:::Catatannya The Echo:::

Tuesday, September 23, 2025

Lagging dan Leading Indicator

 


Indikator terlihat hanyalah cerminan akhir. Indikator tidak terlihat adalah akar penyebab, sehingga bila tidak dikelola → hasil finansial akan tampak buruk.

Perusahaan yang sehat harus fokus memperbaiki leading indicators untuk menjaga lagging indicators tetap positif


Gambar Sumber : Asian Tiger

The Operational Iceberg (Gunung Es Operasional), yaitu perbedaan antara aspek yang terlihat di permukaan bisnis (angka dan indikator yang mudah diukur) dengan yang tidak terlihat (akar masalah operasional yang sering tersembunyi tetapi sangat mempengaruhi kinerja).

1. Bagian Terlihat (Visible)
Hal-hal yang bisa diukur dan langsung terlihat oleh manajemen, investor, maupun stakeholder, misalnya:
Omset
Profit & Loss (Laba Rugi)
Service
Customer Complain (Keluhan Pelanggan)
Revenue (Pendapatan)
Quality (Kualitas Produk/Jasa)
SDM
HPP (Harga Pokok Produksi)

Bagian ini ibarat puncak gunung es: mudah terlihat, tapi hanya representasi kecil dari realitas operasional.

2. Bagian Tidak Terlihat (Invisible)
Masalah operasional mendasar yang sering luput dari perhatian, antara lain:
SOP gak jalan                     → prosedur tidak diikuti.
COGS bocor                       → biaya produksi bocor/inefisien.
Pemborosan revenue         → pendapatan hilang karena kebocoran kecil.
Decision making lambat    → memperlambat respons bisnis.
Overstaffing                        → tenaga kerja berlebih tanpa produktivitas.
Energi & utilities boros     → biaya operasional tidak efisien.
Miss komunikasi                → salah paham antar divisi.
Data tercecer                      → informasi tidak rapi.
Inventory                            → stok menumpuk atau tidak terkendali.
Janji marketing gak match sama kebutuhan operasional → ekspektasi pelanggan beda dengan kapasitas internal.
Kontrak sama supplier     → tidak menguntungkan atau tidak efisien.
Gali lubang tutup lubang → solusi jangka pendek yang tidak menyelesaikan masalah.
Diskon tanpa ROI             → potongan harga tanpa perhitungan pengembalian investasi.

Contoh  : 

1.     Omset

o    Rp10 miliar per tahun

o    Angka ini mudah dilihat di laporan penjualan bulanan.

2.     Profit & Loss (Laba Rugi)

o    Laba bersih: Rp800 juta

o    Setelah dipotong HPP, gaji, sewa, dan biaya operasional.

3.     Service

o    Tingkat kepuasan pelanggan: 85%

o    Diukur melalui survei dan rating toko online.

4.     Customer Complain (Keluhan Pelanggan)

o    120 komplain per tahun

o    Terutama soal keterlambatan pengiriman dan barang cacat.

5.     Revenue (Pendapatan)

o    Rp10 miliar (selaras dengan omset).

6.     Quality (Kualitas Produk/Jasa)

o    95% produk lolos uji kualitas

o    Namun 5% masih retur ke supplier.

7.     SDM

o    50 karyawan

o    Rasio produktivitas: Rp200 juta/karyawan/tahun.

8.     HPP (Harga Pokok Produksi/Penjualan)

o    Rp7 miliar

o    Artinya margin kotor sekitar 30%.

Kesimpulan bagian terlihat: Laporan keuangan dan KPI terlihat cukup baik, perusahaan tampak sehat di atas kertas.


2. Bagian Tidak Terlihat (Invisible)

Angka-angka ini jarang muncul di laporan formal, tapi dampaknya sangat besar.

1.     SOP gak jalan

o    Akibat SOP tidak diikuti, terjadi keterlambatan pengiriman 15%.

o    Dampak: kerugian reputasi & biaya kompensasi Rp200 juta.

