Pertama, shiddiq yang artinya jujur (Kejujuran adalah sikap utama yang selalu dipegang)
Kedua, amanah (mampu menjalankan sekaligus menjaga kepercayaan yang diembankan di pundak secara profesional)
Eko Susilo, S.T, C.FAP, C.RM, C.FLS.. (akademik dan non akademik- 081535327473) Tidak merasa lebih tahu, tapi berusaha untuk tahu itu adalah baik. Anggota IAI, (Anggota IRMAPA/GRC (Indonesia Risk Management Professional Association-Governance, Risk, & Compliance), Anggota IAMI (Institut Akuntan Manajemen Indonesia, Anggota ISI (Ikatan Surveyor Indonesia) : tulisannya : apa aja dalam Catatanku ini
Pertama, shiddiq yang artinya jujur (Kejujuran adalah sikap utama yang selalu dipegang)
Kedua, amanah (mampu menjalankan sekaligus menjaga kepercayaan yang diembankan di pundak secara profesional)
Pertanyaan menurut maksudnya antara lain :
1. pertanyaan permintaan (compliance question),
2. pertanyaan retoris (rhetorical question), pertanyaan mengarahkan atau menuntun (prompting question),
3. pertanyaan menggali (probing question).
Dalam sumber lainnya diketahui bahwa kalimat tanya terbagi atas :
Dari berbagai sumber
Jadi begini ya mengenai KUPON DIGITAL DTP
KUPON DTP : DALAM TINJAUAN ADMINISTRASI TERBATAS
Pajak DTP atau Pajak Ditanggung Pemerintah merupakan pembayaran pajak yang ditanggung pemerintah dengan cara mengakui beban belanja subsidi dan pada saat bersamaan mengakui penerimaan perpajakan dalam jumlah yang sama (in out) (1) . Dengan demikian dikarenakan tidak adanya konsep penerimaan pajak yang merupakan sumber pemasukan ke kas negara maka proses pencatatan dicatat dari sisi pemasukan bersumber bukan dari Wajib Pajak. Ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai hal tersebut menimbulkan beberapa hal yaitu :
Dampak bagi Wajib Pajak adalah adanya pengurangan kewajiban pajak yang seharusnya dibayar. Bahwa pajak yang seharusnya dibayar dan terutang tersebut merupakan penerimaan pajak bagi Pemerintah yang bersumber dari APBN yang dibebankan dalam suatu masa waktu tertentu. Dalam ketentuan yang sampai saat ini ada pengertian mengenai DTP tersebut memberikan dampak "berkurangnya" penerimaan yang "seharusnya" diterima dan tercatat dalam APBN sebagai suatu sumber penerimaan negara dari sektor perpajakan. Bahwa dalam ketentuan yang mengatur mengenai penerimaan negara dalam berbagai jenis pajak yang dapat dibebankan sebagai suatu bentuk subsidi kepada masyarakat mencakup jenis Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai.
Bagaimana suatu Pajak DTP tersebut dicatat dalam sistem administrasi penerimaan pajak?. Ketentuan yang sampai saat dilakukan adalah dengan cara mencatat suatu pengeluaran dari beban APBN dan kemudian dicatat kembali dengan mekanisme pembayaran dengan Surat Setoran Pajak (SSP) dengan dibubuhi stempel atau cap. Bahwa pencatatan bagi Pemerintah bersumber dari pengeluaran yang tercatat di Direktorat Jenderal Perbendaraan Negara sebagai suatu bentuk pencatatan pemasukan dari Pajak DTP sedangkan dari sisi Direktorat Jenderal Pajak merupakan suatu pencatatan dalam bentuk SSP yang isinya merupakan relaisasi penerimaan Pajak yang ditanggung. Lalu bagaimana dari sisi Wajib Pajak?. Apakah dengan memberikan suatu catatan tersebut merupakan proses pencatatan yang dituangkan dalam suatu "bukti" yang mencantumkan nilai pemasukan dalam kas Wajib Pajak karena ditanggung?.
