Eko Susilo, S.T, M.A.P. Berusaha untuk tahu tentang ilmu adalah baik. Anggota IAI, (Anggota IRMAPA/GRC (Indonesia Risk Management Professional Association-Governance, Risk, Compliance), Anggota IAMI (Institut Akuntan Manajemen Indonesia, Anggota ISI (Ikatan Surveyor Indonesia) : tulisannya : apa aja dalam Catatanku ini
Friday, September 12, 2025
Pertanyaan dengan Bagaimana
Siapa yang membayar Pajak?.
Siaoa yang membayar Pajak?. Wajib Pajak itu sendiri dan penanggung pajak.
Apapun masalah lainnya tidak akan berkaitan terkait pembayaran pajak. Artinya tidak ada beban yang ditanggung oleh orang lain atas peristiwa apapun kecuali pembayar pajak itu sendiri atau penanggung pajak. Orang atau entitas lain selain itu hanya "komentar" dll namun semuanya uang yang dibayarkan ya Wajib Pajak itu sendiri.
Thursday, September 11, 2025
State of The Art : Constitutional Validity→ keabsahan norma menurut UUD 1945. Administrative Ambiguity → konsistensi praktik birokrasi dengan amanat undang-undang
Kerangka Teoritis & State of the Art untuk TAPM Struktur ini bisa langsung digunakan sebagai bagian tesis/TAPM
Kerangka Teoritis dan State of the Art
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Implementasi Kebijakan (Matland, 1995)
Model Ambiguity–Conflict (Matland, *Policy Implementation, JPART, 1995) menjelaskan bahwa implementasi kebijakan ditentukan oleh dua dimensi utama:
1. Ambiguity – ketidakjelasan tujuan, instruksi, atau norma kebijakan.
2. Conflict – tingkat pertentangan kepentingan antaraktor dalam implementasi.
Dari dua dimensi ini, Matland memetakan empat tipe implementasi:
* Administrative implementation (low ambiguity–low conflict).
* Political implementation (low ambiguity–high conflict).
* Experimental implementation (high ambiguity–low conflict).
*Symbolic implementation (high ambiguity–high conflict).
Model ini awalnya digunakan dalam kajian implementasi kebijakan publik, terutama birokrasi dan pelayanan masyarakat.
2.1.2 Penerapan Teori dalam Konteks Hukum Tata Negara
Dalam praktik, banyak penelitian menggunakan model Matland untuk kebijakan sosial, pendidikan, dan pelayanan publik (lihat: SpringerLink; Utrecht Law Review). Namun, penerapan ke ranah konstitusional dan administrasi negara masih jarang dilakukan.
Hal ini membuka ruang kontribusi baru: bagaimana model implementasi dapat dipakai untuk mengkaji ambiguitas konstitusional dan praktik administratif dalam pemerintahan.
2.2 Adaptasi Eko Susilo – Teori Ambiguitas–Pertentangan Matland (TAPM)
2.2.1 Transformasi Teori
Eko Susilo mengadaptasi model Matland dengan memperluas cakupan analisis ke:
Ranah konstitusional-administratif, bukan sekadar kebijakan publik teknis.
Objek kajian: implementasi UU No.39/2008 tentang Kementerian Negara dan problem nomenklatur antara “Departemen” vs “Kementerian”.
Konteks aktual: permohonan uji materiil di Mahkamah Konstitusi terkait validitas nomenklatur.
2.2.2 Konsep Baru dalam TAPM
TAPM memperkenalkan dimensi analisis tambahan:
Constitutional Validity→ keabsahan norma menurut UUD 1945.
Administrative Ambiguity → konsistensi praktik birokrasi dengan amanat undang-undang.
Dengan demikian, model tidak lagi hanya ambiguity–conflict, tetapi menjadi ambiguity–conflict–validity.