2.     COGS bocor

o    Ada inefisiensi pembelian bahan (mark-up supplier 3%).

o    Kebocoran: Rp210 juta/tahun.

3.     Pemborosan revenue

o    2% transaksi hilang karena salah input kasir dan retur tidak tercatat.

o    Nilai: Rp200 juta.

4.     Decision making lambat

o    Persetujuan harga diskon butuh 5 hari.

o    Akibatnya, kehilangan peluang penjualan Rp500 juta/tahun.

5.     Overstaffing

o    Ada 5 karyawan berlebih.

o    Biaya gaji sia-sia Rp300 juta/tahun.

6.     Energi & utilities boros

o    Listrik & air Rp50 juta/bulan → seharusnya Rp35 juta.

o    Selisih Rp180 juta/tahun.

7.     Miss komunikasi

o    Kesalahan koordinasi antar divisi → 50 pesanan salah kirim.

o    Biaya retur & kompensasi Rp100 juta.

8.     Data tercecer

o    Tidak ada sistem ERP, laporan manual sering hilang.

o    Estimasi kerugian data: Rp50 juta (karena pencarian & perbaikan).

9.     Inventory

o    Barang menumpuk Rp1 miliar → 20% rusak/usang.

o    Kerugian Rp200 juta.

10. Janji marketing tidak match operasional

o    Marketing janji garansi 3 hari, realisasi 7 hari.

o    Hilang 100 pelanggan potensial → Rp300 juta revenue gagal masuk.

11. Kontrak supplier tidak efisien

o    Harga 5% lebih tinggi dari pasar.

o    Selisih Rp250 juta/tahun.

12. Gali lubang tutup lubang

o    Tutup kekurangan kas dengan pinjaman jangka pendek.

o    Biaya bunga tambahan Rp100 juta.

13. Diskon tanpa ROI

o    Diskon Rp500 juta diberikan tanpa perhitungan.

Tambahan penjualan hanya Rp200 juta → rugi Rp300 juta.

Friday, September 19, 2025

Pengkhianatan dan Bahaya itu adalah...

Siapa yang berbahaya itu?.

Bukan orang kritis terhadapmu dan baik perilakunya setidaknya ilmiahnya namun orang yang menusuk dari belakang yang menggambarkan pengkhianatan atau bermuka dua. Jadi, apa yang terlihat di depan, berbeda dari kenyataan yang ada. Di belakangmu, entah apa yang dipikirkan atau dilakukannya.

Yang kedua :

Orang yang menjilatmu dengan dalih.

Wednesday, September 17, 2025

Kenapa?

Kalau kita lihat dari segi bahasa sehari-hari dan bahasa resmi:
Kenapa
Lebih santai, akrab, dan umum dipakai dalam percakapan sehari-hari.
Kesan: luwes, cair, tapi kadang emosional tergantung intonasi.
Cocok dipakai dalam obrolan informal.
Mengapa
Lebih baku, formal, dan sering dipakai di tulisan resmi, akademis, atau pidato.
Kesan: serius, objektif, netral.
Cocok untuk konteks penelitian, hukum, administrasi, atau pendidikan.
Alternatif lain (tergantung gaya bahasa yang diinginkan):
Apa sebabnya → lebih halus, terkesan sopan.
Bagaimana bisa → agak netral, menekankan proses, bukan hanya alasan.
Apa alasannya → fokus pada dasar atau justifikasi.

Friday, September 12, 2025

Pertanyaan dengan Bagaimana


Kalau pettanyaan "kenapa" itu kausalitas dan bisa menimbulkan efek pidana dan perdata pada akhirmya bagi yang membuat dokumen, itu kuncinya, mulai paham ya.
Oke saya lanjutkan...
Jadi ketika jenisnya adalah deskrifftif analitis, atas dokumen maka kausalitas tidak saya perlukan disini.




Siapa yang membayar Pajak?.

Siaoa yang membayar Pajak?. Wajib Pajak itu sendiri dan penanggung pajak.