Kembali pada pengaturan, bahwa pajak yang terutang merupakan pajak yang harus dibayarkan ke Pemerintah dengan jumlah tertentu dengan jenis pajak tertentu. Frasa jumlah adalah suatu keharusan agar dapat tercatat, tercatat dalam administrasi pemerintahan dan administrasi perpajakan Wajib Pajak.
Kupon menurut pengertiannya dalam KBBI adalah surat kecil atau karcis yang dapat ditukarkan dengan barang atau untuk membeli barang dan sebagainya. Diartikan kupon dimaksud bukan merupakan pengertian kupon untuk obligasi. Jadi kupon disini diartikan sebagai suatu surat kecil yang dapat ditukarkan dengan barang atau untuk membeli barang dan sebagainya, Dalam kupon tercantum suatu suatu jumlah pajak yang terutang yang sudah diperhitungkan oleh Wajib Pajak yang kemudian dimintakan melalui suatu aplikasi berbasis web dan mendapatkan validasi tertentu dengan teknologi barcode atau QR Code.
Berlanjut :
(1) catatan mengenai Pajak Ditanggung Pemerintah, bersumber dari
- VISI -
Menjadi Mitra Tepercaya Pembangunan Bangsa untuk Menghimpun Penerimaan Negara melalui Penyelenggaraan Administrasi Perpajakan yang Efisien, Efektif, Berintegritas, dan Berkeadilan dalam rangka mendukung Visi Kementerian Keuangan: "Menjadi Pengelola Keuangan Negara untuk Mewujudkan Perekonomian Indonesia yang Produktif, Kompetitif, Inklusif dan Berkeadilan".
- MISI -
- TUJUAN -
Untuk mewujudkan visi dan misinya, Direktorat Jenderal Pajak menyelaraskan tujuan Kementerian Keuangan dengan menetapkan tujuan Direktorat Jenderal Pajak periode 2020 - 2024 yaitu:
Daya laku surat keputusan diatur dalam pasal 57 Nomor 30 Tahun 2014. Daya laku berkenaan dengan kapan surat keputusan berlaku secara yuridis.
Daya ikat berkaitan dengan kapan surat keputusan diumumkan atau diterimanya surat keputusan oleh pihak yang dituju dalam surat keputusan.
kontekstual/kon·teks·tu·al/ /kontékstual/ a berhubungan dengan konteks
tekstual : isi suatu teks secara keseluruhan
Kontekstual dan Tekstual merupakan suatu gabungan yang sepatutnya dipahami. Tidaklah berimbang hanya dari satu sisi saja, namun dalam hal apa hal tersebut ditemukan dan diimplementasikan. Mengerti konteks tapi yakin pada tekstual adalah semestinya. Mengerti konteks tetapi tidak mengindahkan tekstual, ibarat berjalan tidak tahu arah.
