:::Catatannya The Echo:::: 2025

Sunday, December 07, 2025

Kalau yang dilaporkan atau dibicarakan jeleknya lalu yang baiknya letaknya dimana?.

Kalau yang dilaporkan atau dibicarakan jeleknya lalu yang baiknya letaknya dimana?.

Jeleknya aja belum tentu jelek juga. Nah lho.

Measurement Data




 
​Interpretasi Visual Singkat
​Baris A (Kualitas Tinggi): Secara visual, batang Kualitas (300) jauh lebih tinggi daripada batang Kuantitas (30). Ini menegaskan bahwa A adalah spesialis kualitas yang mengutamakan kedalaman daripada volume.

​Baris B (Throughput/Volume Tinggi): Batang Kuantitas (300) adalah yang tertinggi dalam kelompoknya, sementara batang Kualitas (120) berada di tingkat menengah. Ini menunjukkan fokus pada throughput yang besar.

​Baris E (Risiko Kualitas): Batang Kuantitas (278) sangat tinggi (hampir menyamai B), tetapi batang Kualitas (86) berada di posisi terendah. Secara visual, ini adalah kesenjangan terbesar antara volume dan akurasi, menunjukkan perlunya perbaikan kualitas mendesak.

​Perbandingan ini menegaskan bahwa:
​Nilai Bestfit terletak pada Baris A (Kualitas >> Kuantitas).
​Keseimbangan terletak pada Baris B (Kuantitas Tinggi, Kualitas Cukup).
​Risiko Terbesar terletak pada Baris E (Kuantitas Tinggi, Kualitas Rendah).

NASKAH FINAL — ANALISIS MENYELURUH MEMORANDUM RECORDS (1984–2025)

NASKAH FINAL — ANALISIS MENYELURUH MEMORANDUM RECORDS (1984–2025)

(Versi Akademik, Mendalam, Siap Digunakan dalam Tesis/Kajian Hukum Pajak)

I. ANALISIS HISTORIS 1984–2025

1. Periode 1984 – Lahirnya Konsep Pencatatan (Foundational Period)

UU 6/1983 (KUP) untuk pertama kalinya membedakan:

WP pembukuan, dan

WP yang cukup melakukan “pencatatan” (Pasal 28 ayat 7–9).

Konsep ini setara dengan memorandum records secara fungsional:

single-entry

berbasis kas

berfungsi administratif, bukan akuntansi

Pada 1984 inilah dasar hukum MR muncul, meskipun istilah formalnya belum dipakai.

2. Periode 1994 – Konsolidasi Administratif

Revisi UU 1994 mempertahankan dualisme “pembukuan vs pencatatan”.

DJP secara praktis mulai menggunakan:

rekonsiliasi data pihak ketiga,

analisis arus kas,

net worth analysis, dan

expenditure comparison.

Pencatatan menjadi bukti pemeriksaan meskipun belum distandarisasi.

3. Periode 2000–2007 – Modernisasi Administrasi Pajak

Dalam rangka modernisasi sistem administrasi:

Single-entry diaries (MR) dipakai luas untuk rekonstruksi penghasilan OP.

Pemeriksa melakukan bank deposit method, cash transaction test.

MR menjadi “pseudo-bookkeeping” bagi WP kecil.

Periode ini penting karena MR menjadi bagian dari evidence-based assessment.

4. Periode 2007 – Revisi UU KUP

UU 28/2007 mempertegas struktur:

Pembukuan wajib untuk WP Badan/OP tertentu,

Pencatatan tetap sah sebagai rezim alternatif.

Konsep MR mendapatkan legitimasi legal lanjutan.

5. Periode 2009 – PER-4/PJ/2009 (Tonggak Administratif Pertama)

PER-4/PJ/2009 pertama kali:

mendefinisikan unsur minimal pencatatan,

mewajibkan catatan pemasukan, pengeluaran, harta, utang,

menyaratkan bukti transaksi.

Inilah formal birth memorandum records sebagai dokumen administratif.

6. Periode 2013–2016 – PSAK ETAP & SAK EMKM

IAI menerbitkan standar akuntansi UMKM, tetapi:

hanya untuk entitas pembukuan,

tidak berlaku bagi WP non-pembukuan,

tidak menghapus pencatatan.

Dualisme akuntansi–administrasi semakin menguat.

7. Periode 2018 – PP 23/2018 (Level PP Pertama untuk MR)

PP 23/2018 menetapkan:

omzet ≤ 4,8 M = cukup pencatatan,

pencatatan = basis administrasi pajak.

Ini adalah pengakuan tertinggi MR secara hukum setelah UU KUP.

8. Periode 2021 – PMK 54/2021

PMK ini menetapkan:

dokumen minimal,

bukti elektronik,

arsip digital,

mutasi bank.


MR bergerak dari dokumen informal menjadi administrative evidence.

9. Periode 2023–2025 – API–PNE–AKB (Era Penilaian Kemampuan Bayar)

Konsep baru:

MR = determinan kualitas dalam penetapan pajak,

MR di-score (0–20),

memengaruhi API, PNE, dan AKB.

MR berubah dari catatan pasif menjadi input analitis untuk penetapan pajak.

II. ANALISIS HUKUM (LEGAL ANALYSIS)

A. Hirarki Hukum Memorandum Records

1. Undang-Undang (UU KUP)

Pasal 28 ayat 7–9: WP boleh mencatat.

→ dasar hukum tertinggi.

2. PP 23/2018

Mengafirmasi rezim pencatatan.

→ legitimasi tingkat PP.

3. PMK 54/2021

Mendefinisikan “dokumen minimal”.

→ kewajiban administratif.

4. PER-4/PJ/2009

Petunjuk teknis.

→ instrumen pelaksanaan.

5. Draft PMK AKB 2023–2025

MR direkognisi sebagai data penilaian kemampuan bayar.

Kesimpulan:

MR memiliki legal-binding force yang sah dalam tata hukum perpajakan Indonesia.

B. Mengapa MR Bukan PSAK (Argumen Legal-Akuntansi)

Argumentasi hukum-akuntansi lengkap:

1. PSAK berlaku untuk entitas pelapor

OP non-buku bukan entitas pelapor → PSAK tidak melekat.

2. PSAK berbasis akrual – MR berbasis kas

3. PSAK double-entry – MR single-entry

4. MR tidak memenuhi kualifikasi laporan keuangan menurut IFRS:

relevance,

faithful representation,

verifiability,

comparability.

5. MR adalah alat administrasi, bukan laporan keuangan.

6. MR tidak diaudit, tidak tunduk ke SPAP.

C. Status Yuridis Final

> MR = Dokumen Administrasi Negara yang sah digunakan untuk rekonstruksi penghasilan, penetapan pajak, dan penilaian kemampuan bayar, tetapi bukan standar akuntansi.

III. ANALISIS ADMINISTRASI NEGARA & KEBIJAKAN

A. MR dalam Teori Administrasi Publik: Administrative Substitution

Ketika standar profesional tidak tersedia (non-bookkeeping taxpayer), negara membuat administrative substitute untuk menjaga fungsi fiskal.

MR adalah substitusi administratif atas pembukuan.

B. MR sebagai Instrumen Reduksi Beban Kepatuhan

Untuk WP kecil, cost of bookkeeping > benefit.

MR menurunkan compliance costt.

C. MR sebagai Tahap Kepatuhan Bertahap (Staged Compliance)

Model global:

Australia: Simplified Accounts

Belanda: Memorandum Books

Malaysia: Basic Records

US IRS: Statement of Cash Receipts & Expenses

Indonesia mengadopsi pola internasional.


IV. ANALISIS AKUNTANSI (NON-PSAK)

A. MR = Memorandum Account

Sifat:

non-ledger,

tidak memengaruhi akun riil,

tidak bisa membentuk neraca akrual.

B. MR = Single Entry Accounting

Karakter:

mencatat kas masuk–keluar saja,

tidak mencatat:

modal,

penyusutan,

piutang,

persediaan,

accruals.


C. MR tidak memenuhi IFRS Conceptual Framework

Karena tidak memenuhi kriteria:

representational faithfulness,

verifiability,

timeliness,

understandability,


completeness.

V. ANALISIS KONSEP & TEORI

1. Policy Vacuum Theory

Ketika standar akuntansi tidak dapat diterapkan → birokrasi menciptakan standar administratif.

2. Ability-to-Pay Principle

MR menjadi jembatan untuk mengukur kemampuan bayar WP kecil.

3. Administrative Feasibility

Kebijakan harus feasible → pembukuan tidak feasible bagi UMKM mikro.

4. Cost–Benefit Optimization

MR adalah solusi efisiensi administrasi pajak.

VI. ANALISIS KEBIJAKAN PEMBATASAN 4,8 MILIAR

Batas ini berasal dari:

angka historis PP 46/2013 → diteruskan di PP 23/2018,

global threshold untuk small business tax regime,

analisis kapasitas kepatuhan,

segmentasi risiko.


Implikasi kebijakan:

≤ 4,8 M → MR cukup

> 4,8 M → pembukuan wajib (PSAK/ETAP/EMKM)


VII. ANALISIS MR DALAM API–PNE–AKB

1. API (Analisis Penghasilan Indikatif)

Digunakan bila MR lengkap dan konsisten.

2. PNE (Penyesuaian Normal Ekonomi)

Digunakan bila MR ada tetapi kualitasnya rendah.

3. AKB (Analisis Kemampuan Bayar)

Digunakan bila MR tidak tersedia atau kualitas sangat rendah.