Apapun masalah lainnya tidak akan berkaitan terkait pembayaran pajak. Artinya tidak ada beban yang ditanggung oleh orang lain atas peristiwa apapun kecuali pembayar pajak itu sendiri atau penanggung pajak. Orang atau entitas lain selain itu hanya "komentar" dll namun semuanya uang yang dibayarkan ya Wajib Pajak itu sendiri.


Thursday, September 11, 2025

State of The Art : Constitutional Validity→ keabsahan norma menurut UUD 1945. Administrative Ambiguity → konsistensi praktik birokrasi dengan amanat undang-undang

Kerangka Teoritis & State of the Art untuk TAPM  Struktur ini bisa langsung digunakan sebagai bagian tesis/TAPM

Kerangka Teoritis dan State of the Art

 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Implementasi Kebijakan (Matland, 1995)

Model Ambiguity–Conflict (Matland, *Policy Implementation, JPART, 1995) menjelaskan bahwa implementasi kebijakan ditentukan oleh dua dimensi utama:

1. Ambiguity – ketidakjelasan tujuan, instruksi, atau norma kebijakan.

2. Conflict – tingkat pertentangan kepentingan antaraktor dalam implementasi.

Dari dua dimensi ini, Matland memetakan empat tipe implementasi:

* Administrative implementation (low ambiguity–low conflict).

* Political implementation (low ambiguity–high conflict).

* Experimental implementation (high ambiguity–low conflict).

*Symbolic implementation (high ambiguity–high conflict).

Model ini awalnya digunakan dalam kajian implementasi kebijakan publik, terutama birokrasi dan pelayanan masyarakat.

 2.1.2 Penerapan Teori dalam Konteks Hukum Tata Negara

Dalam praktik, banyak penelitian menggunakan model Matland untuk kebijakan sosial, pendidikan, dan pelayanan publik (lihat: SpringerLink; Utrecht Law Review). Namun, penerapan ke ranah konstitusional dan administrasi negara masih jarang dilakukan.

Hal ini membuka ruang kontribusi baru: bagaimana model implementasi dapat dipakai untuk mengkaji ambiguitas konstitusional dan praktik administratif dalam pemerintahan.

2.2 Adaptasi Eko Susilo – Teori Ambiguitas–Pertentangan Matland (TAPM)

 2.2.1 Transformasi Teori

Eko Susilo mengadaptasi model Matland dengan memperluas cakupan analisis ke:

Ranah konstitusional-administratif, bukan sekadar kebijakan publik teknis.

Objek kajian: implementasi UU No.39/2008 tentang Kementerian Negara dan problem nomenklatur antara “Departemen” vs “Kementerian”.

Konteks aktual: permohonan uji materiil di Mahkamah Konstitusi  terkait validitas nomenklatur.

2.2.2 Konsep Baru dalam TAPM

TAPM memperkenalkan dimensi analisis tambahan:

Constitutional Validity→ keabsahan norma menurut UUD 1945.

Administrative Ambiguity → konsistensi praktik birokrasi dengan amanat undang-undang.

Dengan demikian, model tidak lagi hanya ambiguity–conflict, tetapi menjadi ambiguity–conflict–validity.

 2.3.3 Nilai Orisinal TAPM

1. Mengisi gap : antara studi implementasi kebijakan dan studi hukum tata negara.

2. Memperluas domain teori dengan menambahkan dimensi validitas konstitusional.

3. Policy relevance nyata melalui keterkaitan dengan perkara uji materiil di Mahkamah Konstitusi.

4. Membuka kajian baru  dalam bidang *constitutional implementation*







Wednesday, September 10, 2025

Gabungan Model Matland dengan Analisis Konstitusional

Bukti literatur (artikel, buku/jurnal, dan dokumen resmi) yang mendukung kenapa TAPM Eko Susilo bisa diklasifikasikan sebagai “kelas tinggi” (teoretis-kontekstual) dibanding studi lain yang lebih praktis-empiris atau normatif-historis. Saya menyertakan sumber untuk setiap klaim utama sehingga posisi itu dapat diverifikasi.