Assalamu'alaikum.... Kini @zerlyn.shop menjual berbagai kebutuhan muslim/ah, kami mengambil dari brand yg high quality juga premium. Insya Allaah kedepannya akan semakin luas jaringannya, mohon doanya yaa.. produk yg kami jual 100% original, kami tidak berani menjual produk yg kw ataupun fake.. Alhamdulillaah, kami RESELLER & AFFILIATE RESMI beberapa brand seperti @purnamasaridevi_dress @hijabalila @muslimahbeautycare.id @wm_premium @taqychansaffron barakallaahufiikum 😊💕
https://shopee.co.id/zerlynda?fbclid=IwAR00otLG80s5jcXCJOFKXYQ2ojvyg6XkcD-96LB8mFii0dSq3Kb5TNuMhWE
termasuk/ter·ma·suk/ v 1 sudah masuk; 2 terhitung; tergolong;
Antara lain
antara/an·ta·ra/ 1 n jarak (ruang, jauh) di sela-sela dua benda: tiang yang satu dengan yang lain -- nya 4 m; 2 n waktu yang menyelang dua saat atau peristiwa; selang: tidak berapa lama -- nya, berangkatlah ia; 3 n di tengah dua benda (orang, tempat, batas, dan sebagainya): ia berjalan di -- dua orang pengawal; 4 n di tengah-tengah dua waktu (peristiwa, bilangan, bobot): kerajaan itu ditaklukkan -- tahun 1774 dan 1778; 5 n dalam kelompok (himpunan, golongan): ada beberapa orang di -- mereka yang terlibat dalam peristiwa pembunuhan itu; hal itu sebaiknya dibicarakan -- kita saja; 6 p sementara; dalam pada itu: ingat -- belum kena; -- itu insaflah ia; 7 n tengah-tengah atau pertengahan dua waktu (peristiwa); 8 a tidak jauh dari; dekat dengan: ia pun sampailah pada -- pasar; 9 p cak lebih kurang; kira-kira: -- seratus orang residivis telah diamankan;dekat tak tercapai, jauh tak -- , pb sesuatu yang dekat dengan kita, tetapi tidak dapat kita ambil karena tiada upaya;
Yaitu :
yaitu/ya·i·tu/ p kata penghubung yang digunakan untuk memerinci keterangan kalimat; yakni: yang pergi tahun ini dua orang, -- dia dan saya
Tulisan-tulisan
:
1.
Pengaturan Tentang Wajib Pajak Meninggal
Dunia
2.
Nominal Tax Pendapat lain dalam
Perpajakan di Indonesia
3.
Eskalasi Subyek Pajak
4.
Rasio Pajak Dalam Range
aku tidak pernah pergi.
Adanya aku di masa depan.
Aku akan selalu menjadi....(hari esok).
Aku tidak pernah menunjukkannya pada siapapun dan aku tidak akan pernah...(karena belum terjadi).
Walaupun begitu mereka yang hidup dan bernafas percaya padaku...(ada harapan).
Ada disana tetapi tidak pernah ada dan akan selalu begitu...(disambut datangnya dan pergi entah kemana).
Apakah aku?.
Aku adalah "........."
Apa yang disebut dengan peraturan pelaksanaan dari UU?.
Peraturan pelaksanaan dari UU adalah Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri dan Peraturan Direktur Jenderal dan peraturan pelaksanaan dalam bentuk surat edaran dan surat.
Apa isinya?.
Isinya adalah mandatori dari UU dan implementasi dari materi tersurat dalam pasal-pasalnya.
Apakah boleh membuat norma baru selain yang tercakup dalam UU?.
Boleh sepanjang terkait hal teknis mengenai teknologi informasi (tata caranya, alatnya, dan sumber dayanya), SDM dan Dana.
Jadi sebaiknya yang demikian ya, kira-kira begitu.
Kalau melanggar, disebut apa ya?.
Itu pelanggaran, kalau secara jamak disebut dengan "bertentangan dengan ketentuan diatasnya".
Kenapa demikian?.
Karena norma hukumnya sudah dalam bentuk UU, bukan lagi dalam bentuk kajian atau diskusi atau pendapat hukum.
Boleh tidak menguji?.
Boleh, dapat perorangan atau secara berkelompok (class action).
Apakah instansi pelaksana dari UU boleh menguji?.
Boleh, sepanjang.......(ini saya ragu ini).
Kenapa ragu?
Karena dalam pembentukan UU ada yang disebut dengan usul prakarsa (bersumber dari instansi terkait) dan inisiatif anggota DPR.