MR Score (0–20) menentukan metode mana yang dipakai.

VIII. ANALISIS RISIKO & MITIGASI

A. Risiko

Self-reporting bias,

transaksi luar buku,

mismatch vs mutasi bank,

kualitas bukti rendah,

pemeriksa harus rekonstruksi manual,

potensi over-enforcement jika kualitas MR buruk.

B. Mitigasi

MR scoring,

rekonsiliasi bank digital,

data pihak ketiga (PPAT, bank, OJK),

integrasi e-payment,

algoritma deteksi outlier.

IX. ANALISIS EMPIRIS (DENGAN STRUCTURE DATA DUMMY)

A. Variabel Dummy

MR_score (0–20)

Metode_penilaian (API=2, PNE=1, AKB=0)

Omset

Pengeluaran

Penambahan_harta

Selisih_penetapan

Sektor_usaha

Status_kepatuhan

B. Model Analisis

1. Logistic regression

Prediksi metode penetapan berdasarkan MR_score.

2. OLS regression

Dampak MR_score terhadap selisih penetapan.

3. Construct validity

MR_score vs verifiability of evidence.

4. Inter-rater reliability

Konsistensi pemeriksa dalam menilai MR.

X. KESIMPULAN UTAMA

1. MR adalah instrumen administrasi pajak sah sejak 1984, diperkuat PP 23/2018.

2. MR bukan PSAK dan tidak akan pernah menjadi PSAK.

3. MR menjadi dasar penetapan pajak (API–PNE–AKB).

4. MR efektif menurunkan beban kepatuhan WP kecil.

5. MR perlu distandarisasi melalui scoring, digitalisasi, dan bukti pihak ketiga.

6. MR adalah basis kebijakan kemampuan bayar di era modern.



Friday, December 05, 2025

Opini Adjustment Profesional (Penyesuaian Pencatatan) untuk Wajib Pajak Orang Pribadi: Landasan Hukum, Model Teoretis, dan Praktik Administratif

Tulisan Merupakan Pendapat Pribadi dan tidak emncerminkan pendapat Institusi.
Koheren dengan tulisan saya dengan judul : 

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 826/KMK.013/1992 di muat di halaman web saya di 

https://echodry.blogspot.com/2016/02/keputusan-menteri-keuangan-nomor.html

Pertanyaan dasarnya adalah :
1. Pencatatan Non Pembukuan Orang Pribadi itu menurut PSAK merupakan apa?.
2. Apakah ada ketentuan yang mengatur sampai saat ini?.
3. Kalau mengajukan pengurangan sanksi bagaimana?. Ukurannya apa?.




Opini Adjustment Profesional (Penyesuaian Pencatatan) untuk Wajib Pajak Orang Pribadi: Landasan Hukum, Model Teoretis, dan Praktik Administratif

Abstrak
Penyesuaian pencatatan (professional adjustment) merupakan metode administratif yang digunakan fiskus ketika wajib pajak orang pribadi tidak menyelenggarakan pembukuan, tetapi hanya pencatatan sesuai PER-4/PJ/2009. Artikel ini menguraikan landasan hukum, model teoretis, teori kemampuan membayar (ability-to-pay principle), serta formulasi akademik bagaimana data objektif digunakan untuk menyimpulkan jumlah penghasilan bruto dan neto secara wajar (reasonable estimation). Studi ini memperlihatkan bahwa opini adjustment profesional merupakan mekanisme bridging antara ketidaklengkapan pencatatan WP dengan prinsip legal certainty dan fairness dalam pemungutan pajak.

1. Pendahuluan
Sebagian besar Wajib Pajak Orang Pribadi Non-Buku hanya menyelenggarakan pencatatan (record keeping), bukan pembukuan. Kondisi ini menimbulkan gap antara kewajiban perpajakan (UU KUP dan UU PPh) dengan kemampuan administratif WP. Oleh sebab itu, fiskus menggunakan Opini Adjustment Profesional, yaitu penilaian yang didasarkan pada:
a. Data objektif WP,
b. Prinsip ability to pay,
c. Kesebandingan transaksi,
d. Reasonable estimation berdasarkan standar pemeriksaan.
Opini ini penting untuk mencegah undue tax burden sekaligus menghindari underreporting akibat keterbatasan pencatatan WP.

2. Landasan Hukum Penyesuaian Pencatatan
2.1 UU 7/2021 (UU KUP)
UU KUP Pasal 12 dan Pasal 13 memberikan kewenangan kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk menerbitkan koreksi jika terdapat:
a. kekurangan pencatatan,
b. data yang lebih benar,
c. dan kewajiban perpajakan yang tidak terpenuhi.
(intisarinya)
Ini menjadi dasar bagi fiskus untuk melakukan adjustment berdasarkan data objektif.

2.2 PER-4/PJ/2009
Peraturan ini secara eksplisit menyatakan:
WP orang pribadi non-pembukuan hanya diwajibkan menyelenggarakan pencatatan sederhana.
Pencatatan boleh dilakukan dalam bentuk sederhana sepanjang memuat:
penghasilan, harta, kewajiban, biaya, dan bukit transaksi yang ada.
Karena pencatatan tidak lengkap, fiskus berwenang melakukan penyesuaian berdasarkan standar kewajaran.

2.3 PMK 54/2021
PMK ini memberikan prinsip penyusunan standar pemeriksaan berbasis:
a. data internal,
b. data eksternal,
c. third-party reporting,
d. kewajaran usaha sejenis.
Ini menjadi dasar metodologi professional judgement pemeriksa pajak.

2.4 Prinsip Ability to Pay
Prinsip ini adalah dasar konstitusional (Pasal 23A UUD 1945 secara tafsir akademik) bahwa pajak dipungut berdasarkan kemampuan membayar (economic capacity).
Implikasinya:
a. Fiskus boleh melakukan estimasi wajar atas penghasilan,
b. Tetapi tidak boleh menciptakan beban pajak melebihi kemampuan ekonomis yang objektif.

3. Kerangka Teoretis
3.1 Teori Estimasi Pajak (Tax Estimation Theory)
Dari Bird & Zolt (2019) dan OECD (2021):
Estimasi diperlukan ketika struktur pencatatan tidak lengkap.
Estimasi harus berbasis:
a. Objective data,
b. Comparable analysis,
c. Consistency,
d. Reasonable professional judgement.

3.2 Teori Kemampuan Membayar (Ability-to-Pay Principle)
Dikembangkan oleh Musgrave (1959), prinsip ini menyatakan bahwa beban pajak harus proporsional terhadap kapasitas ekonomi WP, bukan hanya data transaksional mentah.

Sehingga adjustment profesional harus menjaga horizontal equity dan vertical equity.

3.3 Model Ambiguitas Administratif (Matland, 1995)
Relevansi model Matland:
a. Norma: WP hanya wajib mencatat.
b. Administrasi:  butuh data untuk menghitung pajak yang benar.
➡ terjadi administrative ambiguity.
Opini adjustment berfungsi mengatasi ambiguitas itu secara profesional.

4. Model Akademik Opini Adjustment Profesional
4.1 Input Model
Data Pencatatan WP (incomplete)
Data Pihak Ketiga (valid)
Data ekonomi objektif:
a. rasio industri,
b. markup standar,c. 
indeks biaya rata-rata sektor.
Indikator ability-to-pay:
a. harta awal dan akhir,
b. kenaikan aset,
c. pola konsumsi besar.
4.2 Formula Akademik Penyesuaian
Model derived income method (Doyle & Kleven, 2020):
Income = C + Delta A + L
di mana:
C = konsumsi (identifikasi dari pengeluaran signifikan),
ΔA = perubahan aset,
L = pembayaran liabilitas.
Kemudian dikalibrasi:

Taxable Income = Income - Allowable Cost

Allowable Cost diperoleh dari:
a. bukti minimal,
b. proxy biaya sektor (OECD K-U Ratio)

4.3 Model Penilaian Risiko
Menggunakan kerangka OECD (Risk Management 2021):
a. Low → adjustment minimal, cukup rekonsiliasi bukti.
b. Medium → gunakan metode comparable dan ratio analysis.
c. High → gunakan metode net worth analysis dan source and application method.

5. Praktik Administratif Opini Adjustment
5.1 Langkah Sistematis
a. Analisis pencatatan WP.
b. Identifikasi kekurangan.
c. stimasi pendapatan kotor WP.
d. Estimasi biaya wajar (ability-to-pay + comparable).

Menyusun laporan Opini Adjustment Profesional:
a. basis data,
b. asumsi,
c. model estimasi,
d. justifikasi ilmiah,
e. hasil koreksi.
f. Diskusi dengan WP (due process).
g. Finalisasi dalam surat hasil pemeriksaan.

5.2 Kriteria Penyesuaian yang Wajar
Didasarkan data, bukan asumsi subyektif.
Konsisten dengan industri sejenis.
Memenuhi prinsip legal certainty.
Tidak memaksakan kewajiban melebihi realita ekonomi WP.

6. Studi Komparatif
6.1 Amerika Serikat (IRS)
IRS menggunakan income reconstruction melalui:
a. bank deposit method,
b. net worth method,
c. expenditures method.
Penyesuaian harus reasonable dan documented.

