Perusahaan yang sehat harus fokus memperbaiki leading indicators untuk menjaga lagging indicators tetap positif
Gambar Sumber : Asian Tiger
The Operational Iceberg (Gunung Es Operasional), yaitu perbedaan antara aspek yang terlihat di permukaan bisnis (angka dan indikator yang mudah diukur) dengan yang tidak terlihat (akar masalah operasional yang sering tersembunyi tetapi sangat mempengaruhi kinerja).
1. Bagian Terlihat (Visible)
Hal-hal yang bisa diukur dan langsung terlihat oleh manajemen, investor, maupun stakeholder, misalnya:
Omset
Profit & Loss (Laba Rugi)
Service
Customer Complain (Keluhan Pelanggan)
Revenue (Pendapatan)
Quality (Kualitas Produk/Jasa)
SDM
HPP (Harga Pokok Produksi)
Bagian ini ibarat puncak gunung es: mudah terlihat, tapi hanya representasi kecil dari realitas operasional.
2. Bagian Tidak Terlihat (Invisible)
Masalah operasional mendasar yang sering luput dari perhatian, antara lain:
SOP gak jalan → prosedur tidak diikuti.
COGS bocor → biaya produksi bocor/inefisien.
Pemborosan revenue → pendapatan hilang karena kebocoran kecil.
Decision making lambat → memperlambat respons bisnis.
Overstaffing → tenaga kerja berlebih tanpa produktivitas.
Energi & utilities boros → biaya operasional tidak efisien.
Miss komunikasi → salah paham antar divisi.
Data tercecer → informasi tidak rapi.
Inventory → stok menumpuk atau tidak terkendali.
Janji marketing gak match sama kebutuhan operasional → ekspektasi pelanggan beda dengan kapasitas internal.
Kontrak sama supplier → tidak menguntungkan atau tidak efisien.
Gali lubang tutup lubang → solusi jangka pendek yang tidak menyelesaikan masalah.
Diskon tanpa ROI → potongan harga tanpa perhitungan pengembalian investasi.
Contoh :
1. Omset
o Rp10 miliar per tahun
o Angka ini mudah
dilihat di laporan penjualan bulanan.
2. Profit & Loss
(Laba Rugi)
o Laba bersih: Rp800
juta
o Setelah dipotong HPP,
gaji, sewa, dan biaya operasional.
3. Service
o Tingkat kepuasan
pelanggan: 85%
o Diukur melalui survei
dan rating toko online.
4. Customer Complain
(Keluhan Pelanggan)
o 120 komplain per
tahun
o Terutama soal
keterlambatan pengiriman dan barang cacat.
5. Revenue (Pendapatan)
o Rp10 miliar (selaras
dengan omset).
6. Quality (Kualitas
Produk/Jasa)
o 95% produk lolos uji
kualitas
o Namun 5% masih retur
ke supplier.
7. SDM
o 50 karyawan
o Rasio produktivitas:
Rp200 juta/karyawan/tahun.
8. HPP (Harga Pokok
Produksi/Penjualan)
o Rp7 miliar
o Artinya margin kotor
sekitar 30%.
Kesimpulan bagian
terlihat: Laporan keuangan dan KPI terlihat cukup baik, perusahaan tampak
sehat di atas kertas.
2. Bagian Tidak
Terlihat (Invisible)
Angka-angka ini
jarang muncul di laporan formal, tapi dampaknya sangat besar.
1. SOP gak jalan
o Akibat SOP tidak
diikuti, terjadi keterlambatan pengiriman 15%.
o Dampak: kerugian
reputasi & biaya kompensasi Rp200 juta.
2. COGS bocor
o Ada inefisiensi
pembelian bahan (mark-up supplier 3%).
o Kebocoran: Rp210
juta/tahun.
3. Pemborosan revenue
o 2% transaksi hilang
karena salah input kasir dan retur tidak tercatat.
o Nilai: Rp200 juta.
4. Decision making
lambat
o Persetujuan harga
diskon butuh 5 hari.
o Akibatnya, kehilangan
peluang penjualan Rp500 juta/tahun.
5. Overstaffing
o Ada 5 karyawan
berlebih.
o Biaya gaji sia-sia
Rp300 juta/tahun.
6. Energi &
utilities boros
o Listrik & air
Rp50 juta/bulan → seharusnya Rp35 juta.
o Selisih Rp180
juta/tahun.
7. Miss komunikasi
o Kesalahan koordinasi
antar divisi → 50 pesanan salah kirim.
o Biaya retur &
kompensasi Rp100 juta.
8. Data tercecer
o Tidak ada sistem ERP,
laporan manual sering hilang.
o Estimasi kerugian
data: Rp50 juta (karena pencarian & perbaikan).
9. Inventory
o Barang menumpuk Rp1 miliar
→ 20% rusak/usang.
o Kerugian Rp200 juta.
10. Janji marketing tidak
match operasional
o Marketing janji
garansi 3 hari, realisasi 7 hari.
o Hilang 100 pelanggan
potensial → Rp300 juta revenue gagal masuk.
11. Kontrak supplier
tidak efisien
o Harga 5% lebih tinggi
dari pasar.
o Selisih Rp250
juta/tahun.
12. Gali lubang tutup
lubang
o Tutup kekurangan kas
dengan pinjaman jangka pendek.
o Biaya bunga tambahan
Rp100 juta.
13. Diskon tanpa ROI
o Diskon Rp500 juta
diberikan tanpa perhitungan.
o Tambahan penjualan hanya
Rp200 juta → rugi Rp300 juta.