2.3.3 Nilai Orisinal TAPM
1. Mengisi gap : antara studi implementasi kebijakan dan studi hukum tata negara.
2. Memperluas domain teori dengan menambahkan dimensi validitas konstitusional.
3. Policy relevance nyata melalui keterkaitan dengan perkara uji materiil di Mahkamah Konstitusi.
4. Membuka kajian baru dalam bidang *constitutional implementation*
Wednesday, September 10, 2025
Gabungan Model Matland dengan Analisis Konstitusional
Bukti literatur (artikel, buku/jurnal, dan dokumen resmi) yang mendukung kenapa TAPM Eko Susilo bisa diklasifikasikan sebagai “kelas tinggi” (teoretis-kontekstual) dibanding studi lain yang lebih praktis-empiris atau normatif-historis. Saya menyertakan sumber untuk setiap klaim utama sehingga posisi itu dapat diverifikasi.
Inti Argumen :
-
Kontribusi teoretis (menggabungkan model Matland dengan analisis konstitusional) memberi bobot akademik tinggi.
-
Matland menjelaskan bagaimana ambiguity dan conflict menentukan sifat implementasi kebijakan; mengaplikasikan model ini pada masalah nomenklatur (validitas konstitusional vs praktik administratif) adalah sumbangan konseptual yang nyata. (Oxford Academic)
-
-
Relevansi kebijakan & politik yuridis nyata (UU No.39/2008 + perkara di Mahkamah Konstitusi) menaikkan bobot penelitian secara kontekstual/publik.
-
UU No.39/2008 mengubah nomenklatur; permohonan uji materiil yang diajukan (dan tercatat di MK) menunjukkan isu ini bukan sekadar akademik, melainkan problem hukum-publik aktual. Ini menguatkan nilai policy-relevance TAPM Anda. (Mahkamah Konstitusi RI, MKRI)
-
-
Studi empiris (case studies, survei, content analysis) biasanya unggul pada bukti lapangan — sehingga penelitian yang kuat secara empiris ditempatkan berbeda dalam peta klasifikasi.
-
Literatur metode menunjukkan bahwa studi kasus dan penelitian lapangan memberi bukti empiris kuat yang berguna untuk rekomendasi operasional — ini menjelaskan mengapa studi kasus kementerian sering ditempatkan di kelas menengah/terapan. (SpringerLink, Utrecht Law Review)
-
-
Penelitian tentang dampak pergantian nama/penamaan organisasi (nomenklatur) menunjukkan perubahan nama berimplikasi pada organisasi dan praktik pemerintahan — jadi konteks TAPM Anda relevan secara internasional.
-
Kajian internasional tentang politik perubahan nama unit pemerintahan menemukan dampak pada struktur, identitas, dan praktik birokrasi — mendukung alasan bahwa analisis nomenklatur memiliki “akibat nyata” (bukan sekadar terminologi). (Wiley Online Library)
-
-
Gabungan: jika karya bersifat teoritis kuat + relevan kebijakan (MK/UU) → dikategorikan lebih tinggi secara akademik daripada kajian yang hanya normatif/deskriptif; namun tanpa bukti lapangan, masih kalah dengan studi empiris murni pada ranah evidence.
-
Literatur metode menegaskan nilai tinggi gabungan teori + bukti empiris; studi yang hanya konseptual kuat secara teoritis tapi miskin bukti lapangan tetap bernilai tinggi (contribution to theory), namun akan lebih “komprehensif” bila dilengkapi data empiris. (Oxford Academic, SpringerLink)
-
Kesimpulan berbasis bukti
Berdasarkan literatur di atas:
-
TAPM Eko Susilo = Kelas Tinggi (Teoretis-Kontekstual) — karena (a) memberikan kontribusi teoritis dengan menerapkan ambiguity model Matland pada masalah konstitusional-administratif, dan (b) isu yang dikaji berimpak hukum-publik (UU 39/2008 dan perkara di MK). (Oxford Academic, Mahkamah Konstitusi RI)
-
TAPM masih bisa ditingkatkan menjadi “kelas komprehensif” (teori + empiris setara) apabila menambah bukti lapangan (wawancara, survei, content analysis). Literatur metode dan studi kasus menunjukkan bahwa penambahan bukti empiris meningkatkan bobot rekomendasi kebijakan dan penerimaan praktis di kalangan pembuat kebijakan. (SpringerLink, Utrecht Law Review)
Sumber utama yang saya pakai (pilihan representatif & dapat diverifikasi)
-
Matland, R. E. (1995). The Ambiguity-Conflict Model of Policy Implementation. J. Public Admin. Research & Theory. (Oxford Academic)
-
UU No.39/2008 tentang Kementerian Negara & dokumentasi terkait (resume/berita Mahkamah Konstitusi tentang permohonan Eko Susilo). (MKRI, Mahkamah Konstitusi RI)
-
Yesilkagit, K. (2022). What's in a name? The politics of name changes inside ... (kajian tentang dampak perubahan nama unit pemerintahan). (Wiley Online Library)
-
Ridder, H. G. (2017). The theory contribution of case study research designs (pembahasan peran studi kasus dalam kontribusi teori). (SpringerLink)
-
Christensen, J. (2024). Comparing ministerial evidence cultures: a quantitative analysis (contoh bagaimana studi empiris kementerian memetakan bukti/kultur penelitian kementerian). (Oxford Academic)
Catatan: Memilih sumber yang mewakili klaim-kunci: (1) model teoretis yang dipakai; (2) bukti hukum/politik nyata di Indonesia; (3) literatur metodologi yang menjelaskan nilai teori vs empiris; dan (4) kajian internasional tentang perubahan nama organisasi pemerintahan.