Teori dalam masalah dalam administrasi publik :
GEMA PAJAK - Gotong Royong Bersama Pajak
GEMA KEMENKEU-Gotong Royong Bersama Kemenkeu
Loyalitas Kami Bukan ke Pimpinan-.....(saya tambahi tapi ke Negara)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebijakan adalah rangkaian
konsep dan asas yang menjadi garis dan dasar rencana
dalam pelaksanaan pekerjaan, kepemimpinan, serta cara bertindak
(tentang perintah, organisasi, dan sebagainya).
Apakah kebijakan harus tertulis?.
Harus.
Karena yang namanya konsep harus
dituangkan dalam tulisan dalam bentuk perintah, uraian dan atau
petunjuk.
Bagaimana memahami perintah?.
Perintah yang terkait dengan ketentuan dan metode bekerja, dapat saja dilakukan secara lisan karena prosedurnya sudah dibakukan atau secara tersirat ada dalam prosedur tersebut.
Pegawai ASN melaksanakan kebijakan yang
ditetapkan oleh pimpinan Instansi Pemerintah. Pegawai
ASN berfungsi sebagai:
1. pelaksana kebijakan publik;
2. pelayan publik; dan
3. perekat dan pemersatu bangsa.
(UU ASN)
Menurut Teorinya bahwa yang disebut dengan pengembangan suatu produk (apapun
bentuk produknya) adalah :
Bagaimana dengan sektor Pemerintahan?.
Sebenarnya dalam batasan tertentu suatu
produk Pemerintahan, produk atau jasa yang dihasilkan adalah hal yang sama,
jika disebut suatu pengembangan, proses untuk mengembangkan itu setidaknya
terdiri atas memperbaiki yang sudah ada, atau memperluas hal yang dilakukan,
menambah hal baru atau jangkauan, atau membandingkan dengan hal-hal yang diatur
dan secara luas mengembangkan dengan memperluas cakupan kegiatan yang sudah
ada.
Apakah ada Teori yang lain?.
Sumber : http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/petunjuk_praktis/197
Dalam berbahasa sehari-hari ungkapan atas nama sering kita temukan. Namun, pemakaiannya sering kurang tepat. Perhatikan kalimat berikut.
(1) Pada kesempatan ini saya atas nama Bupati Wanasari dan atas nama pribadi menyampaikan ucapan belasungkawa atas meninggal-nya Bapak Subrata.
Pada kalimat (1) bupati berbicara sebagai pejabat dan sebagai pribadi. Yang perlu dicatat ialah bahwa yang berbicara adalah bupati sendiri, tidak mewakili orang lain. Dalam pembicaraannya, baik sebagai bupati maupun sebagai pribadi, digunakan ungkapan atas nama. Tepatkah penggunaan ungkapan tersebut?
Di dalam kamus dinyatakan bahwa ungkapan atas nama berarti 'sebagai
wakil, perintah, atau atas kuasa orang lain'. Karena dalam kalimat (1) bupati itu sendiri yang berbicara atau tidak mewakilkannya kepada orang lain, pemakaian ungkapan atas nama itu tidak tepat. Sebagai penggantinya, digunakan kata selaku atau sebagai sehingga kalimat (1) dapat diperbaiki menjadi sebagai berikut.
Jika yang berbicara bukan bupati, melainkan orang yang mewakili bupati, pemakaian atas nama kalimat (I) sudah tepat. Akan tetapi, atas nama untuk diri pribadi tidak tepat. Dalam kalimat itu tetap digunakan kata selaku/sebagai sehingga kalimat perbaikannya sebagai berikut.
Pemakaian ungkapan atas nama yang benar juga dapat dilihat di bawah ini.
(2) Atas nama ahli waris, saya mengucapkan terima kasih atas semua bantuan yang Bapak/lbu berikan. Ungkapan terima kasih seperti kalimat (2) disampaikan tidak hanya selaku pribadi, tetapi juga selaku wakil ahli waris. Dia berbicara mewakili ahli warisnya.
Daya serap hasil membaca dan paham tetap saja berbeda dibandingkan dengan menyerap lawan bicara karena tingkat kemampuan diukur dari kemampuan menyerap dan menyampaikan dan bukan mengimbangi.
