasuki alam kemerdekaan, sejak Proklamasi 17 Agustus 1945, terhadap berbagai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan telah dilakukan perubahan, tambahan dan penyesuaian sebagai upaya untuk menyesuaikan terhadap keadaan dan tuntutan rakyat dari suatu negara yang telah memperoleh kemerdekaannya. Namun perubahan-perubahan tersebut di masa lalu lebih bersifat parsial, sedangkan perubahan yang agak mendasar baru dilakukan melalui Undang-undang Nomor 8 Tahun 1967 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Pendapatan, Pajak Kekayaan dan Pajak Perseroan, yang kemudian pelaksanaan diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1967 yang selanjutnya terkenal dengan "sistem MPS dan MPO". Sistem tersebut merupakan penyempurnaan sistem pajak sesuai dengan tingkat perkembangan sosial ekonomi Indonesia.
Ciri dan corak tersendiri dari sistem pemungutan pajak tersebut adalah :
Pihak terkait = Related Parties=Pihak Ketiga
Boleh ngapain?.
Boleh saja memungut, tapi bukan PEMUNGUT