Tuesday, September 09, 2025
Sunday, September 07, 2025
Pertanyaan Penelitian : Kualitatif
Dalam penelitian kualitatif, jenis pertanyaan penelitian biasanya diarahkan untuk memahami makna, proses, pengalaman, atau fenomena secara mendalam, bukan untuk mengukur atau menguji hipotesis seperti pada penelitian kuantitatif.
Berikut beberapa jenis pertanyaan penelitian kualitatif:
1. Pertanyaan Deskriptif
* Fokus: menggambarkan fenomena, situasi, atau pengalaman.
* Contoh: Bagaimana pengalaman guru dalam mengajar di daerah terpencil?
2. Pertanyaan Eksploratif
* Fokus: menggali makna atau konsep yang belum banyak diteliti.
* Contoh: Apa makna “kepuasan kerja” bagi tenaga kesehatan di puskesmas pedesaan?
3. Pertanyaan Interpretatif
* Fokus: menafsirkan makna, simbol, atau wacana.
* Contoh: Bagaimana simbol-simbol budaya digunakan dalam upacara pernikahan Jawa?
4. Pertanyaan Proses
* Fokus: memahami dinamika, interaksi, atau tahapan suatu fenomena.
* Contoh: Bagaimana proses pengambilan keputusan dalam rapat komunitas adat?
5. Pertanyaan Naratif / Biografis
* Fokus: pengalaman hidup individu atau kelompok.
* Contoh: Bagaimana kisah hidup seorang perajin batik dalam mempertahankan tradisi keluarga?
6. Pertanyaan Fenomenologis
* Fokus: makna pengalaman hidup seseorang terkait fenomena tertentu.
* Contoh: Bagaimana pengalaman pasien kanker dalam menghadapi stigma sosial?
7. Pertanyaan Etnografis
* Fokus: praktik, budaya, atau interaksi dalam komunitas.
* Contoh: Bagaimana praktik gotong royong dijalankan dalam komunitas nelayan di pesisir Sulawesi?
8. Pertanyaan Grounded Theory
* Fokus: menghasilkan teori dari data lapangan.
* Contoh: Bagaimana pola adaptasi UMKM terhadap digitalisasi pasca-pandemi?
9. Pertanyaan Studi Kasus
* Fokus: mendalami kasus tertentu secara kontekstual.
* Contoh: Bagaimana implementasi kebijakan pajak daerah di Kabupaten X?
10. Pertanyaan Evaluatif Kualitatif
* Fokus: menilai dampak program atau kebijakan dari perspektif partisipan.
* Contoh: Bagaimana pandangan masyarakat tentang efektivitas program bantuan sosial di desa mereka?