Demikian harap maklum, demikian harap menjadi perhatiannya, Salam sejahtera
Demikian harap maklum = So please understand
Demikian harap menjadi perhatiannya =
So hope it becomes his attention
Salam sejahtera = best regards
Thank you for your attention and cooperation
UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1997 TENTANG DOKUMEN PERUSAHAAN
Jadi begini ya, ceritanya...
Pada suatu waktu dahulu kala....dimana ada suatu niat dan itikad yang baik dan diimplementasikan dengan baik, maka...
Kalau kita bicara mengenai subyek pajak, maka akan menemui yang disebut dengan istilah orang pribadi, badan, bendahara dan pihak ketiga.
Pihak-pihak tersebut bisa menjadi Wajib Pajak secara sendiri dan bisa menjadi pihak sebagai pemotong atau pemungut pajak dan pihak terkait.
Siapa pihak terkait tersebut?. Yaitu pihak-pihak yang terkait dengan Wajib Pajak tersebut terkait dengan pemotongan dan atau pemungutan pajak.
Terkait dengan pemotongan atau pemungutan disini diartikan bisa berdiri sebagai :
1. yang memotong pajak
2. yang memungut pajak
3. yang dipotong pajaknya
4. yang dipungut pajaknya
Pihak terkait tersebut diluar unsur subyek pajak yang sudah ada dan selain yang ada diatur sesuai ketentuan domestik UU Perpajakan atau UU Lainnya yang terkait (UU Kependudukan, UU terkait dengan Keimigrasian, UU terkait dengan Perdagangan dll).
Apakah pihak terkait memiliki kewenangan sesuai dengan yang dimiliki oleh orang pribadi, badan dan bendahara yang ada?. sudah tentu tidak kecuali UU atau Peraturan Pemerintah mengecualikan dan menyebut lain selain yang sudah diatur.
Demikianlah kira-kira.
Peraturan perundang-undangan perpajakan yang dibuat pada zaman pemerintahan penjajahan Belanda adalah antara lain : Aturan Bea Meterai Tahun 1921, Ordonansi Pajak Perseroan Tahun 1925, Ordonansi Pajak Kekayaan Tahun 1932, Ordonansi Pajak Pendapatan Tahun 1944.
Meskipun terhadap berbagai peraturan perundang-undangan perpajakan sisa-sisa kolonial tersebut telah beberapa kali dilakukan upaya perubahan dan penyesuaian, namun karena berbeda falsafah yang melatar belakanginya, serta sistem yang melekat kepada undang-undang tersebut, maka sepanjang perpajakan dilandasi ketentuan-ketentuan perundang-undangan tersebut, belumlah bisa memenuhi fungsinya sebagai sarana yang dapat menunjang cita-cita Bangsa dan Pembangunan Nasional yang sedang dilaksanakan sekarang ini.
Memasuki alam kemerdekaan, sejak Proklamasi 17 Agustus 1945, terhadap berbagai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan telah dilakukan perubahan, tambahan dan penyesuaian sebagai upaya untuk menyesuaikan terhadap keadaan dan tuntutan rakyat dari suatu negara yang telah memperoleh kemerdekaannya. Namun perubahan-perubahan tersebut di masa lalu lebih bersifat parsial, sedangkan perubahan yang agak mendasar baru dilakukan melalui Undang-undang Nomor 8 Tahun 1967 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Pendapatan, Pajak Kekayaan dan Pajak Perseroan, yang kemudian pelaksanaan diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1967 yang selanjutnya terkenal dengan "sistem MPS dan MPO". Sistem tersebut merupakan penyempurnaan sistem pajak sesuai dengan tingkat perkembangan sosial ekonomi Indonesia.
Ciri dan corak tersendiri dari sistem pemungutan pajak tersebut adalah :
Pihak terkait = Related Parties=Pihak Ketiga
Boleh ngapain?.