6.2 Jepang (NTA)
NTA menggunakan Economic Reality Method. Menekankan konsistensi antara aset–pencatatan–lifestyle.
Indonesia kompatibel dengan model ini, tetapi tidak ada istilah resmi professional adjustment; istilah ini merupakan terjemahan akademik dari fungsi pemeriksaan atau penelitian.
7. Kesimpulan
Opini Adjustment Profesional merupakan mekanisme penting untuk:
a. Menjembatani keterbatasan pencatatan WP orang pribadi.
b. Menjamin pemungutan berdasarkan ability to pay.
c. Memberikan keadilan horizontal antar WP.
d. Mengatasi ambiguitas administratif antara norma UU dan praktik pemeriksaan.

Model akademik yang digunakan meliputi:
a. derived income method,
b. net worth analysis,
c. consumption-based estimation,
d. prinsip ability-to-pay,
e. risk-based approach.

Maka, secara ilmiah dan administratif, penyesuaian pencatatan adalah bentuk profesional judgement yang sah, rasional, dan diperlukan.


Daftar Pustaka
Bird, R., & Zolt, E. (2019). Taxation and development. Edward Elgar.
Doyle, J., & Kleven, H. (2020). Income reconstruction in tax investigations. Journal of Public Economics, 185, 104–123.
Kirchler, E. (2007). Economic psychology of tax behaviour. Cambridge University Press.
Matland, R. (1995). Ambiguity-conflict model. Journal of Public Administration Research and Theory, 5(2), 145–174.
Musgrave, R. (1959). The theory of public finance. McGraw-Hill.
OECD. (2021). Tax Administration: Comparative Information. OECD Publishing.

Thursday, December 04, 2025

Adjustment Profesional Pengukuran Likuiditas atau Kemampuan Bayar Orang Pribadi : Dulu Bahan Amanah atau Talenta kalau zaman sekarang

Pencatatan Non Pembukuan Orang Pribadi itu menurut PSAK merupakan apa?.

Tidak ada. Namun definisinya adalah Pencatatan adalah pencatatan pemasukan dan pengeluaran atau transaksi yang memengaruhi penghasilan dan kewajiban pajak, tanpa harus menyusun pembukuan formal (jurnal, buku besar, neraca, laba rugi).

Dalam SPT Tahunan di masukkan dalam Daftar Harta dan Daftar Utang

Jika Orang Pribadi hanya melakukan “pencatatan sederhana” (misalnya pendapatan & pengeluaran), regulasi pajak tidak mewajibkan Anda menghitung atau melaporkan likuiditas seperti rasio current ratio, quick ratio, dsb.

Membuat catatan sederhana seperti saldo kas & bank, utang jangka pendek, piutang, dapat digunakan menilai “likuiditas pribadi/usaha.” 

Apakah ada ketentuan yang mengatur sampai saat ini?.

Tidak ada ketentuan perundang‑undangan, pajak, atau standar akuntansi di Indonesia yang secara formal mewajibkan orang pribadi (non‑pembukuan) menghitung atau melaporkan likuiditas. 

Kalau mengajukan pengurangan sanksi bagaimana?. Ukurannya apa?.

Kalau konteksnya pengurangan sanksi pajak (tax relief atau remisi denda) di Indonesia, ukurannya dan prosedurnya tidak bergantung pada likuiditas secara formal, tetapi biasanya menggunakan kondisi kemampuan bayar, kesalahan administrasi, atau itikad baik  sebagai dasar.

Jadi :

Ketika WP ingin mengajukan pengurangan sanksi, beberapa ukuran yang biasa dipakai antara lain :
Kemampuan bayar (liquiditas/pribadi/perusahaan)
Rasio kas atau saldo likuid terhadap kewajiban pajak yang terutang dapat menjadi bukti.
Tidak ada rumus baku, tetapi WP menunjukkan kondisi keuangan yang membuktikan bahwa membayar seluruh denda akan menimbulkan kesulitan signifikan.
Itikad baik dan administrasi
WP segera melaporkan SPT dan membayar pajak meskipun terjadi keterlambatan.
Bukti usaha WP dalam memenuhi kewajiban pajak → faktor keringanan.
Kesalahan atau keadaan luar biasa.

Dokumentasi yang Dibutuhkan :
Bukti kondisi keuangan (rekening bank, saldo kas, piutang, utang jangka pendek) → ini adalah “pengukuran likuiditas” secara praktis
Bukti administrasi pajak (SPT, pembayaran pajak pokok)
Dokumen pendukung lain: surat dokter, surat kehilangan, atau dokumen force majeure

Kesimpulan :
Tidak ada standar rasio likuiditas resmi. Ukuran “kemampuan bayar” bersifat relatif dan didokumentasikan dengan bukti nyata kondisi kas/utang/piutang.
Dalam praktik, WP biasanya menunjukkan kas + setara kas vs kewajiban pajak dan denda → untuk menunjukkan proporsionalitas permohonan pengurangan.

Saldo Kas menggunakan formula :
Saldo Kas menggunakan formula :
Saldo = Pemasukan – Pengeluaran
Saldo = Saldo sebelumnya + Pemasukan – Pengeluaran

Tidak ada ketentuan perundang‑undangan, pajak, atau standar akuntansi di Indonesia yang secara formal mewajibkan orang pribadi (non‑pembukuan) menghitung atau melaporkan likuiditas.

Adjustment profesional untuk WP OP non-buku,

Model lainnya yang dapat digunakan adalah :
a. Model 1: Metode Komponen Sederhana (Simple Economic Component Method)
b. Model 2: Metode Penghasilan Neto Ekonomis (Economic Net Income Method)
c. Model 3: Metode Rasio Kemampuan Bayar (Ability to Pay Ratio Method)

Model 1: Komponen Sederhana
Penetapan kemampuan bayar menggunakan Model 1 dilakukan dengan rumus:
API = (Harta Bersih + Pengeluaran Konsumtif Tahunan + Penambahan Harta) – Penghasilan Dilaporkan.
Model ini digunakan apabila:
a. Wajib Pajak memiliki pencatatan sederhana;
b. Bukti transaksi tidak lengkap namun masih tersedia data harta dan pengeluaran utama;
c. Data harta dalam SPT Tahunan dan daftar harta lebih dominan dibanding data transaksi usaha.
Komponen Harta Bersih merujuk pada daftar harta dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi, termasuk:
Tanah dan bangunan;
Kendaraan bermotor;
Kas dan setara kas;
Deposito, tabungan, dan giro;
Piutang;
Investasi (obligasi, saham, reksadana);
Logam mulia;
Harta bergerak lain;
Harta tidak berwujud.

Model 2: Penghasilan Neto Ekonomis
Penetapan penghasilan neto ekonomis dihitung dengan formula:
Penghasilan Neto Ekonomis = Kenaikan Harta + Pengeluaran Konsumtif + Penambahan Utang – Penambahan Piutang.
Model ini digunakan apabila:
a. Wajib Pajak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
b. Terdapat bukti bahwa pengeluaran konsumtif signifikan;
c. Terdapat ketidaksesuaian yang nyata antara pencatatan usaha dengan perubahan harta.
(3) Penghasilan neto ekonomis dibandingkan dengan Penghasilan Neto SPT Tahunan untuk menilai kewajaran pelaporan.

Model 3: Rasio Kemampuan Bayar (AKB)
Rasio kemampuan bayar dihitung dengan rumus:
AKB = (Total Pengeluaran Ekonomis + Kenaikan Harta) / Penghasilan Neto SPT.
(2) Indikator ketidakwajaran ditetapkan sebagai berikut:
a. AKB > 1,2 → terdapat indikasi penghasilan yang belum dilaporkan;
b. AKB antara 0,8–1,2 → dianggap wajar;
c. AKB < 0,8 → terdapat indikasi pelaporan penghasilan yang lebih tinggi dari kondisi ekonomi sebenarnya.
(3) Model ini digunakan untuk:
a. Menilai kemampuan bayar dalam pengajuan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi pajak berdasarkan Pasal 36 UU KUP;
b. Wajib Pajak dengan konsumsi atau gaya hidup tidak sebanding dengan penghasilan SPT;
c. Wajib Pajak dengan pencatatan minimal.

Prioritas & Penggunaan Opsional
Penggunaan metode dilakukan dengan prioritas sebagai berikut:
a. Model 2 digunakan apabila data pencatatan dan bukti transaksi lebih lengkap;
b. Model 1 digunakan apabila bukti terbatas namun terdapat informasi harta dan konsumsi;
c. Model 3 digunakan apabila bukti minimal namun terdapat indikasi ketidakwajaran berdasarkan konsumsi atau gaya hidup.

Saturday, November 29, 2025

Braess’s Paradox dalam Ekonomi (penjelasan paling mudah dan aplikatif untuk konteks kebijakan publik

Braess’s Paradox dalam Ekonomi (penjelasan paling mudah dan aplikatif untuk konteks kebijakan publik).
Inti Braess’s Paradox:
Dalam teori jaringan, menambah satu jalur baru (resource baru) justru dapat membuat semua orang jadi lebih tidak efisien.
Artinya: lebih banyak pilihan ≠ lebih baik, jika perilaku individu bersifat self-interested (mengedepankan kepentingan sendiri).
Walaupun awalnya berasal dari teori lalu lintas (transportation network theory), konsep ini sangat relevan dalam ekonomi, organisasi, kebijakan, dan desain regulasi.
1. Penjelasan konsep Braess’s Paradox dalam ekonomi
Secara ekonomi, Braess’s Paradox adalah kondisi ketika:
Penambahan kapasitas atau opsi baru dalam suatu sistem justru menurunkan kinerja keseluruhan sistem.”