Inti Argumen : 

  1. Kontribusi teoretis (menggabungkan model Matland dengan analisis konstitusional) memberi bobot akademik tinggi.

    • Matland menjelaskan bagaimana ambiguity dan conflict menentukan sifat implementasi kebijakan; mengaplikasikan model ini pada masalah nomenklatur (validitas konstitusional vs praktik administratif) adalah sumbangan konseptual yang nyata. (Oxford Academic)

  2. Relevansi kebijakan & politik yuridis nyata (UU No.39/2008 + perkara di Mahkamah Konstitusi) menaikkan bobot penelitian secara kontekstual/publik.

    • UU No.39/2008 mengubah nomenklatur; permohonan uji materiil yang diajukan (dan tercatat di MK) menunjukkan isu ini bukan sekadar akademik, melainkan problem hukum-publik aktual. Ini menguatkan nilai policy-relevance TAPM Anda. (Mahkamah Konstitusi RI, MKRI)

  3. Studi empiris (case studies, survei, content analysis) biasanya unggul pada bukti lapangan — sehingga penelitian yang kuat secara empiris ditempatkan berbeda dalam peta klasifikasi.

    • Literatur metode menunjukkan bahwa studi kasus dan penelitian lapangan memberi bukti empiris kuat yang berguna untuk rekomendasi operasional — ini menjelaskan mengapa studi kasus kementerian sering ditempatkan di kelas menengah/terapan. (SpringerLink, Utrecht Law Review)

  4. Penelitian tentang dampak pergantian nama/penamaan organisasi (nomenklatur) menunjukkan perubahan nama berimplikasi pada organisasi dan praktik pemerintahan — jadi konteks TAPM Anda relevan secara internasional.

    • Kajian internasional tentang politik perubahan nama unit pemerintahan menemukan dampak pada struktur, identitas, dan praktik birokrasi — mendukung alasan bahwa analisis nomenklatur memiliki “akibat nyata” (bukan sekadar terminologi). (Wiley Online Library)

  5. Gabungan: jika karya bersifat teoritis kuat + relevan kebijakan (MK/UU) → dikategorikan lebih tinggi secara akademik daripada kajian yang hanya normatif/deskriptif; namun tanpa bukti lapangan, masih kalah dengan studi empiris murni pada ranah evidence.

    • Literatur metode menegaskan nilai tinggi gabungan teori + bukti empiris; studi yang hanya konseptual kuat secara teoritis tapi miskin bukti lapangan tetap bernilai tinggi (contribution to theory), namun akan lebih “komprehensif” bila dilengkapi data empiris. (Oxford Academic, SpringerLink)


Kesimpulan berbasis bukti

Berdasarkan literatur di atas:

  • TAPM Eko Susilo = Kelas Tinggi (Teoretis-Kontekstual) — karena (a) memberikan kontribusi teoritis dengan menerapkan ambiguity model Matland pada masalah konstitusional-administratif, dan (b) isu yang dikaji berimpak hukum-publik (UU 39/2008 dan perkara di MK). (Oxford Academic, Mahkamah Konstitusi RI)

  • TAPM masih bisa ditingkatkan menjadi “kelas komprehensif” (teori + empiris setara) apabila menambah bukti lapangan (wawancara, survei, content analysis). Literatur metode dan studi kasus menunjukkan bahwa penambahan bukti empiris meningkatkan bobot rekomendasi kebijakan dan penerimaan praktis di kalangan pembuat kebijakan. (SpringerLink, Utrecht Law Review)


Sumber utama yang saya pakai (pilihan representatif & dapat diverifikasi)

  • Matland, R. E. (1995). The Ambiguity-Conflict Model of Policy Implementation. J. Public Admin. Research & Theory. (Oxford Academic)

  • UU No.39/2008 tentang Kementerian Negara & dokumentasi terkait (resume/berita Mahkamah Konstitusi tentang permohonan Eko Susilo). (MKRI, Mahkamah Konstitusi RI)