Boleh saja memungut, tapi bukan PEMUNGUT
KUPON DTP : DALAM
TINJAUAN ADMINISTRASI TERBATAS
Pajak DTP atau Pajak
Ditanggung Pemerintah merupakan pembayaran pajak yang ditanggung
pemerintah dengan cara mengakui beban belanja subsidi dan pada saat bersamaan
mengakui penerimaan perpajakan dalam jumlah yang sama (in out) (1) .
Dengan demikian dikarenakan tidak adanya konsep penerimaan pajak yang merupakan
sumber pemasukan ke kas negara maka proses pencatatan dicatat dari sisi
pemasukan bersumber bukan dari Wajib Pajak. Ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai hal tersebut menimbulkan beberapa hal
yaitu :
Dampak bagi Wajib Pajak adalah adanya pengurangan kewajiban pajak yang seharusnya dibayar. Bahwa pajak yang seharusnya dibayar dan terutang tersebut merupakan penerimaan pajak bagi Pemerintah yang bersumber dari APBN yang dibebankan dalam suatu masa waktu tertentu. Dalam ketentuan yang sampai saat ini ada pengertian mengenai DTP tersebut memberikan dampak "berkurangnya" penerimaan yang "seharusnya" diterima dan tercatat dalam APBN sebagai suatu sumber penerimaan negara dari sektor perpajakan. Bahwa dalam ketentuan yang mengatur mengenai penerimaan negara dalam berbagai jenis pajak yang dapat dibebankan sebagai suatu bentuk subsidi kepada masyarakat mencakup jenis Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai.
Bagaimana suatu Pajak
DTP tersebut dicatat dalam sistem administrasi penerimaan pajak?. Ketentuan
yang sampai saat dilakukan adalah dengan cara mencatat suatu pengeluaran dari
beban APBN dan kemudian dicatat kembali dengan mekanisme pembayaran dengan
Surat Setoran Pajak (SSP) dengan dibubuhi stempel atau cap. Bahwa pencatatan bagi Pemerintah bersumber dari
pengeluaran yang tercatat di Direktorat Jenderal Perbendaraan Negara sebagai
suatu bentuk pencatatan pemasukan dari Pajak DTP sedangkan dari sisi Direktorat
Jenderal Pajak merupakan suatu pencatatan dalam bentuk SSP yang isinya
merupakan relaisasi penerimaan Pajak yang ditanggung. Lalu bagaimana dari
sisi Wajib Pajak?. Apakah dengan memberikan suatu catatan tersebut merupakan
proses pencatatan yang dituangkan dalam suatu "bukti" yang
mencantumkan nilai pemasukan dalam kas Wajib Pajak karena ditanggung?.
Kembali pada pengaturan, bahwa pajak yang terutang merupakan pajak yang harus dibayarkan ke Pemerintah dengan jumlah tertentu dengan jenis pajak tertentu. Frasa jumlah adalah suatu keharusan agar dapat tercatat, tercatat dalam administrasi pemerintahan dan administrasi perpajakan Wajib Pajak.
Kupon menurut pengertiannya dalam KBBI adalah surat kecil atau karcis yang dapat ditukarkan dengan barang atau untuk membeli barang dan sebagainya. Diartikan kupon dimaksud bukan merupakan pengertian kupon untuk obligasi. Jadi kupon disini diartikan sebagai suatu surat kecil yang dapat ditukarkan dengan barang atau untuk membeli barang dan sebagainya, Dalam kupon tercantum suatu suatu jumlah pajak yang terutang yang sudah diperhitungkan oleh Wajib Pajak yang kemudian dimintakan melalui suatu aplikasi berbasis web dan mendapatkan validasi tertentu dengan teknologi barcode atau QR Code.
Berlanjut :
(1) catatan mengenai Pajak Ditanggung Pemerintah, bersumber dari