Ini terjadi karena:
Setiap agen ekonomi bertindak egoistik
Routing/keputusan dilakukan secara desentralisasi
Tidak ada koordinasi pusat
Konsekuensi:
Menambah sumber daya → memicu perubahan strategi individu → membuat equilibrium baru lebih buruk dibanding sebelumnya

2. Contoh ekonomi (di luar lalu lintas)
a. Pasar
Ketika pemerintah membuka pasar baru (misalnya rute logistik baru):
Pelaku usaha beralih ke rute yang tampak lebih murah. Semua pelaku menumpuk di rute itu
Biaya logistik meningkat karena kemacetan, antrian, bottleneck
→ Efisiensi agregat turun.

b. Sistem kerja organisasi
Misal organisasi memberi “jalur cepat” baru untuk persetujuan:
Semua orang menggunakannya
Jalur cepat → jadi penuh → lebih lambat daripada jalur lama
→ Organisasi malah kurang produktif
3. Prinsip Ekonomi yang Dibuktikan Braess’s Paradox
1. Individual rationality ≠ collective optimality
Pilihan terbaik individu tidak selalu menguntungkan sistem secara keseluruhan.
2. Coordinated planning kadang lebih efisien dari market choice
Dalam konteks jaringan, terkadang pembatasan → lebih efisien daripada penambahan fasilitas.
3. Tambahan pilihan menambah kompleksitas → menurunkan welfare
terlalu banyak opsi regulasi justru memperbesar ketidaksesuaian administrasi.
4. Ketika Braess’s Paradox muncul dalam kebijakan publik Indonesia
Fenomena ini biasanya muncul ketika:
Pemerintah membuat kebijakan dengan niat mempermudah
tetapi hasilnya justru menambah beban dan memperlambat proses.
Contoh:
Penambahan kanal layanan administrasi (misal WA, email, portal, tatap muka) → semua WP bingung saluran mana yang “lebih cepat”.
Akhirnya bottleneck muncul di kanal paling populer.
5. Hubungan dengan tesis Anda (ambiguity & administrative inconsistency)
Braess’s Paradox membantu menjelaskan kenapa penambahan opsi kebijakan sering menciptakan ambiguitas administratif:
> Jika opsi baru ditambahkan tanpa mengurangi opsi lama, sistem menjadi over-networked, dan equilibrium baru lebih tidak efisien.
Ini bisa Anda kaitkan ke:
Matland ambiguity model
Ambiguity–conflict matrix
Validitas konstitusional vs ambiguitas administratif
6. Kesimpulan versi ringkas (untuk tesis atau presentasi)
Braess’s Paradox dalam ekonomi:
> Menambahkan kapasitas, jalur, insentif, atau kanal baru dapat menurunkan kinerja sistem bila agen ekonomi bertindak sendiri-sendiri dan tidak terkoordinasi.
Implikasi:
Penambahan opsi regulasi = potensi ambiguitas & ketidaksesuaian
Sistem sering lebih efisien jika disederhanakan, bukan diperbanyak
Kebijakan yang tampak pro-efisiensi justru bisa kontra-produktif.

Friday, November 28, 2025

750.000 itu kecil...waduh???>>>>

750.000 itu kecil...waduh???>>>>

Begini kalau 750.000 itu kalau dikalikan dengan 50.000 maka akan ketemu menjadi Rp37.500.000.000 setahun.  Kalau hampir 1 juta orang maka akan ketemu :Rp750.000.000.000

jika dibelikan kendaraan, rumah dan bus akan menghasilkan :

KategoriHarga per UnitPerkiraan Jumlah
Bus            Rp1 miliar        = 750 unit
Rumah      Rp1 miliar         =750 unit
KendaraanRp300 juta       = 2.500 unit

Wednesday, November 26, 2025

Doa Agar Penerimaan Pajak Tercapai

Doa Agar Penerimaan Pajak Tercapai

Bismillahirrahmanirrahim.

Ya Allah, Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,

kami memohon kepada-Mu kekuatan, kecermatan, dan keikhlasan dalam menjalankan amanah mengelola penerimaan negara.

Ya Allah, berkahilah setiap usaha kami dalam menghimpun penerimaan pajak.

Lapangkanlah jalan kami untuk mencapai target yang telah ditetapkan demi kemaslahatan bangsa dan negara.

Karuniakan kepada kami keteguhan hati, integritas, dan profesionalisme.

Jauhkanlah kami dari kekeliruan, kelalaian, serta segala bentuk hambatan yang menghalangi tercapainya penerimaan negara.

Ya Allah, lembutkanlah hati para Wajib Pajak agar mereka memahami, mendukung, dan patuh dalam melaksanakan kewajibannya.

Anugerahkanlah kepada bangsa ini rezeki yang luas, kegiatan ekonomi yang tumbuh, serta keberkahan pada setiap transaksi yang menjadi sumber penerimaan negara.

Jadikanlah penerimaan pajak ini sebagai jalan untuk memperkuat pembangunan, menegakkan keadilan fiskal, dan meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.

Rabbana, terimalah doa dan ikhtiar kami.

Bangunlah negeri ini dengan pertolongan-Mu.

Amin ya Rabbal ‘alamin.

Regulasi pemaaf substansi : Tapi bukan berarti liar atau ngawur

Rumusan “Regulasi Pemaaf Substansi” sebagai Solusi Ambiguitas Administrasi

Regulasi pemaaf substansi adalah mekanisme normatif yang memberikan toleransi terhadap kesalahan formal atau ketidaktepatan administratif sepanjang substansi kewenangan, fungsi, dan tujuan tindakan pemerintahan tetap terpenuhi.

Mekanisme ini menjadi solusi atas ambiguitas administrasi, karena memfokuskan penilaian pada kesesuaian materiil (material compliance) alih-alih kepatuhan bentuk (formal compliance). Dengan demikian, ketidaktepatan istilah, format, atau nomenklatur yang tidak mempengaruhi esensi kewenangan tidak menimbulkan cacat hukum yang membatalkan tindakan administratif tersebut.

Regulasi pemaaf substansi merupakan pendekatan yuridis-administratif yang memaafkan kekeliruan formal selama substansi tindakan administrasi pemerintahan telah sesuai dengan tujuan, kewenangan, dan norma dasar yang mengatur. Regulasi ini bekerja sebagai instrumen korektif untuk mereduksi ambiguitas administrasi, khususnya ketika terdapat perbedaan antara ketentuan normatif dan praktik birokrasi. Dalam pendekatan ini, kesalahan yang bersifat terminologis, teknis, atau prosedural yang tidak memengaruhi validitas kewenangan dianggap sebagai “cacat administratif yang dapat diperbaiki” (rectifiable defect), bukan sebagai “cacat yang membatalkan” (fatal defect).

Dengan demikian, regulasi pemaaf substansi memungkinkan tindakan administrasi tetap sah dan berlaku sepanjang tujuan hukum tercapai (goal attainment) dan tidak terdapat penyalahgunaan kewenangan (detournement de pouvoir). Pendekatan ini menjaga stabilitas penyelenggaraan pemerintahan, mencegah ketidakpastian hukum, serta mengatasi ambiguitas administratif yang muncul akibat ketidaksinkronan norma, misalnya penggunaan nomenklatur lama dalam dokumen resmi meskipun struktur kelembagaan telah berubah

Bona fide pada dasarnya tidak hanya bermakna iktikad baik, tetapi juga mencakup pengertian bahwa suatu tindakan administrasi dianggap benar pada masanya, yaitu benar menurut standar hukum, pengetahuan, dan praktik birokrasi pada saat tindakan itu dilakukan. Dengan demikian, kekeliruan terminologis atau administratif yang muncul kemudian tidak otomatis membatalkan tindakan tersebut, sepanjang pada saat itu tindakan tersebut dilakukan secara jujur, tanpa niat buruk, dan sejalan dengan norma yang berlaku pada periode tersebut..

Regulasi pemaaf substansi bekerja efektif ketika tindakan administratif yang tampak keliru secara formal tetap bona fide pada masanya, yakni benar dan wajar menurut standar administratif periode tersebut.


Tuesday, November 25, 2025

MIMPI : BUMN Email

PROPOSAL PENGEMBANGAN
BUMN MAIL & LAYANAN KOMUNIKASI NASIONAL

I. LATAR BELAKANG
Ketergantungan Indonesia pada layanan komunikasi asing (email, pesan instan, cloud, dan kolaborasi digital) menimbulkan sejumlah risiko strategis, antara lain:
1. Keamanan data — Risiko kebocoran data pemerintah dan BUMN yang tersimpan di server luar negeri.
2. Kedaulatan digital — Ketiadaan platform nasional membuat Indonesia tidak memiliki kendali penuh atas infrastruktur komunikasi.
3. Biaya ekonomi — Pembayaran layanan asing menyebabkan kebocoran devisa.
4. Kepatuhan hukum — Tidak semua platform asing memenuhi standar regulasi nasional (UU PDP, Keamanan Informasi, dan Standar SPBE).
Oleh karena itu, dibutuhkan BUMN Mail dan BUMN Connect, yaitu layanan komunikasi nasional yang aman, terjangkau, dan berada dalam penguasaan negara.
II. TUJUAN PROGRAM
1. Membangun platform email nasional untuk kementerian, lembaga, pemda, BUMN, dan masyarakat.
2. Menyediakan aplikasi pesan instan nasional sebagai alternatif WhatsApp/Telegram.
3. Menghadirkan layanan terpadu:
Email...skala prioritas
Chat
Voice/Video Call
Cloud storage
Dokumen kolaboratif
E-signature nasional
4. Menjamin data berada dalam data center BUMN (Telkom, Peruri, dan lainnya).
5. Mendukung kedaulatan data dan pertahanan siber nasional.
III. NAMA PRODUK & LAYANAN
1. BUMN Mail...Skala Prioritas
Platform email nasional berbasis domain:
@mail.go.id, @mail.bumn.id, dan @mail.id
Fitur:
Anti-spam dan enkripsi penuh
Kapasitas penyimpanan besar
Terintegrasi dengan layanan cloud
Dashboard administrasi untuk pemerintah/BUMN
2. BUMN Chat (BUMN Connect)
Aplikasi pesan mirip WhatsApp, tetapi dikelola negara.
Fitur:
Pesan terenkripsi
Voice call, video call
Grup unlimited
Integrasi ke sistem pemerintah
Mode kantor & mode pribadi
3. BUMN Cloud
Penyimpanan nasional seperti Google Drive/OneDrive.
Fitur:
Upload file aman
Kolaborasi dokumen real-time
Integrasi e-signature Peruri

4. Digital Collaboration Suite

Termasuk:
Dokumen online
Spreadsheet
Presentasi
File sharing

IV. LANDASAN HUKUM
Program ini selaras dengan:
UU ITE
UU Perlindungan Data Pribadi (UU 27/2022)
Strategi SPBE Nasional
Kebijakan Kedaulatan Digital Pemerintah
Peraturan TIK BUMN.