Friday, August 22, 2025
Bobot : Simple Additive Weighting (SAW) + Smart-C
🎯 Studi Kasus: Evaluasi Pegawai dengan SMART-C
📌 Kriteria dan Bobot:
| Kriteria | Jenis | Bobot |
|---|---|---|
| C1 – Kedisiplinan | Benefit | 0.2 |
| C2 – Kualitas Kerja | Benefit | 0.3 |
| C3 – Kerjasama Tim | Benefit | 0.2 |
| C4 – Kehadiran | Benefit | 0.1 |
| C5 – Waktu Penyelesaian | Cost | 0.2 |
| Total | 1.0 |
👤 Data Pegawai:
| Pegawai | Kedisiplinan (1–10) | Kualitas Kerja (1–100) | Kerjasama Tim (1–10) | Kehadiran (%) | Penyelesaian (hari) |
|---|---|---|---|---|---|
| A | 9 | 85 | 8 | 95 | 4 |
| B | 7 | 90 | 9 | 98 | 5 |
| C | 8 | 80 | 7 | 92 | 3 |
✳️ Langkah 1: Skor Utility (0–100)
Kita konversi nilai aktual ke skala utility 0–100, berdasarkan min dan max tiap kriteria.
Rumus:
-
Benefit:
-
Cost:
🔢 Hasil Skor Utility:
| Pegawai | C1 (9–7) | C2 (90–80) | C3 (9–7) | C4 (98–92) | C5 (3–5) Cost |
|---|---|---|---|---|---|
| A | (9–7)/(9–7) = 100 | (85–80)/(10) = 50 | (8–7)/2 = 50 | (95–92)/6 = 50 | (5–4)/2 = 50 |
| B | (7–7)/2 = 0 | (90–80)/10 = 100 | (9–7)/2 = 100 | (98–92)/6 = 100 | (5–5)/2 = 0 |
| C | (8–7)/2 = 50 | (80–80)/10 = 0 | (7–7)/2 = 0 | (92–92)/6 = 0 | (5–3)/2 = 100 |
(semua hasil dikalikan 100)
| Pegawai | C1 | C2 | C3 | C4 | C5 |
|---|---|---|---|---|---|
| A | 100 | 50 | 50 | 50 | 50 |
| B | 0 | 100 | 100 | 100 | 0 |
| C | 50 | 0 | 0 | 0 | 100 |
✳️ Langkah 2: Normalisasi Utility (0–1)
Bagi semua nilai dengan 100.
| Pegawai | C1 | C2 | C3 | C4 | C5 |
|---|---|---|---|---|---|
| A | 1.0 | 0.5 | 0.5 | 0.5 | 0.5 |
| B | 0.0 | 1.0 | 1.0 | 1.0 | 0.0 |
| C | 0.5 | 0.0 | 0.0 | 0.0 | 1.0 |
✳️ Langkah 3: Hitung Skor Akhir SMART-C
Gunakan:
Pegawai A:
Pegawai B:
Pegawai C:
✅ Hasil Akhir (SMART-C Score):
| Pegawai | Skor Akhir |
|---|---|
| A | 0.6 |
| B | 0.6 |
| C | 0.3 |
🏆 Kesimpulan:
-
Pegawai A dan B memiliki skor SMART-C yang sama tinggi.
-
Jika perusahaan ingin memilih satu, bisa lanjut dengan:
-
Kriteria tambahan,
-
Penilaian langsung manajer (tiebreak),
-
Preferensi strategi SDM (misal lebih mengutamakan kualitas kerja atau kedisiplinan).