  • Yesilkagit, K. (2022). What's in a name? The politics of name changes inside ... (kajian tentang dampak perubahan nama unit pemerintahan). (Wiley Online Library)

  • Ridder, H. G. (2017). The theory contribution of case study research designs (pembahasan peran studi kasus dalam kontribusi teori). (SpringerLink)

  • Christensen, J. (2024). Comparing ministerial evidence cultures: a quantitative analysis (contoh bagaimana studi empiris kementerian memetakan bukti/kultur penelitian kementerian). (Oxford Academic)

Catatan: Memilih sumber yang mewakili klaim-kunci: (1) model teoretis yang dipakai; (2) bukti hukum/politik nyata di Indonesia; (3) literatur metodologi yang menjelaskan nilai teori vs empiris; dan (4) kajian internasional tentang perubahan nama organisasi pemerintahan.



Infografis Ketetapan Uji Materi -Eko Susilo ke Mahkamah Konstitusi

 



Sumber : https://berkas.dpr.go.id/puspanlakuu/infografis/infografis-public-397.pdf?



Sunday, September 07, 2025

Ambiguitas Administratif-Konstitusional


 




Sumber : olah AI dengan prompt sendiri

 

Pertanyaan Penelitian : Kualitatif

Dalam penelitian kualitatif,  jenis pertanyaan penelitian biasanya diarahkan untuk memahami makna, proses, pengalaman, atau fenomena secara mendalam, bukan untuk mengukur atau menguji hipotesis seperti pada penelitian kuantitatif.

Berikut beberapa jenis pertanyaan penelitian kualitatif:

1. Pertanyaan Deskriptif

   * Fokus: menggambarkan fenomena, situasi, atau pengalaman.

   * Contoh: Bagaimana pengalaman guru dalam mengajar di daerah terpencil?

2. Pertanyaan Eksploratif

   * Fokus: menggali makna atau konsep yang belum banyak diteliti.

   * Contoh: Apa makna “kepuasan kerja” bagi tenaga kesehatan di puskesmas pedesaan?

3. Pertanyaan Interpretatif

   * Fokus: menafsirkan makna, simbol, atau wacana.

   * Contoh: Bagaimana simbol-simbol budaya digunakan dalam upacara pernikahan Jawa?

4. Pertanyaan Proses

   * Fokus: memahami dinamika, interaksi, atau tahapan suatu fenomena.

   * Contoh: Bagaimana proses pengambilan keputusan dalam rapat komunitas adat?

5. Pertanyaan Naratif / Biografis

   * Fokus: pengalaman hidup individu atau kelompok.

   * Contoh: Bagaimana kisah hidup seorang perajin batik dalam mempertahankan tradisi keluarga?

6. Pertanyaan Fenomenologis

   * Fokus: makna pengalaman hidup seseorang terkait fenomena tertentu.

   * Contoh: Bagaimana pengalaman pasien kanker dalam menghadapi stigma sosial?

7. Pertanyaan Etnografis

   * Fokus: praktik, budaya, atau interaksi dalam komunitas.

   * Contoh: Bagaimana praktik gotong royong dijalankan dalam komunitas nelayan di pesisir       Sulawesi?

8. Pertanyaan Grounded Theory

   * Fokus: menghasilkan teori dari data lapangan.

   * Contoh: Bagaimana pola adaptasi UMKM terhadap digitalisasi pasca-pandemi?

9. Pertanyaan Studi Kasus

   * Fokus: mendalami kasus tertentu secara kontekstual.

   * Contoh: Bagaimana implementasi kebijakan pajak daerah di Kabupaten X?

10. Pertanyaan Evaluatif Kualitatif

    * Fokus: menilai dampak program atau kebijakan dari perspektif partisipan.

    * Contoh: Bagaimana pandangan masyarakat tentang efektivitas program bantuan sosial di desa mereka?