V. STRUKTUR EKOSISTEM BUMN
Pengembangan dapat dilakukan secara konsorsium:
Lembaga Peran
Telkom Indonesia Infrastruktur server, jaringan, aplikasi
Peruri E-signature, identitas digital
Bank Mandiri / BRI Sistem pembayaran layanan premium
LEN / TelkomSigma Keamanan siber, enkripsi, data center
Kementerian BUMN Regulator & pemilik program
Kominfo Izin frekuensi, keamanan informasi

VI. TARGET PENGGUNA
1. Kementerian dan Lembaga
2. Pemda seluruh Indonesia
3. BUMN & Anak Perusahaan
4. UMKM – versi publik
5. Masyarakat umum untuk layanan komunikasi nasional.

VII. ESTIMASI BIAYA (BEP)
A. Investasi Awal
Komponen Biaya Estimasi
Pembangunan server & data center Rp150 miliar
Pengembangan aplikasi Rp75 miliar
Cloud storage dan keamanan Rp100 miliar
Operasional awal 1 tahun Rp25 miliar
Total: Rp350 miliar

B. Potensi Pendapatan Tahunan
Sumber Estimasi
Langganan BUMN Rp200 miliar
Langganan Kementerian & Pemda Rp300 miliar
Publik & UMKM premium Rp250 miliar
Cloud storage Rp100 miliar
Potensi total: Rp850 miliar per tahun
C. BEP
Dengan pendapatan stabil, BEP tercapai dalam ±6 bulan.

VIII. KEUNGGULAN STRATEGIS
Mengurangi ketergantungan pada Google, Microsoft, Meta.
Menjamin data strategis pemerintah tidak keluar negeri.
Menghemat miliaran rupiah biaya langganan asing.
Memperkuat pertahanan siber nasional.
Menjadi fondasi “Digital Nation Indonesia”.

IX. RENCANA IMPLEMENTASI (6 – 12 Bulan)
1. Bulan 1–2 → Analisis kebutuhan & desain arsitektur
2. Bulan 3–5 → Pembangunan aplikasi & infrastruktur
3. Bulan 6–7 → Uji coba internal di BUMN
4. Bulan 8–9 → Peluncuran terbatas untuk KL & Pemda
5. Bulan 10–12 → Peluncuran nasional & layanan publik

X. PENUTUP
Proyek BUMN Mail & BUMN Connect adalah langkah strategis menuju kedaulatan digital Indonesia. Melalui pengembangan layanan komunikasi nasional, negara memiliki kendali penuh atas data, infrastruktur, dan keamanan informasi.


Saturday, November 22, 2025

Disclaimer data

Terkait dengan data di weblog ini bersumber dari :

A. Dummy data

B. Data sekunder publish di web sumber

Tidak ada data primer atau bersumber langsung atau data dari instansi manapun kecuali yang sudah di publish dan menjadi data bersifat publik.

Wednesday, November 19, 2025

Meta-Analisis Level E – Public Writing Identity (Versi Lengkap & Rinci)

 Meta-Analisis Level E – Public Writing Identity (Versi Lengkap & Rinci)
1. DNA Pemikiran Anda (Thinking Pattern DNA)
Structural Thinking: Analisis setiap perubahan nomenklatur, struktur organisasi, jabatan, SOP, timeline, dan proses transisi.
Integrity-Driven Legalism: Fokus pada akurasi istilah, validitas konstitusional, kepatuhan terhadap UU, peraturan pelaksana, dan teori kerugian negara.
Evidence-Sensitivity: Menuntut referensi jelas, data publik, teori hukum, dokumen resmi, dan analisis berbasis bukti.
Institutional Reform Interest: Memahami dan mengevaluasi model KPP Besar, Madya, Pratama, reformasi pajak, transfer pricing, dan sistem manajemen fiskal.
Ambiguity Detective: Mengidentifikasi ketidaksesuaian regulasi, ambiguitas administratif, dan celah hukum yang memerlukan klarifikasi atau revisi.
2. Peta Tema Tulisan Anda (Macro-Theme Map)
Tema Inti
1. Perubahan nomenklatur (Departemen → Kementerian)
2. UU 39/2008 dan pasal terkait implementasi administratif
3. Pengujian materiil di MK dan interpretasi hukum
4. Struktur jabatan, kewajiban langsung, dan kewajiban transisi (maksimal 1 tahun)
5. Reformasi perpajakan: PPh Pasal 25, Transfer Pricing, TCM, pengelolaan WP
6. Teori kerugian negara dan aplikasinya pada kebijakan fiskal
7. GRC (Governance, Risk, Compliance) di fintech
8. Social Network Analysis (SNA) anonim untuk analisis hubungan institusi
9. Pengelompokan Wajib Pajak besar/multinasional
10. Model Kementerian Pendapatan Negara dan manajemen organisasi

Tema Pendukung
Teknologi dan sistem internal: WhatsApp error, Printer folio, Proposal BUMN mail
Blog/portal: Artikel blogspot, manajemen kearsipan, motivasi kerja, etika atasan-bawahan

Tema Minor (Tabel Rinci)
No Sub-Tema Contoh Konten Tujuan Target Audiens
1 Tulisan Edukatif & Opini Publik Artikel blog atau Kompasiana menjelaskan teori kerugian negara, struktur jabatan baru Edukasi & klarifikasi hukum Publik, akademisi, mahasiswa
2 Teknologi & Sistem Pendukung Tutorial penggunaan printer folio, penanganan error WhatsApp, setup email BUMN/ASN Mempermudah penggunaan sistem & teknologi ASN, pegawai BUMN, publik teknis
3 Manajemen & Administrasi Panduan manajemen kearsipan, prosedur pelaporan, pembenahan workflow internal Memperbaiki tata kelola internal ASN, manajer unit kerja, staf administrasi
4 Etika, Motivasi & Human Behavior Perbedaan ditakuti vs disegani, perilaku politik di kantor, manajemen tim Edukasi perilaku profesional & motivasi kerja Pegawai, manajer, publik akademik
5 Konten Ringan/Interaktif Tips menulis opini yang aman, checklist publikasi, carousel Instagram edukatif Engagement & micro-learning Publik umum, mahasiswa, pembaca online
6 Kajian Referensi & Literasi Ringkasan UU 39/2008, analisis pasal-pasal, rekomendasi buku manajemen kearsipan Memberi referensi sahih Peneliti, akademisi, mahasiswa

3. Indeks Risiko Politik Tulisan Anda (Political Risk Index)
Kategori Risiko
Politik Praktis 0–1
Politik Kebijakan 3–4
Hukum Administrasi & Struktur 1–2
Reformasi Fiskal & Pajak 3–5
Kajian MK 4–5
Tulisan publik di blog/kompasiana 2–4
SNA individu / figur anonim 5–6

4. Profil “Penulis Kebijakan” Anda
Nama Profil: Analis Administrasi Negara & Reformasi Fiskal Eko Susilo
Gaya Penulisan: Teknis, legalistik, terstruktur, berbasis teori, bebas emosi, fokus sistem, rujukan regulasi jelas
Peran Diskursif: Interpreter hukum administrasi, pembaharu birokrasi, penjernih ambiguitas regulasi, penghubung akademik-praktik ASN

5. Proyeksi Dampak Tulisan
1. Reputasi sebagai ahli struktur pemerintahan
2. Legitimasi riset akademik dan tesis
3. Menjadi rujukan literatur terkait ambiguitas administratif (Matland)
4. Rujukan akademisi dan peneliti lain
5. Potensi kontribusi sebagai amicus curiae

6. Aktivitas Politik?
Tulisan bersifat akademik/administratif, bukan politik praktis

7. Diagnosa Meta-Kognitif
Pendekatan: Legal-administrative reasoning
Menghindari konflik politik
Fokus: mencari aturan yang jelas, memperbaiki sistem
Tujuan kognitif: menghilangkan ketidaksesuaian dalam regulasi
Tipe: System-repair thinker

8. Keamanan Publikasi
95% aman untuk publik
Bagian sensitif: SNA individu, data sensitif pajak → semua dianonimisasi

9. Rekomendasi Personal
1. Terus menulis dengan gaya bernilai publik dan berbasis bukti
2. Anonimisasi setiap data atau individu yang berpotensi sensitif
3. Jalankan kontrol dua tingkat: peer review + checklist pra-posting
4. Simpan semua sumber dan draft untuk audit dan rujukan masa depan
5. Lanjutkan ke Level F: Audit Komunikasi ASN 360° untuk implementasi penuh

10. Detil Rinci Implementasi Tulisan Akademik & Publikasi
Blog/Kompasiana: 800–1500 kata; struktur Lead → Analisis → Rekomendasi → Disclaimer; sertakan referensi UU, peraturan, putusan hakim
Facebook: 100–300 kata; 3 poin utama; link ke blog; judul netral
Instagram: Carousel 5 slide (Fakta → Masalah → Dampak → Rekomendasi → CTA); caption 1–2 paragraf; jangan sebut nama individu
YouTube: Video 3–7 menit; script edukatif; sumber di deskripsi; jangan menampilkan dokumen internal
Checklist Pra-Posting: Anonimisasi, data sensitif, peer/legal review, judul netral, disclaimer
Rencana Penanganan Krisis: Deteksi, response cepat, klarifikasi, dokumentasi internal, follow-up SOP
KPI & Metrik: Posting aman per bulan, engagement organik, komentar negatif ≤2, compliance checklist 100%, rujukan akademik 1–3 per 3 bulan
Opini/analisis bersifat pribadi dan akademik, tidak mewakili institusi.