-
🎯 Studi Kasus: Evaluasi Kinerja Pegawai
Misalnya kamu ingin memilih pegawai terbaik bulan ini berdasarkan kriteria:
📌 Kriteria:
-
Kedisiplinan (C1) – Benefit
-
Kualitas Kerja (C2) – Benefit
-
Kerjasama Tim (C3) – Benefit
-
Kehadiran (C4) – Benefit
-
Waktu Penyelesaian Tugas (C5) – Cost (semakin cepat semakin baik)
🧮 Bobot Kriteria:
| Kriteria | Bobot |
|---|---|
| Kedisiplinan (C1) | 0.2 |
| Kualitas Kerja (C2) | 0.3 |
| Kerjasama Tim (C3) | 0.2 |
| Kehadiran (C4) | 0.1 |
| Waktu Penyelesaian (C5) | 0.2 |
| Total | 1.0 |
👤 Alternatif Pegawai:
| Pegawai | Kedisiplinan (1-10) | Kualitas Kerja (1-100) | Kerjasama Tim (1-10) | Kehadiran (%) | Waktu Penyelesaian (hari) |
|---|---|---|---|---|---|
| A | 9 | 85 | 8 | 95 | 4 |
| B | 7 | 90 | 9 | 98 | 5 |
| C | 8 | 80 | 7 | 92 | 3 |
✳️ Langkah 1: Normalisasi
Kriteria Benefit:
Kriteria Cost:
| Pegawai | C1 | C2 | C3 | C4 | C5 |
|---|---|---|---|---|---|
| A | 9/9 = 1.00 | 85/90 = 0.944 | 8/9 = 0.889 | 95/98 = 0.969 | 3/4 = 0.75 |
| B | 7/9 = 0.778 | 90/90 = 1.00 | 9/9 = 1.00 | 98/98 = 1.00 | 3/5 = 0.6 |
| C | 8/9 = 0.889 | 80/90 = 0.889 | 7/9 = 0.778 | 92/98 = 0.939 | 3/3 = 1.00 |
Catatan: Untuk C5 (Waktu Penyelesaian, cost), nilai minimum = 3 hari.
✳️ Langkah 2: Hitung Skor Akhir (SAW)
Pegawai A:
Pegawai B:
Pegawai C:
✅ Hasil Akhir:
| Pegawai | Skor SAW | Ranking |
|---|---|---|
| A | 0.9079 | 🥇 1 |
| C | 0.8939 | 🥈 2 |
| B | 0.8756 | 🥉 3 |
🏆 Kesimpulan:
Pegawai A memiliki skor tertinggi berdasarkan metode SAW dan layak dinobatkan sebagai pegawai terbaik bulan ini.
Studi Kasus: Memilih Laptop Terbaik
Kriteria:
-
Harga (C1) – Cost
-
RAM (C2) – Benefit
-
Kapasitas SSD (C3) – Benefit
-
Daya Tahan Baterai (jam) (C4) – Benefit
🧮 Bobot Kriteria:
| Kriteria | Bobot |
|---|---|
| Harga (C1) | 0.3 |
| RAM (C2) | 0.25 |
| SSD (C3) | 0.25 |
| Baterai (C4) | 0.2 |
| Total | 1.0 |
💻 Alternatif Laptop:
| Laptop | Harga (juta) | RAM (GB) | SSD (GB) | Baterai (jam) |
|---|---|---|---|---|
| A | 10 | 16 | 512 | 8 |
| B | 8 | 8 | 256 | 6 |
| C | 12 | 32 | 1024 | 10 |
Langkah 1: Normalisasi
Kriteria Cost (Harga):
Kriteria Benefit (RAM, SSD, Baterai):
Matriks Normalisasi:
| Laptop | C1 (Harga) | C2 (RAM) | C3 (SSD) | C4 (Baterai) |
|---|---|---|---|---|
| A | 8/10 = 0.80 | 16/32 = 0.50 | 512/1024 = 0.50 | 8/10 = 0.80 |
| B | 8/8 = 1.00 | 8/32 = 0.25 | 256/1024 = 0.25 | 6/10 = 0.60 |
| C | 8/12 = 0.667 | 32/32 = 1.00 | 1024/1024 = 1.00 | 10/10 = 1.00 |
Langkah 2: Hitung Skor Akhir
Laptop A:
Laptop B:
Laptop C:
Hasil Akhir (Ranking):
| Laptop | Skor Akhir |
|---|---|
| C | 0.9001 |
| A | 0.65 |
| B | 0.545 |
🏆 Kesimpulan:
Laptop C adalah pilihan terbaik berdasarkan metode Simple Additive Weighting (SAW) karena memiliki skor tertinggi.
Sunday, August 17, 2025
Jangan pandang nominalnya jika terkait proses atau masukan, karena itu hanya sample
Jangan pandang nominalnya jika terkait proses atau masukan, karena itu hanya sample
Friday, August 15, 2025
SPT rugi = tidak ada, namun disebut dengan Rugi Fiskal yang artinya bukan "merugi" secara pengahsilan neto namun karena adanya koreksi fiskal.