Friday, August 22, 2025

Bobot : Simple Additive Weighting (SAW) + Smart-C

🎯 Studi Kasus: Evaluasi Pegawai dengan SMART-C

📌 Kriteria dan Bobot:

Kriteria Jenis Bobot
C1 – Kedisiplinan Benefit 0.2
C2 – Kualitas Kerja Benefit 0.3
C3 – Kerjasama Tim Benefit 0.2
C4 – Kehadiran Benefit 0.1
C5 – Waktu Penyelesaian Cost 0.2
Total 1.0

👤 Data Pegawai:

Pegawai Kedisiplinan (1–10) Kualitas Kerja (1–100) Kerjasama Tim (1–10) Kehadiran (%) Penyelesaian (hari)
A 9 85 8 95 4
B 7 90 9 98 5
C 8 80 7 92 3

✳️ Langkah 1: Skor Utility (0–100)

Kita konversi nilai aktual ke skala utility 0–100, berdasarkan min dan max tiap kriteria.

Rumus:

  • Benefit:

    Uij=xijxminxmaxxmin×100U_{ij} = \frac{x_{ij} - x_{\text{min}}}{x_{\text{max}} - x_{\text{min}}} \times 100
  • Cost:

    Uij=xmaxxijxmaxxmin×100U_{ij} = \frac{x_{\text{max}} - x_{ij}}{x_{\text{max}} - x_{\text{min}}} \times 100

🔢 Hasil Skor Utility:

Pegawai C1 (9–7) C2 (90–80) C3 (9–7) C4 (98–92) C5 (3–5) Cost
A (9–7)/(9–7) = 100 (85–80)/(10) = 50 (8–7)/2 = 50 (95–92)/6 = 50 (5–4)/2 = 50
B (7–7)/2 = 0 (90–80)/10 = 100 (9–7)/2 = 100 (98–92)/6 = 100 (5–5)/2 = 0
C (8–7)/2 = 50 (80–80)/10 = 0 (7–7)/2 = 0 (92–92)/6 = 0 (5–3)/2 = 100

(semua hasil dikalikan 100)


Pegawai C1 C2 C3 C4 C5
A 100 50 50 50 50
B 0 100 100 100 0
C 50 0 0 0 100

✳️ Langkah 2: Normalisasi Utility (0–1)

Bagi semua nilai dengan 100.

Pegawai C1 C2 C3 C4 C5
A 1.0 0.5 0.5 0.5 0.5
B 0.0 1.0 1.0 1.0 0.0
C 0.5 0.0 0.0 0.0 1.0

✳️ Langkah 3: Hitung Skor Akhir SMART-C

Gunakan:

Vi=(wjUij)V_i = \sum (w_j \cdot U_{ij})

Pegawai A:

VA=(0.21.0)+(0.30.5)+(0.20.5)+(0.10.5)+(0.20.5)=0.2+0.15+0.1+0.05+0.1=0.6V_A = (0.2 \cdot 1.0) + (0.3 \cdot 0.5) + (0.2 \cdot 0.5) + (0.1 \cdot 0.5) + (0.2 \cdot 0.5) = 0.2 + 0.15 + 0.1 + 0.05 + 0.1 = **0.6**

Pegawai B:

VB=(0.20.0)+(0.31.0)+(0.21.0)+(0.11.0)+(0.20.0)=0.0+0.3+0.2+0.1+0.0=0.6V_B = (0.2 \cdot 0.0) + (0.3 \cdot 1.0) + (0.2 \cdot 1.0) + (0.1 \cdot 1.0) + (0.2 \cdot 0.0) = 0.0 + 0.3 + 0.2 + 0.1 + 0.0 = **0.6**

Pegawai C:

VC=(0.20.5)+(0.30.0)+(0.20.0)+(0.10.0)+(0.21.0)=0.1+0.0+0.0+0.0+0.2=0.3V_C = (0.2 \cdot 0.5) + (0.3 \cdot 0.0) + (0.2 \cdot 0.0) + (0.1 \cdot 0.0) + (0.2 \cdot 1.0) = 0.1 + 0.0 + 0.0 + 0.0 + 0.2 = **0.3**


✅ Hasil Akhir (SMART-C Score):

Pegawai Skor Akhir
A 0.6
B 0.6
C 0.3

🏆 Kesimpulan:

  • Pegawai A dan B memiliki skor SMART-C yang sama tinggi.