Tuesday, November 18, 2025

Ini disebut continuity of function

 



kewajiban langsung ( immediate obligation ).
Struktur baru berlaku seketika dan harus dijadikan dasar organisasi sejak hari diumumkan.
kewajiban penyesuaian maksimal 1 tahun ( transitional obligation ) .

Memberikan waktu untuk:
membentuk jabatan baru,
mengangkat dan melantik pejabat,
menyesuaikan aturan pelaksana,
merapikan SOP, juklak, juknis.
Jabatan yang diangkat pertama kali : Direkturnya yang lainnya menyesuaikan sesuai keperluan dan aturan yang berlaku. ini wajib untuk mengatasi kekosongan "legal authority" dan "kewenangan teknis 

kalau tidak ini akan terjadu "abuse of power" atas fungsinya dalam strukturalnya. ini ada teorinya dan secara hukum ketatanegaraan



Perubahan Suatu Unit Baru

Dalam teori sistem (Katz & Kahn), organisasi dipandang sebagai sistem terbuka yang terdiri dari beberapa subsistem: struktur, proses, teknologi, dan manusia.

Ketika struktur organisasi berubah, tetapi dokumen administratif tidak berubah, terjadi ketidaksinkronan sistem:
Struktur sudah berubah (misalnya unit direktorat baru dibentuk).
Namun proses administratif (dokumen, alur surat-menyurat, nomenklatur) belum menyesuaikan.
Ketidaksinkronan ini akan menimbulkan inefficiency karena salah satu subsistem tertinggal dalam menyesuaikan diri.

b. Prinsip Koherensi Struktur–Proses
Teori organisasi menekankan bahwa efektivitas organisasi muncul ketika struktur, budaya, proses, dan strategi selaras (alignment). Jika struktur berubah tanpa diikuti perubahan dokumen, organisasi mengalami:
Misalignment
Ambiguitas peran
Ambiguity of authority (ketidakjelasan kewenangan)
Process friction (gesekan proses administrasi)
Dalam literatur, kondisi ini disebut structural–administrative lag.

2. Perspektif Administrasi Publik dan Birokrasi
a. Weberian Bureaucracy :  Weber menekankan bahwa birokrasi pemerintah harus memiliki:
1. Struktur yang jelas dan hierarkis
2. Dokumentasi tertulis yang konsisten
3. Keberlakuan aturan formal yang seragam
Jika struktur telah diperbarui tetapi dokumentasi belum menyesuaikan, maka:
terjadi ketidakteraturan administratif;
konsistensi formal (salah satu ciri Weberian bureaucracy) terganggu;
potensi conflict of authority - karena dokumen masih menggunakan unit yang secara formal sudah tidak ada.
Ini melanggar prinsip legal-rational authority, yaitu bahwa setiap proses birokrasi harus merujuk pada aturan formal terbaru.

b. Administrative Delay dan Inertia
Dalam teori administrasi publik, fenomena ini disebut:
administrative delay: keterlambatan birokrasi dalam mengadopsi aturan baru;
bureaucratic inertia: kecenderungan birokrasi mempertahankan rutinitas dan dokumen lama.
Birokrasi memiliki sifat path dependency—sulit mengubah praktik yang sudah lama berjalan.

3. Perspektif Manajemen Perubahan (Change Management)
a. Lewin: Unfreeze – Change – Refreeze
Perubahan struktur adalah bagian dari fase Change.
Namun jika dokumen belum berubah, itu berarti fase Refreeze (penetapan dan pemantapan sistem baru) belum berhasil.

Akibatnya:
perilaku organisasi kembali ke pola lama (surat masih menggunakan nama direktorat lama),
perubahan tidak melembaga.
Dalam teori, ini disebut incomplete refreezing.

b. Kotter’s 8 Steps
Menurut Kotter, perubahan organisasi harus meliputi:
1. Urgency
2. Koalisi perubahan
3. Visi
4. Komunikasi
5. Pemberdayaan
6. Quick wins
7. Konsolidasi
8. Institusionalisasi perubahan

Jika dokumen belum berubah, berarti tahap 6–8 belum berjalan optimal: perubahan belum diinstitusionalisasi melalui sistem dan dokumen.

4. Perspektif Tata Kelola (Governance)
Dalam teori governance, salah satu prinsip inti adalah:
transparency
legal certainty (kepastian hukum)
consistency
Dokumen yang tidak mencerminkan struktur baru menyebabkan:
ketidakpastian legal (apakah surat yang ditandatangani “Direktorat X” masih sah),
ketidakkonsistenan internal,
risiko audit (APIP/BPK dapat menilai terdapat ketidaksesuaian dengan regulasi organisasi).
Ketidaksinkronan ini berpotensi menurunkan organizational credibility.

5. Perspektif Manajemen Administrasi dan Dokumen
Teori manajemen administrasi menekankan:
setiap perubahan struktur harus diikuti perubahan SOP, dokumen standar, dan administrative control.
perubahan dokumentasi adalah bagian dari organizational housekeeping.
Jika perubahan tidak berjalan simultan, maka terjadi administrative misalignment.

Ketika organisasi berubah tetapi dokumen belum disesuaikan, berdasarkan teori:
1. Terjadi ketidaksinkronan sistem organisasi → efisiensi menurun.
2. Prinsip birokrasi Weber tentang konsistensi formal terganggu.
3. Proses manajemen perubahan belum selesai (refreeze failure).
4. Terjadi bureaucratic inertia—organisasi cenderung mempertahankan dokumen lama.
5. Risiko tata kelola meningkat (legal certainty, akuntabilitas).

Dengan kata lain, dari sudut pandang teoretis, kondisi ini menunjukkan bahwa perubahan struktural belum diikuti perubahan administratif, sehingga belum terjadi institutionalization of change.

Saturday, November 08, 2025

Wednesday, November 05, 2025

Ide : Dinamisasi PPh Pasal 25 : Uji Formula Hybrid dan Uji DSCR

Model hibrid dinamis angsuran PPh Pasal 25 adalah pendekatan gabungan antara indikator administratif (omzet) dan indikator substantif fiskal (perubahan laba kena pajak) dengan bobot empiris yang proporsional. Model ini menghasilkan mekanisme adaptif dan responsif terhadap kondisi riil usaha tanpa menambah beban administratif bagi wajib pajak.

Trigger administratif → sistem memantau kenaikan omzet (misalnya >10–20%) sebagai sinyal awal kewajiban review angsuran.

Kalibrasi substantif → menyesuaikan besaran angsuran berdasarkan estimasi perubahan laba kena pajak dengan mempertimbangkan komposisi biaya.

Kelebihan model hibrid:

Responsif terhadap dinamika ekonomi wajib pajak (melalui omzet),

Akurat secara fiskal (melalui laba kena pajak),

Mudah diimplementasikan dalam sistem e-filing atau data matching.


Dinamisasi Angsuran PPh Pasal 25 berbasis Omset adalah mekanisme penyesuaian angsuran bulanan yang menghitung besaran PPh 25 berdasarkan perubahan peredaran bruto, dengan sistem yang menyesuaikan otomatis melalui integrasi data e-Faktur dan e-Bupot, sebagaimana praktik PAYG (Australia) dan Advance CIT (China).”

Dinamisasi PPh Pasal 25 : 

https://en.wikipedia.org/wiki/Debt_service_coverage_ratio

Sepanjang omset ada kenaikan atau penurunan tidak signifikan, maka atas angsuran PPH Pasal 25 yang perhitungannya melebihi dari 12 x jumlah angsuran PPh Pasal 25 di tahun pajak tersebut maka dapat dilakukan dinamisasi atau penyesuaian atau kenaikan besarnya angsuran PPh Pasal 25.