Lapkeu Rugi → SPT Lebih Bayar
Lapkeu Rugi → SPT Nihil
-----------------------------------------
Lapkeu Neto → SPT bisa LB
Lapkeu Neto → SPT bisa KB
Lapkeu Neto → SPT bisa Nihil
Lapkeu Neto → Rugi Fiskal (karena koreksi fiskal)
Thursday, August 14, 2025
Biaya Gaji Direktur dan Prive : Efisiensi yang akan datang
Sesuai Pasal 9 ayat (1) huruf j UU PPh, biaya yang tak dapat dibiayakan adalah gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham
Untuk efisiensi maka atas gaji Direktur dengan mekanisme prive setiap bulannya agar efisiensi untuk melakukan koreksi koreksi fiskal.
- Jika usaha jasa konstruksi berbentuk PT → gaji direksi/komisaris bisa dibiayakan sesuai ketentuan.
- Jika berbentuk CV, firma, atau persekutuan → gaji yang dibayarkan kepada pemilik atau sekutu tetap tidak boleh menjadi biaya, walaupun bekerja aktif dalam proyek konstruksi.
- Alasannya: anggota dianggap pemilik modal sekaligus penerima laba, sehingga imbalan kerja mereka dianggap bagian dari laba, bukan beban.
1. Gaji untuk Direktur di Usaha Jasa Konstruksi
-
Kalau bentuk usahanya PT (Perseroan Terbatas):
Gaji yang dibayarkan kepada direktur (yang juga pemegang saham) dapat dibiayakan sepanjang yang bersangkutan statusnya adalah pegawai tetap/organ perusahaan dan masuk dalam penghasilan yang dipotong PPh 21.→ Jadi tidak perlu koreksi fiskal, karena biaya tersebut deductible menurut Pasal 6 UU PPh, bukan termasuk Pasal 9. -
Kalau bentuk usahanya Firma, CV, atau persekutuan:
Sesuai Pasal 9 ayat (1) huruf j UU PPh, gaji yang dibayarkan kepada sekutu atau anggota (termasuk direktur bila dia pemilik modal) tidak dapat menjadi biaya.
→ Maka harus dilakukan koreksi fiskal positif atas gaji yang dibayarkan kepada direktur/pemilik.
2. Konteks Jasa Konstruksi
-
Tidak ada pengecualian khusus untuk sektor jasa konstruksi terkait perlakuan gaji direktur.
-
Yang membedakan hanyalah bentuk badan usahanya.
3. Ringkasnya
-
PT jasa konstruksi → gaji direktur = biaya (deductible), tidak koreksi fiskal.
-
Firma/CV jasa konstruksi → gaji direktur = tidak boleh dibiayakan, wajib koreksi fiskal positif.
Wednesday, August 13, 2025
Das Sein and Das Solen Amplop : konsepnya adalah no regret.
Das Sein : selisih lebih amplop kondangan
Das Solen : kondangan adalah niat bersykur berbagi kebahagian maka tidak ada asas timbal balik
Das Sein : selisih lebih amplop kondangan
Das Solen : kondangan adalah niat bersykur berbagi kebahagian maka tidak ada asas timbal balik.
1. Das Sein (fakta empiriknya)
Fenomena yang terjadi adalah selisih lebih amplop kondangan — artinya jumlah uang yang diterima dari tamu undangan pada acara pernikahan atau hajatan lebih besar dari jumlah uang yang pernah diberikan di acara serupa sebelumnya. Ini murni observasi keadaan apa adanya, tanpa penilaian norma.
2. Das Sollen (norma yang seharusnya)
Secara etika sosial, kondangan dianggap niat bersyukur dan berbagi kebahagiaan, bukan transaksi ekonomi. Jadi tidak ada asas timbal balik yang mengharuskan jumlah amplop harus setara dengan yang pernah diberikan. Das Sollen ini merefleksikan nilai moral dan budaya — bahwa kondangan adalah bentuk dukungan, doa, dan silaturahmi, bukan hitung-hitungan untung-rugi.
Kalaupun dihitung untuk hitungan efisiensi. Kelebihan merupakan ekspektasi yang tidak diharapkan atas rasa syukur.
Jadi itu adalah konsepnya adalah no regret.