  • Jika perusahaan ingin memilih satu, bisa lanjut dengan:

    • Kriteria tambahan,

    • Penilaian langsung manajer (tiebreak),

    • Preferensi strategi SDM (misal lebih mengutamakan kualitas kerja atau kedisiplinan).


🎯 Studi Kasus: Evaluasi Kinerja Pegawai

Misalnya kamu ingin memilih pegawai terbaik bulan ini berdasarkan kriteria:

📌 Kriteria:

  1. Kedisiplinan (C1) – Benefit

  2. Kualitas Kerja (C2) – Benefit

  3. Kerjasama Tim (C3) – Benefit

  4. Kehadiran (C4) – Benefit

  5. Waktu Penyelesaian Tugas (C5) – Cost (semakin cepat semakin baik)


🧮 Bobot Kriteria:

Kriteria Bobot
Kedisiplinan (C1) 0.2
Kualitas Kerja (C2) 0.3
Kerjasama Tim (C3) 0.2
Kehadiran (C4) 0.1
Waktu Penyelesaian (C5) 0.2
Total 1.0

👤 Alternatif Pegawai:

Pegawai Kedisiplinan (1-10) Kualitas Kerja (1-100) Kerjasama Tim (1-10) Kehadiran (%) Waktu Penyelesaian (hari)
A 9 85 8 95 4
B 7 90 9 98 5
C 8 80 7 92 3

✳️ Langkah 1: Normalisasi

Kriteria Benefit:

rij=xijmax(xij)r_{ij} = \frac{x_{ij}}{\max(x_{ij})}

Kriteria Cost:

rij=min(xij)xijr_{ij} = \frac{\min(x_{ij})}{x_{ij}}
Pegawai C1 C2 C3 C4 C5
A 9/9 = 1.00 85/90 = 0.944 8/9 = 0.889 95/98 = 0.969 3/4 = 0.75
B 7/9 = 0.778 90/90 = 1.00 9/9 = 1.00 98/98 = 1.00 3/5 = 0.6
C 8/9 = 0.889 80/90 = 0.889 7/9 = 0.778 92/98 = 0.939 3/3 = 1.00

Catatan: Untuk C5 (Waktu Penyelesaian, cost), nilai minimum = 3 hari.


✳️ Langkah 2: Hitung Skor Akhir (SAW)

Vi=(wjrij)V_i = \sum (w_j \cdot r_{ij})

Pegawai A:

VA=(0.21.00)+(0.30.944)+(0.20.889)+(0.10.969)+(0.20.75)=0.2+0.2832+0.1778+0.0969+0.15=0.9079V_A = (0.2 \cdot 1.00) + (0.3 \cdot 0.944) + (0.2 \cdot 0.889) + (0.1 \cdot 0.969) + (0.2 \cdot 0.75) = 0.2 + 0.2832 + 0.1778 + 0.0969 + 0.15 = **0.9079**

Pegawai B:

VB=(0.20.778)+(0.31.00)+(0.21.00)+(0.11.00)+(0.20.6)=0.1556+0.3+0.2+0.1+0.12=0.8756V_B = (0.2 \cdot 0.778) + (0.3 \cdot 1.00) + (0.2 \cdot 1.00) + (0.1 \cdot 1.00) + (0.2 \cdot 0.6) = 0.1556 + 0.3 + 0.2 + 0.1 + 0.12 = **0.8756**

Pegawai C:

VC=(0.20.889)+(0.30.889)+(0.20.778)+(0.10.939)+(0.21.00)=0.1778+0.2667+0.1556+0.0939+0.2=0.8939V_C = (0.2 \cdot 0.889) + (0.3 \cdot 0.889) + (0.2 \cdot 0.778) + (0.1 \cdot 0.939) + (0.2 \cdot 1.00) = 0.1778 + 0.2667 + 0.1556 + 0.0939 + 0.2 = **0.8939**

✅ Hasil Akhir:

Pegawai Skor SAW Ranking
A 0.9079 🥇 1
C 0.8939 🥈 2
B 0.8756 🥉 3

🏆 Kesimpulan:

Pegawai A memiliki skor tertinggi berdasarkan metode SAW dan layak dinobatkan sebagai pegawai terbaik bulan ini.



Studi Kasus: Memilih Laptop Terbaik

Kriteria:

  1. Harga (C1) – Cost

  2. RAM (C2) – Benefit

  3. Kapasitas SSD (C3) – Benefit

  4. Daya Tahan Baterai (jam) (C4) – Benefit

🧮 Bobot Kriteria:

Kriteria Bobot
Harga (C1) 0.3
RAM (C2) 0.25
SSD (C3) 0.25
Baterai (C4) 0.2
Total 1.0

💻 Alternatif Laptop:

Laptop Harga (juta) RAM (GB) SSD (GB) Baterai (jam)
A 10 16 512 8
B 8 8 256 6
C 12 32 1024 10

Langkah 1: Normalisasi

Kriteria Cost (Harga):

rij=min(x)xijmin(8,10,12)=8r_{ij} = \frac{\min(x)}{x_{ij}} \Rightarrow \min(8, 10, 12) = 8

Kriteria Benefit (RAM, SSD, Baterai):

rij=xijmax(x)r_{ij} = \frac{x_{ij}}{\max(x)}

Matriks Normalisasi:

Laptop C1 (Harga) C2 (RAM) C3 (SSD) C4 (Baterai)
A 8/10 = 0.80 16/32 = 0.50 512/1024 = 0.50 8/10 = 0.80
B 8/8 = 1.00 8/32 = 0.25 256/1024 = 0.25 6/10 = 0.60
C 8/12 = 0.667 32/32 = 1.00 1024/1024 = 1.00 10/10 = 1.00

Langkah 2: Hitung Skor Akhir

Vi=(wjrij)V_i = \sum (w_j \cdot r_{ij})

Laptop A:

VA=(0.30.80)+(0.250.50)+(0.250.50)+(0.20.80)=0.24+0.125+0.125+0.16=0.65V_A = (0.3 \cdot 0.80) + (0.25 \cdot 0.50) + (0.25 \cdot 0.50) + (0.2 \cdot 0.80) = 0.24 + 0.125 + 0.125 + 0.16 = **0.65**

Laptop B:

VB=(0.31.00)+(0.250.25)+(0.250.25)+(0.20.60)=0.30+0.0625+0.0625+0.12=0.545V_B = (0.3 \cdot 1.00) + (0.25 \cdot 0.25) + (0.25 \cdot 0.25) + (0.2 \cdot 0.60) = 0.30 + 0.0625 + 0.0625 + 0.12 = **0.545**

Laptop C:

VC=(0.30.667)+(0.251.00)+(0.251.00)+(0.21.00)=0.2001+0.25+0.25+0.2=0.9001V_C = (0.3 \cdot 0.667) + (0.25 \cdot 1.00) + (0.25 \cdot 1.00) + (0.2 \cdot 1.00) = 0.2001 + 0.25 + 0.25 + 0.2 = **0.9001**

Hasil Akhir (Ranking):

Laptop Skor Akhir
C 0.9001
A 0.65
B 0.545

🏆 Kesimpulan:

Laptop C adalah pilihan terbaik berdasarkan metode Simple Additive Weighting (SAW) karena memiliki skor tertinggi.


Susunan Data

1. Peredaran Usaha (Omzet / Revenue) Data sumber: Faktur penjualan barang/jasa Bukti potong PPh 23 (jika dipotong lawan transaksi) Nota retu...