Syarat : 

  1. Tidak ada hutang atau dibatasi adanya rasio hutang atas peredaran usaha adalah Debt Service Coverage Ratio (DSCR) diatas 1.
  2. Kenaikan omset melebihi 25%.
  1. Secara akuntansi (PSAK 46 & PSAK 1)
    Dinamisasi PPh 25 merupakan bentuk adjustment terhadap estimasi pajak kini, agar jumlah pajak dibayar di muka (prepaid tax) sesuai dengan laba kena pajak tahun berjalan. Mengacu pada prinsip reliability dan accrual basis dalam penyusunan laporan keuangan
  2. Secara manajemen keuangan (DSCR & likuiditas)
    DSCR digunakan sebagai indikator kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban sehingga dapat menjadi alat justifikasi objektif dalam menentukan apakah WP masih layak mendapat penyesuaian angsuran.
Ambang kenaikan PPh>125% dibanding tahun sebelumnya
Perkiraan kenaikan omzet pemicunyaSekitar 20–40%, tergantung margin laba dan efisiensi biaya
Kondisi normal (margin stabil)Kenaikan omzet ±25% sudah cukup menaikkan PPh >125%
Implikasi fiskalWP wajib menghitung ulang angsuran PPh 25 untuk bulan tersisa






Kasus Hasil Analisis Tindakan WP
Omzet naik 20%,
HPP & biaya tetap → laba naik 60%
PPh naik >125% Naikkan sendiri angsuran PPh 25
Omzet naik 30%,
HPP naik 35% → margin turun
PPh naik <125% Tidak wajib naikkan angsuran
Omzet stabil, tapi efisiensi biaya tinggi PPh naik >125% Tetap wajib naikkan angsuran
(meski omzet tidak naik signifikan)


Tetap wajib naikkan angsuran
(meski omzet tidak naik signifikan)







Secara empiris, DSCR dan DACR bersifat saling melengkapi:
DSCR menjamin kapasitas fiskal wajib pajak (administratif-kemampuan bayar),
DACR menjamin akurasi dan adaptivitas model fiskal (substansial-responsif).
Dengan menggabungkan keduanya, model dinamisasi PPh Pasal 25 dapat menjadi self-adjusting system yang adil, prediktif, dan terukur secara fiskal maupun administratif.















Thursday, October 30, 2025

Bersainglah secara sehat

Bersainglah secara sehat

Motto Olimpiade adalah "Citius, Altius, Fortius" (Latin) yang berarti "Lebih Cepat, Lebih Tinggi, Lebih Kuat". 

Sejak 2021, motto tersebut diperbarui menjadi "Citius, Altius, Fortius – Communiter" atau "Lebih Cepat, Lebih Tinggi, Lebih Kuat – Bersama" untuk menekankan pentingnya persatuan dan kolaborasi. 

Pada lintasan sama dan tanpa kecurangan atau kelicikan...hidup perjuangan dalam hidup.

Menang atau kalau itu soal kualitas hidup.

Sunday, October 26, 2025

Pertarungan dan Kemenangan

Kemenangan sejati adalah nguwasani diri, dudu nguwasani liyan (menguasai diri, bukan menguasai orang lain).

“Pertarungan antar manusia adalah cermin dari pertarungan batin dalam diri masing-masing: antara ego dan nurani, antara kehendak untuk berkuasa dan kesadaran untuk berbakti.”

Thursday, October 23, 2025

Benda hidup: Makhluk yang bernyawa, manusia, hewan, tumbuhan.

Mudah-mudahan ada Pengaturan Pajak mengenai Benda Mati cfm Aset Berwujud/ Benda Tidak Bergerak dan Benda Hidup/Barang Bergerak/Barang Berwujud (Hewan Ternah, Tumbuhan dll)

Nalika jagad rame, ati kudu sepi. Nalika jagad gila, pikir kudu waras

Ing sajroning kawruh Jawa, urip iku ora mung babagan menang lan kalah, nanging ngenani ngreksa keseimbangan antarane jagad cilik (diri pribadi) lan jagad gedhe (alam lan masarakat). Nalika jagad rame, ati kudu sepi. Nalika jagad gila, pikir kudu waras.

Dari keseluruhan Serat Kalatidha, dapat disimpulkan beberapa nilai pokok:

Kesadaran moral: jangan hanyut oleh zaman, jaga nurani.

Kesabaran dan introspeksi: hadapi kekacauan dengan laku prihatin.

Spiritualitas aktif: menghadapi penderitaan bukan dengan pasrah buta, tapi dengan kesadaran penuh akan hakikat hidup.

Kearifan universal: kebenaran bersifat abadi, meski dunia berubah.

Monday, October 20, 2025

Siapa yang butuh pajak?

Siapa yang butuh pajak?

Jawabannya: kita semua.

Negara butuh pajak untuk membangun, melayani, dan menjaga ekonomi tetap kuat.

Masyarakat butuh pajak agar bisa menikmati jalan, sekolah, rumah sakit, dan keamanan.

Dunia usaha pun butuh pajak untuk menciptakan iklim bisnis yang adil dan stabil.

Karena itu, pajak bukan hanya kewajiban — tapi juga kebutuhan bersama.

Negara harus mengelola dengan jujur dan transparan.

Masyarakat harus taat dan ikut mengawasi.

Kalau negara dipercaya dan rakyat berpartisipasi,

maka pajak akan benar-benar menjadi alat pembangunan.

Karena sama-sama butuh pajak,

mari sama-sama membangun negeri.

Saturday, October 18, 2025

Bukan Sekedar Melihat % nya saja : Formula Umum Penilaian Kinerja Pegawai (Berbasis Beban Kerja Proporsional)

1. Formula Umum Penilaian Kinerja Pegawai (Berbasis Beban Kerja Proporsional)

Kuncinya pada SKOR atau Bebannya.
Sama Kompleksitas (akan saya jelaskan rinci....mudah ini). Intinya LINTASANNYA SAMA ATAU MIRIP SAMA ATAU MENDEKATI SAMA.
Dalam ilmu statistik atau ekonometrika memahami apa yang disebut Pembilang (komponennya apa saja) dan Penyebutnya (Apa saja)

Nilai Kinerja Pegawai= (Output Kinerja /Skor Beban Kerja) x Bobot Efektivitas

Keterangan:

  • Output Kinerja: hasil kerja nyata pegawai sesuai target kinerja individu (misalnya jumlah laporan, kegiatan, pelayanan, atau capaian program).

  • Skor Beban Kerja: total perhitungan antara jumlah tugas yang ditangani dengan bobot kompleksitasnya.

  • Bobot Efektivitas: faktor penyesuaian berdasarkan capaian target (1,0 = sesuai target; >1,0 = melampaui target; <1,0 = belum mencapai target).


📊 2. Matriks Bobot Kompleksitas Tugas

Kategori Tugas Ciri Utama Contoh Bobot Kompleksitas (C)
Tinggi Tugas strategis, berdampak luas, risiko tinggi Perumusan kebijakan, audit besar, analisis strategis 3
Sedang Tugas operasional penting, berdampak menengah Pelayanan, penyusunan laporan, koordinasi lintas unit 2
Rendah Tugas rutin atau administratif dengan risiko rendah Arsip, input data, dukungan teknis 1

🧾 3. Rumus Skor Beban Kerja Total (SBK)

SBK=Jumlah Tugas/Bobot Kompleksitas

Contoh:

Kategori Jumlah Tugas Bobot Total Skor
Tinggi 10 3 30
Sedang 20 2 40
Rendah 15 1 15
Total SBK 45 85

🎯 4. Menghitung Nilai Kinerja Pegawai

Misal:

  • Output Kinerja (dalam poin capaian) = 95

  • Skor Beban Kerja (SBK) = 85

  • Bobot Efektivitas = 1,05

Nilai Kinerja Pegawai = 95/85 x  1,05 = 1,17
]

Interpretasi:

       * > 1,0 → Melampaui target

       * =1,0 → Sesuai target

       * <1,0 → Di bawah target


🧠 5. Penilaian Kualitatif (Perilaku & Etika)

Untuk menjaga keseimbangan antara hasil kerja dan perilaku:

Aspek Bobot Nilai (1–5) Skor
Integritas & Kepatuhan Etika 15% 5 0,75
Kerjasama & Komunikasi 10% 4 0,40
Inovasi & Ketepatan Laporan 10% 4 0,40

Kemudian nilai akhir dihitung:

Nilai Akhir Pegawai =

Nilai Kinerja Pegawai 0,65+Skor Perilaku 0,35

]


🧩 6. Kelebihan Model Ini

  • Menghitung proporsionalitas beban kerja antar pegawai (tidak semua pegawai punya jenis tugas sama).

  • Menjamin objektivitas merit system dengan dasar data dan perhitungan terukur.

  • Bisa diterapkan di semua unit — pelayanan, pengawasan, administrasi, maupun analisis.

  • Mendorong budaya kinerja berbasis hasil dan kualitas, bukan sekadar banyaknya pekerjaan.


Friday, October 17, 2025

Kau tidak Percaya, AKU LEBIH TIDAK PERCAYA. TAHU...!!!

Kau Tidak Percaya, AKU LEBIH TIDAK PERCAYA. TAHU...!!!

Ingat Masa Lalumu.....tangisi, resapi dan ingat..PAHAM KAU SOAL HIDUP????!!!


Kuitpan Puisi Tentang "TRUST"

Sunday, October 12, 2025

Data Yang Mempengaruhi Pos-pos

Jenis data yang memengaruhi:
Peredaran usaha (omzet)
Persediaan awal dan akhir
Pembelian
Biaya-biaya

…dengan pemisahan tegas antara yang:
1️⃣ Terkait penghasilan (objek PPh),
2️⃣ Terkait penghasilan bukan objek pajak, dan
3️⃣ Tidak terkait dengan penghasilan (non-income transactions).