Monday, August 11, 2025
Normalisasi dan Bobot
Langkah Perhitungan:
1. Menentukan Bobot
- Misal bobot diambil secara proporsional dari total target semua pegawai (bisa juga dari kriteria lain).
- Rumus
: Bobot=Target Pegawai/Total Target Semua Pegawai\
- Nilai Berbobot=Normalisasi×Bobot
- Total bobot akan = 1,000000.
|
Pegawai |
Target |
Aktual |
Normalisasi |
Bobot (6 desimal) |
Nilai Berbobot (6 desimal) |
|
P1 |
223 |
160 |
0.717040 |
0.058906 |
0.042231 |
|
P2 |
123 |
100 |
0.813008 |
0.045603 |
0.037025 |
|
P3 |
184 |
194 |
1.054348 |
0.062151 |
0.065460 |
|
P4 |
152 |
141 |
0.927632 |
0.055317 |
0.051283 |
|
P5 |
281 |
263 |
0.935946 |
0.050673 |
0.047445 |
|
P6 |
248 |
233 |
0.939516 |
0.060170 |
0.056560 |
|
P7 |
136 |
123 |
0.904412 |
0.067973 |
0.061470 |
|
P8 |
239 |
215 |
0.899580 |
0.046960 |
0.042264 |
|
P9 |
226 |
249 |
1.101770 |
0.058082 |
0.064027 |
|
P10 |
101 |
84 |
0.831683 |
0.050059 |
0.041649 |
|
P11 |
90 |
80 |
0.888889 |
0.052041 |
0.046254 |
|
P12 |
221 |
236 |
1.067873 |
0.065291 |
0.069643 |
|
P13 |
128 |
107 |
0.835938 |
0.043003 |
0.035942 |
|
P14 |
176 |
187 |
1.062500 |
0.067217 |
0.071440 |
|
P15 |
110 |
95 |
0.863636 |
0.043849 |
0.037873 |
|
P16 |
188 |
207 |
1.101064 |
0.063221 |
0.069183 |
|
P17 |
160 |
153 |
0.956250 |
0.048938 |
0.046755 |
|
P18 |
276 |
244 |
0.884058 |
0.048106 |
0.042512 |
|
P19 |
142 |
115 |
0.809859 |
0.055623 |
0.045052 |
|
P20 |
174 |
162 |
0.931034 |
0.055457 |
0.051637 |
Tabel dengan Kontribusi (%)
|
Pegawai |
Target |
Aktual |
Normalisasi |
Bobot (6 desimal) |
Nilai Berbobot (6 desimal) |
Kontribusi (%) |
|
P1 |
223 |
160 |
0.717040 |
0.058906 |
0.042231 |
4.22% |
|
P2 |
123 |
100 |
0.813008 |
0.045603 |
0.037025 |
3.70% |
|
P3 |
184 |
194 |
1.054348 |
0.062151 |
0.065460 |
6.55% |
|
P4 |
152 |
141 |
0.927632 |
0.055317 |
0.051283 |
5.13% |
|
P5 |
281 |
263 |
0.935946 |
0.050673 |
0.047445 |
4.74% |
|
... |
... |
... |
... |
... |
... |
... |
|
P20 |
174 |
162 |
0.931034 |
0.055457 |
0.051637 |
5.16% |
Contoh Hitungan Manual
Kita ambil P1 dan P3:
Data P1
1. Normalisasi : 160/223=0.717040
1. Normalisasi = 194/184=1.054348
Pertarungan dan Kemenangan
Kemenangan sejati adalah nguwasani diri, dudu nguwasani liyan (menguasai diri, bukan menguasai orang lain). “Pertarungan antar manusia adala...
-
Emm.....aku nyoba searching "ngawi" di geonames. ...dengan Zoom Bar kurang lebih 14 hasilnya lumayan jelas dibanding dengan aplika...
-
Penyusunan ulang konsep regulasi yang fokus pada pengelolaan pajak melalui KPP Pratama dan KPP Madya, disertai dasar hukum mengenai perimban...
-
Tax Compliance Model (TCM) untuk Deteksi Penghindaran Pajak ✅ Apa itu Model Kepatuhan Pajak (TCM)? Tax Compliance Model (TCM) adalah mo...