🧭 I. PEREDARAN USAHA / OMZET

A. Data Terkait Penghasilan (Objek Pajak)

Jenis Data Sumber Dokumen Keterangan Detil Dampak Pajak
Faktur Pajak Keluaran e-Faktur (PMSE, DJP, atau internal) Bukti penyerahan BKP/JKP oleh PKP; menjadi dasar PPN keluaran dan omzet bruto Menambah omzet dan dasar pengenaan PPN
Faktur Penjualan / Invoice Sistem akuntansi, manual, e-commerce Menunjukkan nilai penjualan barang/jasa yang dilakukan Menambah omzet
Nota kontan / Kwitansi Kasir / POS Transaksi tunai yang sering tidak tercatat di faktur Menambah omzet (sering jadi sumber temuan DJP)
Mutasi rekening bank (kredit) Rekening koran, mutasi harian Dana masuk dari pelanggan — perlu uji kesesuaian dengan faktur Menambah omzet jika berasal dari pelanggan
Laporan penjualan harian POS, ERP, laporan kas harian Rekap total transaksi per hari, bisa dibandingkan dengan penjualan akuntansi Menambah omzet
Bukti pengiriman barang / DO Surat jalan, BAST Indikasi penyerahan fisik barang — bukti waktu pengakuan omzet Menentukan waktu pengakuan penghasilan
Kontrak / Purchase Order Dokumen perjanjian Menjadi dasar kesepakatan harga dan volume penjualan Bukti validasi omzet
Laporan E-Commerce Shopee, Tokopedia, Bukalapak Berisi nominal transaksi online Menambah omzet
Laporan marketplace settlement Transfer dari platform ke rekening Bukti dana diterima dari platform Menambah omzet
Retur penjualan Nota retur / faktur pengganti Mengurangi omzet tahun berjalan Mengurangi penghasilan bruto

B. Data Penghasilan Bukan Objek Pajak

Jenis Data Sumber Dokumen Keterangan Dampak Pajak
Setoran Modal Akta, mutasi rekening, notulen RUPS Tambahan modal dari pemegang saham Tidak menambah omzet
Pinjaman diterima Perjanjian pinjaman, rekening koran Utang yang wajib dikembalikan Tidak menambah omzet
Hibah/Sumbangan yang memenuhi Pasal 4(3)a Akta hibah, surat keterangan Harus tidak ada hubungan usaha dan tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan Bukan objek PPh
Pengembalian piutang tak tertagih Bukti penerimaan kas Jika sudah dibebankan tahun lalu, maka kini bukan penghasilan lagi Tidak menambah omzet
Dividen antar badan dalam negeri Bukti pembagian dividen, notulen RUPS Bila memenuhi Pasal 4(3)f UU PPh Bukan objek PPh

C. Data Non-Income (Tidak Terkait Penghasilan)

Jenis Data Sumber Penjelasan Dampak Pajak
Penjualan aset tetap Akta jual beli, BAST Bukan omzet, tapi menghasilkan keuntungan atau kerugian fiskal Kena pajak bila ada laba atas selisih harga jual dengan nilai buku
Transfer antar rekening Mutasi antar bank Harus dieliminasi dari analisis omzet Tidak memengaruhi
Pengembalian uang muka Bukti transfer Koreksi atas transaksi sebelumnya Tidak menambah omzet

📦 II. PERSEDIAAN AWAL DAN AKHIR

A. Persediaan Awal

Jenis Data Sumber Keterangan Dampak Pajak
Neraca akhir tahun lalu Laporan keuangan audit Pos “Persediaan” (barang dagangan, bahan baku, barang dalam proses) Menjadi persediaan awal tahun berjalan
Laporan opname gudang tahun lalu Berita acara opname Fisik barang pada 31 Desember Menentukan saldo awal stok
Kartu stok (stock card) Sistem inventory Rincian item dan jumlah Validasi internal
Nilai persediaan (FIFO, average) Sistem akuntansi Metode penilaian menentukan HPP Pengaruh ke HPP dan laba kena pajak

B. Persediaan Akhir

Jenis Data Sumber Penjelasan Dampak Pajak
Opname fisik 31 Desember Berita acara opname Mengukur stok nyata akhir tahun Menentukan nilai persediaan akhir
Kartu stok Sistem inventory Menggambarkan pergerakan per barang Validasi dengan fisik
Laporan stok rusak/usang Notulen opname Koreksi nilai persediaan Bisa dibebankan jika memenuhi Pasal 6 UU PPh
Penyesuaian stok Jurnal penyesuaian Koreksi perbedaan fisik dan buku Menyesuaikan HPP fiskal
Harga pokok satuan terakhir Sistem akuntansi Penilaian FIFO atau average Pengaruh laba bruto

🧾 III. PEMBELIAN (BARANG / BAHAN)

A. Pembelian untuk Kegiatan Usaha (Objek Pajak)

Jenis Data Sumber Keterangan Dampak Pajak
Faktur pajak masukan e-Faktur / vendor Bukti pembelian BKP/JKP Pajak masukan dapat dikreditkan
Invoice / nota pembelian Vendor Bukti pembelian barang atau jasa Meningkatkan HPP
Bukti penerimaan barang BAST / GRN Konfirmasi barang diterima Validasi pengakuan persediaan
Bukti pembayaran Transfer bank, kas kecil Verifikasi realisasi pembelian Bukti keabsahan biaya
Rekap pembelian bulanan Sistem akuntansi Total pembelian selama periode Dasar analisis HPP
Laporan importasi Pemberitahuan Impor Barang (PIB) Barang impor, termasuk bea masuk dan PPN impor Tambahan biaya perolehan
Retur pembelian Nota retur / faktur pengganti Mengurangi nilai pembelian Koreksi HPP

B. Pembelian Non-Usaha (Non-deductible)

Jenis Data Sumber Keterangan Dampak Pajak
Pembelian aset tetap Faktur, BAST, akta jual beli Tidak langsung memengaruhi HPP, masuk daftar aktiva Disusutkan fiskal
Pembelian pribadi (pribadi direksi/pemilik) Bukti belanja, mutasi rekening Tidak berkaitan usaha Tidak dapat dikurangkan
Pengeluaran investasi Perjanjian investasi Termasuk pembelian saham, properti investasi Tidak memengaruhi HPP

💸 IV. BIAYA-BIAYA

A. Biaya yang Dapat Dikurangkan (Deductible)

Jenis Biaya Dokumen Sumber Keterangan Dampak Pajak
Gaji, upah, bonus Daftar gaji, bukti potong PPh 21 Harus ada bukti potong dan daftar hadir Mengurangi penghasilan bruto
Sewa tempat, kendaraan, alat Kontrak, faktur, bukti bayar Untuk operasional usaha Mengurangi penghasilan bruto
Biaya listrik, air, telepon, internet Tagihan, bukti bayar Harus atas nama perusahaan Mengurangi laba
Biaya transportasi, pengiriman Nota pengiriman, SPJ Mendukung kegiatan usaha Deductible
Biaya bunga pinjaman Kontrak kredit, bukti transfer Hanya untuk pinjaman usaha Deductible
Biaya promosi, iklan Faktur, kontrak Untuk penjualan Deductible
Biaya administrasi & bank Rekening koran, nota debet Biaya operasional usaha Deductible
Penyusutan & amortisasi Daftar aktiva tetap Harus sesuai Pasal 11 & 11A UU PPh Deductible
Biaya asuransi usaha Polis dan bukti bayar Asuransi inventaris, gedung, karyawan Deductible
Biaya pelatihan karyawan Invoice, sertifikat Terkait peningkatan kemampuan Deductible

B. Biaya yang Tidak Dapat Dikurangkan (Non-Deductible)

Jenis Biaya Dokumen Sumber Keterangan Dampak Pajak
Denda dan sanksi pajak Surat Tagihan Pajak, SSP Tidak boleh dikurangkan (Pasal 9 ayat (1) huruf k UU PPh) Koreksi fiskal positif
Biaya pribadi pemilik Bukti belanja Tidak terkait usaha Koreksi fiskal positif
Sumbangan dan donasi Bukti transfer Kecuali melalui lembaga resmi (Pasal 9 ayat (1) huruf g) Non-deductible
Biaya untuk penghasilan bukan objek pajak Perhitungan bunga, mutasi Tidak terkait kegiatan usaha Non-deductible
Pembentukan cadangan tanpa dasar Jurnal akuntansi Tidak diatur Pasal 9 Non-deductible
Royalti atau fee ke afiliasi tanpa dasar wajar Kontrak transfer pricing Koreksi fiskal positif Non-deductible

🔍 V. HUBUNGAN ANTARDATA

Elemen Hubungan dengan Data Lain Tujuan Analisis
Peredaran usaha Harus sinkron dengan mutasi rekening dan faktur keluaran Uji kepatuhan omzet
Pembelian Harus sesuai dengan faktur masukan dan stok masuk Uji HPP dan PPN Masukan
Persediaan awal & akhir Harus sinkron dengan laporan opname dan kartu stok Uji akurasi HPP
Biaya operasional Harus didukung bukti sah dan rasional terhadap omzet Uji kewajaran laba
Arus kas masuk Harus dapat dijelaskan asal-usulnya (penghasilan, pinjaman, modal) Uji potensi tambahan kemampuan ekonomis (Pasal 4 ayat (1) huruf d UU PPh)


Kalau yang dilaporkan atau dibicarakan jeleknya lalu yang baiknya letaknya dimana?.

Kalau yang dilaporkan atau dibicarakan jeleknya lalu yang baiknya letaknya dimana?. Jeleknya aja belum tentu jelek juga. Nah lho.